Minggu, 10 Oktober 2010

1.1. Manusia Mencari Kebenaran Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berusaha mencari hakekat kebenaran mengenai hal-hal yang bersifat hakiki, seperti, kematian, hidup sesudah mati, cinta dan lain-lain. Manusia berusaha mengerti dan menaklukkan alam semesta yang penuh dengan misteri. Sampai jaman yang diwarnai dengan kecanggihan teknologi saat ini, selalu ada usaha untuk mengerti dan memahami rahasia-rahasia alam semesta termasuk rahasia mengenai dirinya sendiri. Pada masa jaman pertengahan, manusia belum menunjukkan minat terhadap studi sistematis mengenai dunia fisik, kondisi tersebut banyak dipengaruhi oleh pendapat filsafat Yunani yang lebih mengutamakan “Yang umum” daripada “Yang khusus”. Pengetahuan yang umum mengacu pada hakekat dan esensi hal-hal yang konkrit, sedang yang khusus membedakan benda satu dengan yang lain. Dalam mitologi Yunani dikenal adanya Dewa Zeus yang selalu dihubungkan dengan persoalan cuaca, hujan dan kilat, Dewa Poseidon yang menguasai lautan dan gempa bumi. Manakala terjadi bencana alam seperti gempa bumi, banjir dan lain-lainnya; manusia selalu menghubungkan dengan hal-hal yang bersifat supranatural. Setelah mengalami berbagai proses, manusia akhirnya berhasil menggunakan daya nalarnya dalam memecahkan persoalannya. Seperti yang terjadi pada Abad Pertengahan dengan penemuan-penemuan ilmiah oleh Copernicus dan Edison. Sebagaimana pendapat seorang filosof Rene Descartes yang mengatakan “COGITO ERGO SUM” (Aku ada karena berpikir) maka manusia mulai menggunakan pikirannya yang luar biasa ajaibnya. Sekalipun demikian perlu dibedakan antara penggunaan akal sehat (common sense) dengan ilmu pengetahuan. Letak perbedaan yang mendasar antara keduanya ialah berkisar pada kata “sistematik” dan “terkendali”. Ada lima hal pokok yang membedakan antara ilmu dan akal sehat yaitu: 1. Ilmu pengetahuan dikembangkan melalui struktur-stuktur teori, dan diuji konsistensi internalnya. Dalam mengembangkan strukturnya dilakukan dengan uji coba ataupun pengujian secara empiris, sedangkan penggunaan akal sehat biasanya tidak. 2. Dalam ilmu pengetahuan, teori dan hipotesis selalu diuji secara empiris. Halnya dengan orang yang bukan ilmuwan dengan cara “selektif”. 3. Adanya pengertian kendali (kontrol) yang dalam penelitian ilmiah dapat mempunyai pengertian yang bermacam-macam. 4. Ilmu pengetahuan menekankan adanya hubungan antara fenomena secara sadar dan sistematis. Pola penghubungnya tidak dilakukan secara asal-asalan. 5. Perbedaan terletak pada cara memberi penjelasan yang berlainan dalam mengamati suatu fenomena. Dalam menerangkan hubungan antar fenomena, ilmuwan melakukan dengan hati-hati dan menghindari penafsiran yang bersifat metafisis. Proposisi yang dihasilkan selalu terbuka untuk pengamatan dan pengujian secara ilmiah. 1.1.1. Berbagai Cara Mencari Kebenaran Dalam sejarah manusia, usaha-usaha untuk mencari kebenaran telah dilakukan dengan berbagai cara seperti: 1. Secara kebetulan: Ada cerita yang kebenarannya sukar dilacak mengenai kasus penemuan obat malaria yang terjadi secara kebetulan. Ketika seorang Indian yang sakit dan minum air dikolam dan akhirnya mendapatkan kesembuhan. Hal itu terjadi berulang kali pada beberapa orang. Akhirnya diketahui bahwa disekitar kolam tersebut tumbuh sejenis pohon yang kulitnya bisa dijadikan sebagai obat malaria yang kemudian berjatuhan di kolam tersebut. Penemuan pohon yang kelak dikemudian hari dikenal sebagai pohon kina tersebut adalah terjadi secara kebetulan saja. 2. Trial and Error: Cara lain untuk mendapatkan kebenaran ialah dengan menggunkan metode “trial and error” yang artinya coba-coba. Metode ini bersifat untung-untungan. Salah satu contoh ialah model percobaan “problem box” oleh Thorndike. Percobaan tersebut adalah sebagai berikut: seekor kucing yang kelaparan dimasukkan kedalam “problem box”—suatu ruangan yang hanya dapat dibuka apabila kucing berhasil menarik ujung tali dengan membuka pintu. Karena rasa lapar dan melihat makanan di luar maka kucing berusaha keluar dari kotak tersebut dengan berbagai cara. Akhirnya dengan tidak sengaja si kucing berhasil menyentuh simpul tali yang membuat pintu jadi terbuka dan dia berhasil keluar. Percobaan tersebut mendasarkan pada hal yang belum pasti yaitu kemampuan kucing tersebut untuk membuka pintu kotak masalah. 3. Melalui Otoritas: Kebenaran bisa didapat melalui otoritas seseorang yang memegang kekuasaan, seperti seorang raja atau pejabat pemerintah yang setiap keputusan dan kebijaksanaannya dianggap benar oleh bawahannya. Dalam filsafat Jawa dikenal dengan istilah ‘sabda pendita ratu” artinya ucapan raja atau pendeta selalu benar dan tidak boleh dibantah lagi. 4. Pemecahan Masalah dengan Cara Spekulasi: Pemecahan masalah dengan metode “trial and error” yang menekankan pada unsur untung-untungan dan tidak pasti dan akurat. 5. Berpikir Kritis/Berdasarkan Pengalaman: Metode lain ialah berpikir kritis dan berdasarkan pengalaman. Contoh dari metode ini ialah berpikir secara deduktif dan induktif. Secara deduktif artinya berpikir dari yang umum ke khusus; sedang induktif dari yang khusus ke yang umum. Metode deduktif sudah dipakai selama ratusan tahun semenjak jamannya Aristoteles. 6. Melalui Penyelidikan Ilmiah: Menurut Francis Bacon Kebenaran baru bisa didapat dengan menggunakan penyelidikan ilmiah, berpikir kritis dan induktif. Bacon merumuskan ilmu adalah kekuasaan. Dalam rangka melaksanakan kekuasaan, manusia selanjutnya terlebih dahulu harus memperoleh pengetahuan mengenai alam dengan cara menghubungkan metoda yang khas, sebab pengamatan dengan indera saja, akan menghasilkan hal yang tidak dapat dipercaya. Pengamatan menurut Bacon, dicampuri dengan gambaran-gambaran palsu (idola): Gambaran-gambaran palsu (idola) harus dihilangkan, dan dengan cara mengumpulkan fakta-fakta secara teliti, maka didapat pengetahuan tentang alam yang dapat dipercaya. Sekalipun demikian pengamatan harus dilakukan secara sistematis, artinya dilakukan dalam keadaan yang dapat dikendalikan dan diuji secara eksperimantal sehingga tersusunlah dalil-dalil umum. Metode berpikir indukatif yang dicetuskan oleh Bacon selanjutnya dilengkapi dengan pengertian pentingnya asumsi teoritis dalam melakukan pengamatan serta dengan menggabungkan peranan matematika semakin memacu tumbuhnya ilmu pengetahuan modern yang menghasilkan penemuan-penemuan baru, seperti pada tahun 1609 Galileo menemukan hukum-hukum tentang planet, tahun 1618 Snelius menemukan pemecahan cahaya dan penemuan-penemuan penting lainnya oleh Boyle dengan hukum gasnya, Hygens dengan teori gelombang cahaya, Harvey dengan penemuan peredaran darah, Leuwenhock menemukan spermatozoid, dan lain-lain. 7. Metode Problem Solving: Metode problem-solving yang dikembangkan oleh Karl. R. Popper pada tahun 1937 merupakan variasi dari metode “trial and error”. 1.1.2. Kriteria Kebenaran Salah satu kriteria kebenaran adalah adanya konsistensi dengan pernyataan terdahulu yang dianggap benar. Sebagai contoh ialah kasus penjumlahan angka-angka berikut ini: 3 + 5: 8; 4 + 4: 8; 6 + 2: 8. Semua orang akan menganggap benar bahwa 3 + 5 = 8, maka pernyataan berikutnya bahwa 4 + 4 = 8 juga benar, karena konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Beberapa kriteria kebenaran diantaranya ialah, 1. Teori Koherensi: suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya ialah matematika yang bentuk penyusunannya, pembuktiannya berdasarkan teori koheren. 2. Teori Korespondensi: Teori korespondensi dipelopori oleh Bertrand Russel. Dalam teori ini suatu pernyataan dianggap benar apabila materi pengetahuan yang dikandung berkorespondensi dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Contohnya ialah apabila ada seorang yang mengatakan bahwa ibukota Inggris adalah London, maka pernyataan itu benar. Apabila dia mengatakan bahwa ibukota Inggris adalah Jakarta, maka pernyataan itu salah; karena secara kenyataan ibukota Inggris adalah London bukan Jakarta. 3. Teori Pragmatis: Tokoh utama dalam teori ini ialah Charles S Pierce. Teori pragmatis mengatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan diukur dengan criteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Kriteria kebenaran didasarkan atas kegunaan teori tersebut. Disamping itu aliran ini percaya bahwa suatu teori tidak akan abadi, dalam jangka waktu tertentu itu dapat diubah dengan mengadakan revisi. 1.2. Dasar-Dasar Pengetahuan Dasar-dasar pengetahuan yang menjadi ujung tombak berpikir ilmiah ialah sebagai berikut: 1. Penalaran: Kegiatan berpikir menurut pola tertentu, menurut logika tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan pengetahuan. Berpikir logis mempunyai konotasi jamak, bersifat analistis. Aliran yang menggunakan penalaran sebagai sumber kebenaran ini disebut aliran rasionalisme dan yang menganggap fakta dapat tertangkap melalui pengalaman sebagai kebenaran disebut aliran empirisme. 2. Logika (Cara Penarikan Kesimpulan): Ciri kedua ialah logika atau cara penarikan kesimpulan. Logika ialah “pengkajian untuk berpikir secara sahih (valid). Dalam logika ada dua macam yaitu logika induktif dan deduktif. Contoh menggunakan logika ini ialah model berpikir dengan silogisma, seperti contoh di bawah ini: Silogisma Premis mayor : semua manusia akhirnya mati Premis minor : Amir manusia Kesimpulan : Amir akhirnya akan mati 1.2.1. Sumber Pengetahuan Sumber pengetahuan dalam dunia ini berawal dari sikap manusia yang meragukan setiap gejala yang ada di alam semesta ini. Manusia tidak mau menerima saja hal-hal yang ada termasuk nasib dirinya sendiri. Rene Descarte pernah berkata “DE OMNIBUS DUBITANDUM” yang mempunyai arti bahwa segala sesuatu harus diragukan. Persoalan mengenai kriteria untuk menetapkan kebenaran itu sulit dipercaya. Dari berbagai aliran maka muncullah pula berbagai kriteria kebenaran. 1.2.2. Ontologi Ontologi ialah hakikat apa yang dikaji atau ilmunya itu sendiri. Seorang filosof yang bernama Democritus menerangkan prinsip-prinsip materialisme mengatakan sebagai berikut: Hanya berdasarkan kebiasaan saja maka manis itu manis, panas itu panas, dingin itu dingin, warna itu warna. Artinya, obyek penginderaan sering dianggap nyata, padahal tidak demikian. Hanya atom dan kehampaan itulah yang bersifat nyata. Jadi istilah “manis, panas dan dingin” itu hanyalah merupakan terminologi yang diberikan kepada gejala yang ditangkap dengan pancaindera. Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam semesta ini seperti adanya, oleh karena itu manusia dalam menggali ilmu tidak dapat terlepas dari gejala-gejala yang berada di dalamnya. Sifat ilmu pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang memberikan pedoman terhadap hal-hal yang paling hakiki dari kehidupan ini. Sekalipun demikian sampai tahap tertentu ilmu perlu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi. Sebagai contoh, bagaimana definisi manusia, maka berbagai pengertianpun akan muncul pula. Contoh: Siapakah manusia itu? jawab ilmu ekonomi ialah makhluk ekonomi, sedangkan ilmu politik akan menjawab bahwa manusia ialah political animal dan dunia pendidikan akan mengatakan manusia ialah homo educandum. 1.2.3. Epistimologi Epistimologi ialah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan pengetahuan ialah: 1. Batasan kajian ilmu: secara ontologis ilmu membatasi pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup manusia, tidak dapat mengkaji daerah yang bersifat transcendental. 2. Cara menyusun pengetahuan: untuk mendapatkan pengetahuan menjadi ilmu diperlukan cara untuk menyusunnya yaitu dengan cara menggunakan metode ilmiah. 3. Diperlukan landasan yang sesuai dengan ontologis dan aksiologis ilmu itu sendiri 4. Penjelasan diarahkan pada deskripsi mengenai hubungan berbagai faktor yang tergantung dalam suatu konstelasi penyebab timbulnya suatu gejala dan proses terjadinya. 5. Metode ilmiah harus bersifat sistematik dan eksplisit 6. Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak tergolong pada kelompok ilmu tersebut. 7. Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai alam dan menjadikan kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal. 8. Karakteristik yang menonjol kerangka pemikiran teoritis: a. Ilmu eksakta : deduktif, rasio, kuantitatif b. Ilmu sosial : induktif, empiris, kualitatif   1.3. Beberapa Pengertian Dasar 1. Konsep: adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan gejala secara abstrak, contohnya seperti kejadian, keadaan, kelompok. Diharapkan peneliti mampu memformulasikan pemikirannya kedalam konsep secara jelas dalam kaitannya dengan penyederhanaan beberapa masalah yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Dalam dunia penelitian dikenal dua pengertian mengenai konsep, yaitu (a) konsep yang jelas hubungannya dengan realita yang diwakili, contoh: meja, mobil dll, dan (b) konsep yang abstrak hubungannya dengan realitas yang diwakili, contoh: kecerdasan, kekerabatan, dll. 2. Konstruk: adalah suatu konsep yang diciptakan dan digunakan dengan kesengajaan dan kesadaran untuk tujuan-tujuan ilmiah tertentu. 3. Proposisi: adalah hubungan yang logis antara dua konsep. Contoh: dalam penilitian mengenai mobilitas penduduk, proposisinya berbunyi: “proses migrasi tenaga kerja ditentukan oleh upah“ (Harris dan Todaro). Dalam penelitian sosial dikenal ada dua jenis proposisi; yaitu (a) aksioma atau postulat, dan (b) teorem. Aksioma ialah proposisi yang kebenarannya sudah tidak lagi dalam penelitian; sedang teorem ialah proposisi yag dideduksikan dari aksioma. 4. Teori: Salah satu definisi mengenai teori ialah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena secara sisitematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Definisi lain mengatakan bahwa teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari satu disiplin ilmu. Teori mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut; harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontraksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan. harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimanapun konsistennya apabila tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah. Ada empat cara teori dibangun menurut Melvin Marx: Model Based Theory: teori berkembang adanya jaringan konseptual yang kemudian diuji secara empiris. Validitas substansi terletak pada tahap-tahap awal dalam pengujian model, yaitu apakah model bekerja sesuai dengan kebutuhan peneliti. Teori deduktif: suatu teori dikembangkan melalui proses deduksi. Deduksi merupakan bentuk inferensi yang menurunkan sebuah kesimpulan yang didapatkan melalui penggunaan logika pikiran dengan disertai premis-premsi sebagai bukti. Teori deduktif merupakan suatu teori yang menekankan pada struktur konseptual dan validitas substansialnya. Teori ini juga berfokus pada pembangunan konsep sebelum pengujian empiris. Teori induktif: menekankan pada pendekatan empiris untuk mendapatkan generalisasi. Penarikan kesimpulan didasarkan pada observasi realitas yang berulang-ulang dan mengembangkan pernyataan-pernyataan yang berfungsi untuk menerangkan serta menjelaskan keberadaan pernyataan-pernyataan tersebut. Teori fungsional: suatu teori dikembangkan melalui interaksi yang berkelanjutan antara proses konseptualisasi dan pengujian empiris yang mengikutinya. Perbedaan utama dengan teori deduktif terletak pada proses terjadinya konseptualisasi pada awal pengembangan teori. Pada teori deduktif rancangan hubungan konspetualnya diformulasikan dan pengujian dilakukan pada tahap akhir pengembangan teori. 5. Logika Ilmiah: Gabungan antara logika deduktif dan induktif dimana rasionalisme dan empirisme bersama-sama dalam suatu sistem dengan mekanisme korektif. 6. Hipotesis: adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Hipotesis merupakan saran penelitian ilmiah karena hipotesis adalah instrumen kerja dari suatu teori dan bersifat spesifik yang siap diuji secara empiris. Dalam merumuskan hipotesis pernyataannya harus merupakan pencerminan adanya hubungan antara dua peubah atau lebih. Hipotesis yang bersifat relasional ataupun deskriptif disebut hipotesis kerja (Hk), sedang untuk pengujian statistik dibutuhkan hipotesis pembanding hipotesis kerja dan biasanya merupakan formulasi terbalik dari hipotesis kerja. Hipotesis semacam itu disebut hipotesis nol (H0). 7. Peubah: ialah konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang sedang dipelajari. Contoh: jenis kelamin, kelas sosial, mobilitas pekerjaan dll nya. Ada lima tipe peubah yang dikenal dalam penelitian, yaitu: peubah bebas (independent), peubah tergantung (dependent), peubah perantara (moderate), peubah pengganggu (intervening) dan peubah kontrol (control). Jika dipandang dari sisi skala pengukurannya maka ada empat macam peubah: nominal, ordinal, interval dan rasio. 8. Definisi Operasional: ialah spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur atau memanipulasi suatu peubah. Definisi operasional memberi batasan atau arti suatu peubah dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur peubah tersebut.   1.4. Kerangka Ilmiah 1. Perumusan masalah: pertanyaan tentang obyek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor- faktor yang terkait di dalamnya. 2. Penyusunan kerangka dalam pengajuan hipotesis: - Menjelaskan hubungan antara faktor yang terkait, - Disusun secara rasional, - Didasarkan pada premis-premis ilmiah, - Memperhatikan faktor-faktor empiris yang cocok 3. Pengujian hipotesis: - mencari fakta-fakta yang mendukung hipotesis 4. Penarikan kesimpulan 1.4.1. Sarana Berpikir Ilmiah 1. Bahasa: ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan, syarat-syarat: - bebas dari unsur emotif, - reproduktif, - obyektif, - eksplisit 2. Matematika: adalah pengetahuan sebagai sarana berpikir deduktif sifat: - jelas, spesifik dan informatif, - tidak menimbulkan konotasi emosional, - kuantitatif 3. Statiska: ialah pengetahuan sebagai sarana berpikir induktif sifat: - dapat digunakan untuk menguji tingkat ketelitian, - untuk menentukan hubungan kausalitas antar faktor terkait 1.4.2. Aksiologi Aksiologi ialah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana. II. DEFINISI DAN JENIS PENELITIAN 2.1. Definisi Penelitian Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penelitian merupakan suatu upaya terpadu dan sistematis yang dilakukan oleh seseorang, yang selanjutnya dikenal sebagai peneliti, untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang dia temui di lapangan. Semakin rumit permasalahan yang dia hadapi, semakin besar upaya yang harus peneliti tempuh untuk menemukan jawabannya. Melakukan upaya terpadu mengandung pengertian bahwa peneliti tidak bisa melihat permasalahan hanya dari satu sisi saja. Peneliti harus dapat mengungkapkan jawaban dari permasalahan bukan dengan cara yang sempit. Ini berarti peneliti mungkin tidak hanya melihat suatu permasalahan dengan menggunakan salah satu bidang keilmuan, namun melibatkan pengetahuan tentang berbagai bidang ilmu penunjang. Hal ini juga berimplikasi bahwa seorang peneliti paling tidak harus memiliki wawasan yang lebih daripada sekedar ilmu yang sekarang dia tekuni. Pemahaman terhadap beberapa ilmu penunjang akan memberikan solusi permasalahan yang lebih menyeluruh. Kata sistematis merupakan kata kunci yang berkaitan dengan metode ilmiah yang berarti adanya prosedur yang ditandai dengan keteraturan dan ketuntasan. Karakteristik suatu metode ilmiah sebagai berikut: 1. Metode harus bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan adanya proses yang tepat dan benar untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan metode untuk pemecahan masalah tersebut. 2. Metode harus bersifat logik, artinya adanya metode yang digunakan untuk memberikan argumentasi ilmiah. Kesimpulan yang dibuat secara rasional didasarkan pada bukti-bukti yang tersedia. 3. Metode bersifat obyektif, artinya obyektivitas itu menghasilkan penyelidikan yang dapat dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula. 4. Metode harus bersifat konseptual dan teoritis; oleh karena itu, untuk mengarahkan proses penelitian yang dijalankan, peneliti membutuhkan pengembangan konsep dan struktur teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 5. Metode bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan pada kenyataan / fakta di lapangan. Penerapan metode ilmiah dalam penelitian biasanya memerlukan statistika, yaitu suatu cabang ilmu yang dapat memberikan beberapa solusi untuk membantu peneliti memelihara upaya yang dia lakukan tetap berada pada jalur yang benar. Solusi yang ditawarkan oleh statistika dimulai dari awal penelitian hingga sesaat sebelum keputusan dilakukan. Pengetahuan tentang statistika diperlukan oleh peneliti sejak dia merancang penelitiannya. Namun demikian, pola berpikir statistika tidak selalu menjamin penelitian akan berjalan dengan sempurna. 2.2. Jenis Penelitian Secara umum penelitian dapat dibedakan berdasarkan jenis data yang diperlukan, yaitu: penelitian primer dan penelitian sekunder. 1. Penelitian primer: penelitian yang membutuhkan data atau informasi dari sumber pertama, biasanya disebut “responden”. Data atau informasi diperoleh melalui pertanyaan tertulis dengan menggunakan kuesioner atau lisan dengan menggunakan metode wawancara; yang termasuk dalam kategori ini ialah: (a) Studi Kasus: menggunakan individu atau kelompok sebagai bahan studinya. Biasanya studi kasus bersifat longitudinal (b) Survei: merupakan studi yang bersifat kuantitatif yang digunakan untuk meneliti gejala suatu kelompok atau perilaku individu. Pada umumnya survei menggunakan kuesioner sebagai alat pengambil data. Survei menganut aturan pendekatan kuantitatif, yaitu semakin sampel besar, semakin hasilnya mencerminkan populasi. (c) Penelitian Eksperimental: menggunakan individu atau kelompok sebagai bahan studi. Pada umumnya penelitian ini menggunakan dua kelompok atau lebih untuk dijadikan sebagai obyek studinya. Kelompok pertama merupakan kelompok yang diteliti sedang kelompok kedua sebagai kelompok pembanding (control group). Penelitian eksperimental menggunakan rancangan yang sudah baku, terstruktur dan spesifik. 2. Penelitian sekunder menggunakan bahan yang bukan dari sumber pertama sebagai sarana untuk memperoleh data atau informasi untuk menjawab masalah yang diteliti. Penelitian ini juga dikenal dengan penelitian yang menggunakan studi kepustakaan dan yang biasanya digunakan oleh para peneliti yang menganut paham pendekatan kualitatif. 2.3. Penelitian Dasar dan Penelitian Terapan Salah satu alasan manusia untuk melakukan penelitian adalah untuk mengembangkan dan mengevaluasi suatu konsep dan teori. Penelitian dasar (basic research atau pure research) dilakukan untuk memperluas batas‑batas ilmu pengetahuan. Artinya, penelitian dasar tidak ditujukan secara langsung untuk mendapatkan pemecahan bagi sebuah permasalahan yang spesifik. Hasil dari penelitian dasar pada umumnya tidak dapat diimplementasikan secara langsung. Penelitian dasar dilakukan untuk verifikasi terhadap diterimanya (acceptability) teori yang sudah ada atau untuk mengetahui lebih jauh tentang sebuah konsep. Sebagal contoh, penelitian dasar dilakukan untuk menemukan sejauh mana persepsi individu untuk melakukan tugas dengan baik berpengaruh bagi kinerjanya di masa datang. Hasil dari penelitian dasar ini akan memperluas pengetahuan tentang teori perilaku kinerja secara umum. Studi ini dilakukan karena peneliti menganggap bahwa teori yang diuji tersebut dapat bermanfaat bagi lingkungan dan situasi yang lebih luas. Berbeda dengan penelitian dasar, penelitian terapan dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang permasalahan yang spesifik atau untuk membuat keputusan tentang suatu tindakan atau kebijakan khusus. Sebagal contoh, suatu organisasi melakukan penelitian terapan untuk mempelajari waktu yang dihabiskan karyawannya pada komputer pribadi dalam seminggu. Hasil dari penelitian ini digunakan, misalnya, untuk menentukan alokasi komputer, rancangan jaringan komputer, tata letak tempat kerja, dan sebagainya. rosedur dan teknik yang digunakan dalam penelitian dasar dan penelitian terapan secara substansi tidak berbeda. Keduanya menggunakan metode ilmiah (scientific method) untuk menjawab pertanyaan. Secara lebih luas, metode ilmiah dalam penelitian bisnis didefinisikan sebagai teknik dan metode yang membantu peneliti untuk mengetahui dan memahami fenomena bisnis. Metode ilmiah membutuhkan analisis sistematik dan interpretasi logis dari bukti-bukti empiris (kenyataan dari pengamatan atau eksperimen) untuk mengkonfirmasikan atau membuktikan konsepsi awal. Dalam penelitian dasar, hal pertama yang dilakukan adalah pengujian konsep atau hipotesis awal dan kemudian pembuatan kajian lebih dalam serta kesimpulan tentang fenomena tersebut sehingga dihasilkan aturan-aturan umum tentang fenomena yang diamati. Penggunaan metode ilmiah dalam penelitian terapan menjamin obyektivitas dalam mengumpulkan fakta dan menguji ide kreatif bagi alternatif strategi bisnis. Esensi dari penelitian, apakah itu dasar atau terapan, terletak pada metode ilmiah. Secara teknis perbedaan kedua jenis penelitian tersebut lebih banyak terletak pada tingkat permasalahannya daripada substansinya itu sendiri. 2.4. Penelitian Bisnis Penelitian Bisnis merupakan salah satu alat manajerial penting yang berpengaruh pada proses pembuatan keputusan dalam berbagai jenis organisasi. Penelitian Bisnis menjadi fondasi untuk meningkatkan profit perusahaan dan mendorong laju perkembangan perusahaan. Banyak perusahaan, dalam beberapa tahun terakhir ini, melakukan penelitian bisnis dan menemukan hal‑hal yang sebelumnya tidak terpikirkan. Contoh‑contoh berikut ini menggambarkan bahwa penelitian bisnis dapat mengungkapkan hal‑hal yang sebelumnya tak terpikirkan tersebut: 1. Ditemukannya korelasi yang tinggi antara kepuasan pelanggan (faktor eksternal) dan kepuasan pekerja (faktor internal). Dalam penelitian yang dilakukan oleh lembaga‑lembaga penelitian di Eropa ditemukan bahwa ukuran kepuasan pekerja pada umumnya, seperti tingkat keluar‑masuknya pekerja dan tuntutan terhadap kelayakan upah sangat berkaitan dengan kepuasan yang dinikmati pelanggan dan hasil finansial yang diperoleh oleh perusahaan itu sendiri. Artinya, perusahaan dengan tingkat kepuasan pekerja tertinggi juga memiliki skor tertinggi dalam kepuasan pelanggannya. 2. Ditemukan bahwa penetapan target yang lebih tinggi menyebabkan kinerja karyawan yang lebih tinggi pula. Artinya, kinerja pekerja dengan target yang lebih tinggi akan lebih baik daripada pekerja yang targetnya diset relatif lebih mudah dicapai. 2.4.1. Definisi Penelitian Bisnis Setiap hari, manajer membutuhkan informasi untuk melakukan pengembangan dan perencanaan yang menyangkut taktik dan strategi yang akan diterapkan dalam pengelolaan perusahaannya. Informasi yang diolah dari pengalaman manajer sering kali digunakan secara intuitif karena tekanan waktu dalam pengambilan keputusan bisnis atau karena menganggap bahwa masalah yang dihadapi tersebut tidak terlalu penting. Dalam jangka panjang, intuisi tanpa didasari pelaksanaan penelitian akan membawa kekeliruan dalam pengambilan keputusan. Fokus utama dalam penelitian bisnis adalah mengubah proses pembuatan keputusan yang dilakukan berdasarkan proses intuist tesebut menjadi pengambilan keputusan yang didasarkan pada proses investigasi yang sistematik dan obyektif. Tugas utama yang harus dilakukan dalam penelitian bisnis adalah mendapatkan informasi akurat yang akan digunakan dalam proses pembuatan keputusan. Berdasarkan pokok pikiran tersebut, penelitian bisnis didefinisikan sebagai proses pengumpulan, pencatatan, dan analisis data yang sistematik dan obyektif untuk membantu dalam pembuatan keputusan‑keputusan bisnis. Definisi ini mensyaratkan: (a) Informasi penelitian tidak dikumpulkan secara intuitif atau kebetulan. Secara harfiah, penelitian berasal dari kata penelitian (research) yang berarti mencari kembali (search again). Hal ini mengandung konotasi sebagai suatu studi yang cermat yang merupakan proses investigasi yang didasari oleh pengetahuan (scientific investigation) di mana peneliti dengan hati‑hati mengamati data untuk menemukan segala sesuatu yang dapat diketahui tentang subyek studi. (b) Informasi yang didapat atau data yang dikumpulkan dan dianalisis harus akurat, oleh karenanya peneliti harus bersikap obyektif. Hal yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa peneliti berperan untuk menghilangkan bias dalam membuktikan ide yang telah lebih dahulu diketahui. Jika bias memasuki proses penelitian, maka nilai data menjadi berkurang dan penelitian tidak lagi memiliki nilai tambah yang berarti. Definisi Penelitian Bisnis di atas menegaskan bahwa obyektivitas yang dipersyaratkan adalah untuk mendukung proses pengambilan keputusan manajerial bagi semua aspek bisnis: keuangan, pemasaran, personal, produksi, kualitas, dan sebagainya. Fungsi utama yang didukung oleh hasil penelitian adalah minimasi ketidakpastian untuk mengurangi resiko dalam pembuatan keputusan. Oleh karena itu, penelitian bisnis seharusnya digunakan untuk membantu proses managerial judgement, bukan untuk menggantikannya. 2.4.2. Lingkup Penelitian Bisnis Ruang lingkup Penelitian Bisnis dibatasi oleh definisi kata 'bisnis'. Penelitian dalam bidang produksi, keuangan, pemasaran, atau manajemen untuk tujuan pencapaian 'keuntungan' perusahaan berada dalam lingkup Penelitian Bisnis. Definisi 'bisnis' itu sendiri sebenarnya saat ini sudah mengalami perluasan makna. Bisnis tidak lagi diterjemahkan sebagai sebuah usaha yang berorientasi pada keuntungan finansial semata tetapi lebih ditujukan pada segala aktivitas yang memberikan nilai tambah bagi komunitas pemakainya. Organisasi‑organisasi semacam Asosiasi Jantung Indonsia, Kebun Binatang Surabaya, Program Magister Manajemen Agribisnis berdiri untuk memenuhi kebutuhan sosial, dan mereka membutuhkan keterampilan bisnis untuk menghasilkan dan mendistribusikan jasa yang diinginkan masyarakat. Istilah "Penelitian Bisnis" digunakan karena semua tekniknya dapat diterapkan pada setting bisnis. Penelitian Bisnis meliputi fenomena yang luas. Bagi manajer, tujuan penelitian adalah terutama untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan yang menyangkut organisasi, pasar, ekonomi, lingkungan, pekerja, pelanggan, dan sebagainya yang akan mendukung keputusan‑keputusan eksekutif yang harus diambil. Bagi pekerja di level operasional, penelitian yang dilakukan di tempat kerjanya ditujukan untuk memperbaiki proses kerja yang akan meningkatkan kinerja dirinya dan kinerja perusahaan yang akhirnya akan membawa konsekuensi terhadap peningkatan kesejahteraannya. 2.4.3. Jenis Penelitian Bisnis Begitu luasnya variasi aktivitas penelitian sehingga akan sangat membantu jika dapat disusun kategori tipe‑tipe penelitian bisnis berdasarkan teknik maupun fungsinya. Dengan melakukan klasifikasi berdasarkan tujuan atau fungsinya akan membantu pemahaman terhadap karakter permasalahan, yang selanjutnya akan mempengaruhi pemilihan metode penelitian. Karakteristik permasalahan yang dihadapi sangat menentukan apakah penelitian bisnis tersebut termasuk dalam kategori (a) Penjajagan/eksploratoris (exploratory), (b) Deskriptif (descriptive, dan (c) Sebab‑akibat (causal) (a) Penelitian penjajagan/Eksploratoris (Exploratory Research) Penelitian penjajagan atau penelitian eksploratoris dilakukan untuk mengklarifikasi berbagai macam persoalan yang masih bersifat samar‑samar. Manajer mungkin merasakan adanya permasalahan dalam organisasi yang dikelolanya namun untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas terhadap berbagai aspek yang menyangkut permasalahan tersebut diperlukan penelitian awal. Penelitian penjajagan ini biasanya dilakukan dengan harapan akan dilakukan penelitian lanjutan pada proses berikutnya. Oleh karena itu, fakta‑fakta yang akurat untuk dasar pengambilan tindakan tidak harus sudah tersedia pada tahap ini. Merupakan kekeliruan besar jika tergesa‑gesa melakukan survei yang sangat rinci sebelum sumber‑sumber informasi yang lebih andal diidentifikasikan melalui penelitian penjajagan. Sebagai contoh, sebuah organisasi di Malang sedang mempertimbangkan untuk membuka usaha penitipan anak bagi keluarga yang kedua orang tua anak tersebut bekerja. Penelitian penjajagan dengan jumlah sampel kecil yang terdiri dari para keluarga yang kedua orangtuanya bekerja untuk merancang program apa yang akan diberikan bagi anak‑anak yang tinggal dalam penitipan, akan sangat berarti untuk dilakukan. Hal ini akan mengkristalkan persoalan dan sebagai sumber informasi awal untuk penelitian lanjutan. Penelitian penjajagan memiliki tiga tujuan utama, yaitu: Diagnosis Situasi: Penelitian penjajagan akan sangat membantu untuk menghasilkan diagnosis awal dari berbagai dimensi terhadap permasalahan riil yang dihadapi sehingga proyek penelitian berikutnya tepat memenuhi sasaran yang dikehendaki. Hal ini akan membantu dalam penentuan prioritas penelitian lanjutan. Selain itu, penelitian penjajagan juga akan mengarahkan orientasi bagi pihak manajemen yang belum berpengalaman, melalui pengumpulan informasi tentang sebuah subyek permasalahan. Sebagal contoh, wawancara pendahuluan dengan para pekerja akan membantu untuk mendalami isu‑isu yang dihadapi perusahaan saat ini, seperti sistem penggajian yang digunakan, kondisi kerja, kesempatan karier, sistem penghargaan, dan sebagainya. Penyaringan Berbagai Alternatif: Penelitian penjajagan juga berguna untuk menentukan alternatif terbaik dari berbagai pilihan alternatif aktivitas penelitian jika terdapat keterbatasan anggaran sehingga tidak terjadi pemborosan biaya. Melalui penelitian penjajagan dapat ditetapkan daftar berbagai macam alternatif yang disertai dengan perhitungan konsekuensi biaya pelaksanaannya. Perhitungan‑perhitungan dalam penelitian penjajaagan tersebut dapat dilakukan di atas kertas berdasarkan teori yang diketahui atau berlandaskan pada data sekunder atau berdasarkan pengalaman perusahaan itu sendiri di masa lampau maupun pengalaman organisasi lain. Penemuan Berbagai Gagasan Baru: Penelitian penjajagan juga sering dilakukan untuk menggali berbagai macam ide baru agar tidak terjadi stagnasi. Mungkin perusahaan memerlukan saran‑saran dari karyawannya untuk meningkatkan produktivitas, memperbaiki keselamatan kerja, penggunaan audio untuk kenyamanan kerja, dan sebagainya. Mungkin pelanggan menyarankan jenis produk baru yang tidak terpikirkan oleh perusahaan. Dengan melakukan penelitian penjajagan tersebut dapat digali berbagai macam ide tersebut. Pelaksanaan salah satu ide tersebut memerlukan penelitian yang lebih detail dan seksama. (b) Penelitian Deskriptif (Descriptive Research) Tujuan utama penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan karakteristik sebuah populasi atau suatu fenomena yang sedang terjadi. Penelitian deskriptif dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang: siapa (who), apa (what), kapan (when), di mana (where) dan bagaimana (how) yang berkaitan dengan karakteristik populasi atau fenomena tersebut. Sebagi contoh, setiap tahun Biro Pusat Statistik melakukan penelitian deskriptif untuk mengetahul komposisi pengangguran, proporsi usia produktif, jumlah tenaga keria wanita, ada/tidaknya usia di bawah umur dipekerjakan, dan berbagai karakteristik populasi penduduk yang lain. Walaupun penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan utama untuk mendapatkan gambaran, tetapi akurasi merupakan hal terpenting yang harus diutamakan dalam penelitian tersebut. Memang kesalahan atau error tidak dapat dihindarkan sama sekali, namun peneliti yang baik akan mengusahakan hasil penggambaran yang seakurat mungkin. Hasil penelitian yang tidak akurat akan menyesatkan dalam pengambilan keputusan. Misalnya, jika perkiraaan terhadap potensi pasar dari komputer personal yang akan diperkenalkan dilakukan dengan kurang akurat, maka manajer akan keliru dalam menentukan jadwal produksi, penentuan anggaran, penentuan jam lembur, dan lain sebagainya yang akan berpengaruh terhadap proses penjualan komputer itu. (c) Penelitian Sebab‑Akibat (Causal Research) Tujuan utama dari penelitian jenis ini adalah untuk mengidentifikasikan hubungan sebab‑akibat antara berbagai peubah. Idealnya, manajer dapat menentukan dari hasil penelitian ini bahwa sebuah kejadian/peubah merupakan sarana untuk menghasilkan kejadian/peubah yang lain. Atau dengan kata lain, jika dilakukan suatu hal, maka hal lain akan mengikuti sebagai konsekuensi logisnya. Sebagai contoh, kenaikan harga, bentuk pengepakan, dan frekuensi promosi diprediksi akan berpengaruh terhadap hasil penjualan. Apakah semua peubah tersebut berpengaruh sama besarnya, peubah mana yang paling dominan, dan sebagainya harus ditentukan dari hasil penelitian yang riil. Penelitian yang bertujuan untuk menentukan pola sebab‑akibat harus dapat (i) mengenali ada/tidak adanya faktor‑faktor penyebab, (ii) menentukan tingkat sebab‑akibat yang tepat atau rangkaian kejadian, dan (iii) mengukur variasi antara sebab‑akibat. 2.4.4. Nilai Manajerial Penelitian Bisnis Telah diketahui bahwa pelaksanaan penelitian dapat mendukung efektivitas manajemen dalam proses pengambilan keputusan. Nilai manajerial utama dari penelitian bisnis adalah mengurangi ketidakpastian dengan penyediaan informasi yang akurat untuk memperbaiki proses pembuatan keputusan tersebut. Proses pembuatan keputusan yang berhubungan dengan penyusunan dan penerapan strategi terdiri dari tiga tahapan yang saling berkaitan, yaitu, identifikasi masalah atau peluang, seleksi dan penerapan tindakan, dan evaluasi tindakan. Dengan memberikan informasi yang tepat kepada manajer, penelitian bisnis memainkan peranan penting dengan mengurangi ketidakpastian manajerial dalam setiap tahapan tersebut. (a) Identifikasi Masalah atau Peluang Sebelum strategi disusun, suatu organisasi harus menentukan arah dan bagaimana cara mencapai tujuannya. Penelitian Bisnis dapat membantu manajer dalam merencanakan strateginya dengan cara mengidentifikasi masalah yang terdapat dalam organisasi. Penelitian Bisnis dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk memberikan informasi tentang apa yang terjadi di dalam organisasi atau lingkungannya. Deskripsi tentang aktivitas sosial atau ekonomi yang sedang terjadi dapat memberikan pemahaman bagi manajer untuk membantu mereka dalam menentukan langkah‑langkah penyesuaian yang harus diambil untuk mengantisipasinya. Informasi yang dihasilkan melalui penelitian bisnis juga dapat digunakan untuk mengindikasikan ada atau tidaknya suatu permasalahan. Manajer mungkin mengetahui bahwa alternatif yang tersedia sudah cukup untuk membuat suatu keputusan berdasarkan pengalaman atau intuisi yang terasah selama manajer yang bersangkutan bekerja di perusahaan tersebut, namun sering kali penelitian bisnis dibutuhkan untuk mendapatkan informasi tambahan sehingga sang manajer mendapatkan pemahaman yang lebih baik, akurat, dan mendalam yang menyangkut situasi tertentu. (b) Seleksi dan Penerapan Tindakan Setelah berbagai macam alternatif tindak lanjut terhadap suatu permasalahan diidentifikasikan, penelitian bisnis dapat dilakukan untuk memperoleh informasi spesifik yang dapat membantu mengevaluasi alternatif tersebut dan menyeleksi serta menentukan alternatif tindakan terbaik. Sebagai contoh, sebuah perusahaan sepatu harus memutuskan apakah akan membangun pabrik di Malang. Dalam kasus tersebut, penelitian bisnis dapat dirancang untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam menentukan lokasi mana yang terbaik bagi pendirian perusahaan tersebut. Peluang bisnis dapat dievaluasi dengan menggunakan berbagai jenis kriteria kinerja. Sebagai contoh, perkiraan potensi pasar dapat digunakan oleh manajer untuk mengevaluasi pendapatan yang akan dihasilkan dari setiap alternatif peluang yang tersedia. Salah satu teknis memperhitungkan peluang tersebut adalah dengan meng­gunakan peramalan (forecasting). Peramalan yang baik yang dihasilkan melalui penerapan penelitian bisnis akan menjadi informasi dasar bagi proses perencanaan yang sangat berguna bagi manajer. Tentu saja ketepatan 100% dalam proses peramalan tidak mungkin dida­patkan karena perubahan dalam lingkungan bisnis sering berlangsung dengan cepat. Meskipun demikian, informasi obyektif yang dihasilkan melalui penelitian bisnis untuk meramalkan perubahan lingkungan tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi suatu tindakan khusus yang diperlukan. Lebih jelasnya, rencana yang baik dapat gagal jika tidak diimplementasikan dengan benar. Apa lagi jika rencana tersebut ditetapkan tanpa dasar yang dapat di­pertanggungjawabkan, kemungkinan kegagalan akan lebih besar terjadi dalam penerapannya. (c) Evaluasi Tindakan Setelah suatu tindakan diterapkan, penelitian bisnis dapat digunakan sebagai alat untuk menginformasikan kepada manajer apakah rencana yang telah ditetapkan tersebut telah dilaksanakan dengan baik dan apakah mereka telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Dengan kata lain, penelitian bisnis dapat dilakukan untuk memberikan umpan balik dalam mengevaluasi dan mengendalikan taktik dan strategi yang diambil. Dalam hal ini penelitian bisnis disebut sebagai penelitian evaluasi. Penelitian evaluasi adalah proses pengukuran dan penilaian secara obyektif terhadap seluruh kegiatan yang telah dilakukan. Penelitian evaluasi memberikan informasi tentang faktor‑faktor utama yang mempengaruhi tingkat kinerja kegiatan yang diamati. Pada organisasi nirlaba (non profit) di negara‑negara maju, misalnya pada agen‑agen pemerintah, penelitian evaluasi lebih sering dilakukan. Setiap tahun ribuan studi evaluasi dilakukan untuk memperkirakan efek dari program‑program yang diterapkan untuk masyarakat luas. Misalnya, evaluasi terhadap pemberian buah‑buahan secara gratis bagi siswa sekolah dasar sampai dengan kelas 2 di seluruh wilayah Inggris, evaluasi terhadap program siaran TV untuk anak‑anak, dan sebagainya. Penelitian pemantauan kinerja (performance‑monitoring research) adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu tipe khusus dari penelitian evaluasi, yang secara rutin memberikan umpan balik untuk mengevaluasi dan mengontrol kegiatan bisnis yang sering dilakukan. Sebagai contoh, kebanyakan perusahaan secara kontinyu memantau kegiatan penjualan keseluruhan (wholesale) dan ecerannya untuk mendeteksi lebih awal jika terjadi penurunan penjualan atau kejanggalan lainnya. Penelitian pengendalian kinerja merupakan suatu aspek integral dari program Total Quality Management (TQM). TQM adalah filosofi bisnis yang berkeyakinan bahwa proses manajemen harus berfokus pada pengintegrasian kualitas yang diinginkan konsumen (customer‑driven quality) di seluruh organisasi. TQM menekankan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) terhadap kualitas produk dan jasa. Manajer berusaha untuk memperbaiki delivery atau layanan lainnya untuk menjaga perusahaan tetap dapat bersaing. Ketika analisis kinerja menunjukkan bahwa segalanya tidak berjalan seperti yang direncanakan, penelitian bisnis dibutuhkan untuk menjelaskan mengapa sesuatu "berjalan salah". Informasi terperinci tentang kesalahan tertentu atau kegagalan harus selalu dicari. Implementasi program TQM membutuhkan pengukuran yang lebih luas. Seperti secara rutin bertanya kepada pelanggan untuk mengetahui keinginannya, untuk mengukur laju perkembangan perusahaan terhadap pesaingnya, mengukur perilaku pekerja, dan memantau kinerja perusahaan terhadap benchmark standar. Hal ini memerlukan banyak sekali Penelitian Bisnis. Karena itu, Penelitian Bisnis yang dilakukan terhadap pelanggan eksternal dan penelitian bisnis internal dengan memanfaatkan pekerja dalam organisasi merupakan komponen penting dari program TQM. 2.4.5. Kapan Penelitian Bisnis Dibutuhkan Seorang manajer menghadapi permasalahan ketika akan menentukan kapan harus melakukan penelitian, apa yang harus disurvei, berapa biaya yang signifikan untuk dikeluarkan, dan sebagainya. Penentuan perlu tidaknya dan sejauh mana Penelitian Bisnis harus dilakukan didasarkan pada kendala waktu, ketersediaan data, sifat dari keputusan yang harus dibuat, dan nilai informasi dari penelitian bisnis dibandingkan dengan biayanya. (a) Kendala Waktu Penelitian membutuhkan waktu sedangkan dalam beberapa hal keputusan harus dibuat dengan segera, sehingga tidak tersedia waktu yang memadai untuk melakukan penelitian. Sebagai konsekuensinya, keputusan terkadang dibuat tanpa informasi yang cukup atau tidak didasarkan pada pengertian menyeluruh dari situasi yang ada. Salah satu kiat untuk mengatasi hal ini adalah dengan membuat agenda penelitian yang terencana dilengkapi dengan pangkalan data (database) yang komplit termasuk penyediaan paket‑paket pengolahan data yang standar, jenis‑jenis kuesioner yang harus disebarkan, dan sebagainya. (b) Ketersediaan Data Ketika informasi yang mencukupi tidak tersedia, maka penelitian harus dipertimbangkan. Manajer harus bertanya pada diri mereka sendiri "Akankah penelitian yang dilakukan. mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan tentang keputusan ini?" jika data tidak tersedia, penelitian tidak dapat dilakukan. Selain itu, jika sumber data diketahui, manajer selanjutnya harus mengetahui berapa biaya untuk memperoleh data tersebut, bagaimana proses mendapatkannya, dan sebagainya. (c) Sifat Keputusan Nilai penelitian bisnis tergantung pada sifat keputusan manajerial yang dibuat. Keputusan operasional yang rutin seharusnya tidak memerlukan penelitian bisnis yang dirancang khusus. Tingkat keputusan yang lebih taktis dan lebih strategis membutuhkan penelitian bisnis secara terencana. (d) Manfaat dan Biaya Dalam beberapa situasi pada proses pembuatan keputusan, manajer harus mengidentifikasi alternatif‑alternatif tindakan dengan mem­pertimbangkan nilai setiap alternatif terhadap biayanya. Pada saat harus memutuskan dua alternatif, yaitu antara membuat keputusan tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu atau menangguhkan keputusan dan melakukan penelitian bisnis, manajer seharusnya memper­tanyakan, Apakah investasi untuk penelitian tersebut akan ada nilainya?, Akankan informasi dari penelitian bisnis memperbaiki kualitas keputusan?, Apakah pengeluaran untuk penelitian yang diusulkan sepadan de­ngan dana yang dikeluarkan?. Kriteria untuk menentukan kapan sebaiknya penelitian bisnis dilakukan disajikan pada Gambar 1. Kendala waktu Ketersediaan data Sifat keputusan Manfaat vs Biaya Apakah tersedia cukup waktu sebelum keputusan manajerial harus dibuat? Ya Apakah informasi yang didapat cukup untuk membuat keputusan? Ya Apakah keputusan tersebut sangat strategis atau taktis? Ya Apakah nilai informasi dari penelitian melebihi biaya untuk melakukan penelitian? Ya Lakukan penelitian bisnis Tidak Tidak Tidak Tidak Penelitian Bisnis Seharusnya tidak dilakukan Gambar 1. Penentuan Kapan seharus dilakukan penelitian bisnis 2.4.6. Tahapan Penelitian Bisnis Tahapan penelitian bisnis pada dasarnya mengikuti pola umum penelitian yang terdiri dari berbagai tahap. Dalam pelaksanaannya, tahap‑tahap dalam proses penelitian tersebut dapat saling tumpang‑tindih dan memiliki fungsi yang saling ber­kaitan. Kadang‑kadang tahap tertentu bahkan sudah rampung se­belum tahap yang mendahuluinya selesai dilakukan. Bahasan rinci tentang tahapan penelitian bisnis disajikan pada bab-bab berikutnya. (a) Mengidentifikasi Masalah: tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam penelitian, karena semua jalannya penelitian akan dituntun oleh perumusan masalah. Tanpa perumusan masalah yang jelas, maka peneliti akan kehilangan arah dalam melakukan penelitian. (b) Membuat Hipotesis: Hipotesis merupakan jawaban sementara dari persoalan yang diteliti. Perumusan hipotesis biasanya dibagai menjadi tiga tahapan: (i) tentukan hipotesis penelitian yang didasari oleh asumsi penulis terhadap hubungan peubah yang sedang diteliti, (ii) tentukan hipotesis operasional yang terdiri dari Hipotesis 0 (H0) dan (iii) Hipotesis 1 (H1). H0 bersifat netral dan H1 bersifat tidak netral. Perlu diketahui bahwa tidak semua penelitian memerlukan hipotesis, seperti misalnya penelitian deskriptif. (c) Studi Pustaka: Pada tahapan ini peneliti melakukan apa yang disebut dengan kajian pustaka, yaitu mempelajari buku-buku referensi dan hasil penelitian sejenis sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Tujuannya ialah untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah. (d) Mengidentifikasi dan Menamai Peubah: Melakukan identifikasi dan menamai peubah merupakan salah satu tahapan yang penting karena hanya dengan mengenal peubah yang sedang diteliti seorang peneliti dapat memahami hubungan dan makna peubah-peubah yang sedang diteliti. (e) Membuat Definisi Operasional: Definisi operasional adalah definisi yang menjadikan peubah-peubah yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran peubah-peubah tersebut. Definisi operasional memungkinan sebuah konsep yang bersifat abstrak dijadikan suatu yang operasional sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan pengukuran. (f) Memanipulasi dan Mengontrol Peubah: Memanipulasi peubah ialah memberikan suatu perlakuan pada peubah bebas dengan tujuan peneliti dapat melihat efeknya bagi peubah tergantung atau peubah yang dipengaruhinya. Mengontrol peubah ialah melakukan kontrol terhadap peubah tertentu dalam penelitian agar peubah tersebut tidak mengganggu hubungan antara peubah bebas dan peubah tergantung. (g) Menyusun Rancangan Penelitian: Rancangan penelitian khususnya dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif merupakan alat dalam penelitian dimana seorang peneliti tergantung dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian yang sedang dilakukan. Rancangan penelitian bagaikan alat penuntun bagi peneliti dalam melakukan proses penentuan instrumen pengambilan data, penentuan sampel, koleksi data dan analisisnya. Tanpa rancangan yang baik maka penelitian yang dilakukan akan tidak mempunyai validitas yang tinggi. (h) Mengidentifikasi dan Menyusun Alat Observasi dan Pengukuran: Tahap dimana seorang peneliti harus melakukan identifikasi alat apa yang sesuai untuk mengambil data dalam hubungannya dengan tujuan penelitannya. Pada penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif biasanya peneliti menggunakan kuesioner. Mengidentifikasi pengukuran maksudnya peneliti melakukan identifikasi skala pengukuran apa yang akan digunakan untuk mengukur peubah yang diteliti yang sesuai dengan jenis data yang ada atau yang akan dicari. (i) Membuat Kuesioner dan Jadwal Wawancara: Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, kuesioner merupakan salah satu alat yang penting untuk pengambilan data; oleh karena itu, peneliti harus dapat membuat kuesioner dengan baik. Cara membuat kuesioner dapat dibagi dua, yaitu dari sisi format pertanyaan dan model jawaban. Disamping kuesioner, alat pengambilan data juga dapat dilakukan dengan wawancara. Cara-cara melakukan wawancara diatur secara sistematis agar dapat memperoleh informasi dan/atau data yang berkualitas dan sesuai dengan yang diinginkan oleh peneliti.  (j) Melakukan Analisis Statistik: Salah satu ciri yang menonjol dalam penelitian yang menggunanakan pendekatan kuantitatif ialah adanya analisis statistik. Analisis statistik digunakan untuk membantu peneliti mengetahui makna hubungan antar peubah. Sampai saat ini, analisis statistik merupakan satu-satunya alat yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk menghitung besarnya hubungan antar peubah, untuk memprediksi pengaruh peubah bebas terhadap peubah tergantung, untuk melihat besarnya pesentase atau rata-rata besarnya suatu peubah yang diukur. Dengan berkembangnya teknologi komputer yang semakin canggih dan dituntutnya melakukan penelitian secara lebih cepat serta kemungkinan besarnya jumlah data, maka seorang peneliti memerlukan bantuan komputer untuk melakukan analisis data. Banyak perangkat lunak yang telah dikembangkan untuk membantu peneliti dalam melakukan analisis data, baik yang bersifat pengelohan data maupun analisisnya. Salah satu program yang popular ialah program SPSS. (k) Menulis Laporan Hasil Penelitian: Tahap terakhir dalam penelitian ialah membuat laporan mengenai hasil penelitian secara tertulis. Laporan secara tertulis perlu dibuat agar peneliti dapat mengkomunikasikan hasil penelitiannya kepada para pembaca atau penyandang dana. 2.4.7. Topik‑Topik Utama Penelitian Bisnis Begitu beragamnya permasalahan yang dihadapi oleh organisasi bisnis saat ini. Pertanyaannya adalah: aspek apa saja dalam organisasi bisnis tersebut yang harus diteliti untuk memperbaiki kualitas keputusan‑keputusan bisnis? Tabel 1 berikut ini memuat daftar topik utama dalam penelitian bisnis yang sering dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Tentu saja topik penelitian yang akan dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan riil tiap perusahaan dengan mempertimbangkan kondisi masing‑masing. Tabel 1. Topik‑topik Utama Penelitian Bisnis Penelitian Bisnis Secara Umum, Peramalan jangka pendek dan panjang Ekonomi dan Perusahaan Kajian kecenderungan bisnis dan industri Kajian inflasi dan tingkat harga Kajian lokasi pabrik dan gudang Kajian akuisisi perusahaan Penelitian Finansial dan Akuntansi Peramalan kecenderungan tingkat suku bunga bank Prediksi nilai tukar, pinjaman, dan harga komoditas Alternatif pembentukan modal Kajian untuk merger dan akuisisi Kajian trade-off antara risiko dan keuntungan Dampak Pajak Penelitian pada lembaga keuangan non Bank Kajian Tingkat Pengembalian yang diharapkan Modal Risiko Kredit Analisis Ongkos Penelitian Manajemen Manajemen Kualitas Terpadu (TQM) Produksi, Personalia dan Moral dan kepuasan kerja Perilaku Organisasi Gaya kepemimpinan Produktivitas tenaga kerja Efektivitas organisasi Kajian struktur organisasi Tingkat absensi karyawan & keluar-masuk karyawan Iklim organisasi Komunikasi dalam organisasi Kajian lingkungan fisik pekerja Kajian manajemen logistik Penelitian Penjualan dan Pengukuran potensi pasar Pemasaran Analisis pangsa pasar Kajian seginentasi pasar Analisis penjualan Penetapan kuota penjualan Kajian saluran distribusi Pengujian konsep produk baru Kajian pengujian pasar Penelitian periklanan Perilaku pembeli Studi kepuasan pelanggan 2.4.8. Penelitian Pemasaran (a) Esensi dan Arti Penelitian Pemasaran Persaingan bisnis tidak bisa dihindari. Masing-masing perusahaan ingin menguasai pasar dan mengalahkan pesaingnya. Disisi lain tiap-tiap pebisnis ingin eksis, survival, maju dan berkembang. Lingkungan bisnis cepat sekali berubah. Tuntutan konsumen semakin tinggi, baik mengenai kualitas produk maupun pelayanan. Pemasaran merupakan ujung tombak bisnis perusahaan, karena pemasaran bersentuhan langsung dengan para konsumen. Melalui pemasaran merupakan pintu masuk aliran kas, karena hanya melalui pemasaranlah perusahaan dapat menghasilkan uang. Siapa yang menang dalam strategi pemasaran, dialah yang menjadi juara dan leader. Para CEO (Chief Executive Officer), pimpinan perusahaan dan manajer memerlukan informasi yang akurat dalam pengambilan keputusan. Informasi dapat dihasilkan dari Penelitian pemasaran. Informasi dari Penelitian pemasaran dapat menjadi intelijen pemasaran dalam decision support system perusahaan. Penelitian pemasaran merupakan rencana yang sistemastis dan obyektif terhadap pengembangan penyediaan informasi untuk proses pengambilan keputusan dalam manajemen pemasaran. (b) Jaringan Pemasaran (Marketing Net Working) Pemasaran merupakan mesin uang perusahaan, karena hanya melalui aktivitas pemasaranlah perusahaan dapat mendatangkan uang. Sebagai tulang punggung perusahaan, pemasaran bersentuhan langsung dengan para konsumen dan berbagai pihak di luar perusahaan, seperti dengan para distributor, pesaing, masyarakat dan lain-lain. Pihak-pihak yang terkait dalam jaringan aktivitas pemasaran dapat diketahui dari gambar di bawah ini: Jaringan Aktivitas Pemasaran Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa banyak pihak yang terkait dengan fungsi pemasaran, yaitu di samping konsumen, ada para perantara, pesaing, perusahaan lain, supplier, pemerintah dan masyarakat umum. Interaksi yang terjadi antar komponen dijaringan pemasaran, baik pihak internal perusahaan maupun eksternal dapat menjadi sumber informasi bagi pimpinan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu setiap hubungan dijaringan pemasaran dapat pula dijadikan topik dalam penelitian pemasaran. (c) Aktivitas Pemasaran (Marketing Activities) Aktivitas pemasaran pada umumnya dapat berupa kebijakan 4PS yaitu di bidang produk (product), harga (pricing), promosi (promotion), distribusi (place) dan pelayanan (service). Seluruh aktivitas/program pemasaran pada akhirnya akan bermuara pada kinerja pemasaran (marketing performance) yang dicapai. Evaluasi aktivitas pemasaran akan dikaitkan dengan kinerja pemasaran. Ketidak sesuaian rencana/target antara aktivitas/program pemasaran dengan kinerja akan dapat merupakan masalah pemasaran. Dengan demikian setiap permasalahan tersebut dapat dijadikan dasar dalam penelitian pemasaran. Hubungan antara aktivitas pemasaran dengan kinerja dapat dilihat seperti gambar di bawah ini: Dengan mengkaitkan beberapa aktivitas pemasaran, seperti contoh dibahaw ini, dengan beberapa kinerja pemasaran (marketing performance) maka akan dapat dibuat judul-judul penelitian, misalnya: 1. Pengaruh diferensisi produk pada volume penjualan 2. Pengaruh desain produk terhadap jumlah pelanggan 3. Pengaruh kemasan produk pada peningkatan penjualan 1. Pengaruh diskriminasi harga terhadap penjualan 2. Pengaruh pemberian diskon terhadap pangsa pasar 3. Pengaruh perubahan harga terhadap sikat konsumen 1. Aktivitas iklan dalam upaya peningkatan penjualan 2. Pengaruh promosi penjualan terhadap pangsa pasar 3. Hubungan publisitas dan perbaikan citra perusahaan 4. Persepsi konsumen terhadap pesan iklan 1. Efisiensi saluran pemasaran 2. Penentuan jumlah saluran pemasaran 3. Strategi saluran pemasaran dalam mencapai target penjualan 1. Evaluasi kualitas pelayanan dikaitkan dengan kepuasan konsumen 2. Hubungan kualitas pelayanan dengan jumlah konsumen 3. Sikap konsumen terhadap kualitas pelayanan III. PENDEFINISIAN MASALAH 3.1. Pengertian Penelitian umumnya selalu diawali dengan sebuah permasalahan yang muncul karena peneliti mengamati fenomena di lingkungan sekitarnya. Kemampuan ini sangat tergantung dengan kejelian peneliti yang biasanya dipengaruhi oleh pengalaman, kecerdasan, kreativitas dan penguasaan peneliti terhadap bidang terapan yang bersangkutan dengan masalah tersebut. Sebelum peneliti melakukan perancangan penelitian lebih jauh, peneliti harus mampu mengungkapkan permasalahan dalam bahasa yang lugas dan operatif. Pendefinisian masalah untuk diteliti merupakan tahap yang penting dalam melakukan penelitian, karena pada hakikatnya seluruh proses penelitian yang dijalankan adalah untuk menjawab pertanyaan yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam tahap pendefinisian masalah, hal pertama yang harus menjadi fokus utama aktivitasnya adalah 'penemuan' permasalahan yang dihadapi perusahaan, baru kemudian pendefinisian masalah itu sendiri. Hal ini disebabkan karena seringkali peneliti belum memiliki gambaran yang jelas tentang permasalahan yang dihadapi tetapi baru menangkap gejalanya. Sebagai contoh, pihak manajemen menyadari bahwa keuntungan perusahan saat ini sedang mengalami penurunan tetapi belum mengetahui secara pasti apa penyebab penurunan tersebut. Apakah disebabkan oleh kurang gencarnya promosi / iklan, adanya pesaing baru, kualitas pelayanan yang kurang ramah, atau sebab‑sebab lain. Oleh karena itu pada tahap ini sebaiknya pernyataan permasalahan diungkapkan dengan jelas untuk menjaring berbagai alternatif penelitian yang mungkin berkorelasi dengan permasalahan itu. 3.2. Kriteria Masalah 1. Masalah sebaiknya mencerminkan hubungan dua peubah atau lebih, karena pada prakteknya peneliti akan mengkaji pengaruh satu peubah tertentu terhadap peubah lainnya. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui ada dan tidaknya pengaruh “gaya kepemimpinan” (peubah satu) terhadap “kinerja karyawan” (peubah dua). Jika seorang peneliti hanya menggunakan satu peubah dalam merumuskan masalahnya, maka yang bersangkutan hanya melakukan studi deskriptif, misalnya “Gaya kepemimpinan di perusahaan X”. Dalam hal ini, peneliti hanya akan melakukan studi terhadap gaya kepemimpinan yang ada tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan tersebut. Contoh: Hubungan antara motivasi karyawan dan prestasi kerja: Motivasi: peubah satu; prestasi kerja: varaibel dua. 2. Masalah harus dirumuskan secara jelas dan tidak bermakna ganda atau memungkinkan adanya tafsiran lebih dari satu dan dapat dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Contoh: (a) Apakah ada hubungan antara promosi dengan volume penjualan? peneliti ingin mengkaji hubungan peubah promosi dengan peubah volume penjualan (b) Apakah warna sepeda motor Honda mempengaruhi minat beli konsumen? peneliti ingin melakukan studi tentang hubungan peubah “warna sepeda motor Honda” dengan peubah “minat beli” (c) Apakah desain produk telepon seluler mempengaruhi keputusan membeli konsumen? peneliti akan mengkaji hubungan antar peubah “desain produk telepon seluler” dengan peubah “keputusan membeli”. (d) Apakah ada hubungan antara minat baca dengan tingginya indeks prestasi? peneliti akan mengkaji hubungan antar peubah “minat baca” dengan “indeks prestasi”. 3. Masalah harus dapat diuji dengan menggunakan metode empiris, yaitu dimungkinkan adanya pengumpulan data yang akan digunakan sebagai bahan untuk menjawab masalah yang sedang dikaji. Tujuan utama pengumpulan data ialah untuk membuktikan bahwa masalah yang sedang dikaji dapat dijawab jika peneliti melakukan pencarian dan pengumpulan data. Dengan kata lain masalah memerlukan jawaban, jawaban didapatkan setelah peneliti mengumpulkan data di lapangan dan jawaban masalah merupakan hasil penelitian. 4. Masalah tidak boleh merepresentasikan masalah posisi moral dan etika. Sebaiknya peneliti menghindari masalah-masalah yang berkaitan dengan idealisme atau nilai-nilai, karena masalah tersebut lebih sulit diukur dibandingkan dengan masalah yang berhubungan dengan sikap atau kinerja. Misalnya, akan dihadapkan pada kesulitan mengukur masalah-masalah seperti: (a) haruskah semua mahasiswa tidak mencontek dalam ujian?, (b) haruskah semua mahasiswa rajin dalam belajar? Akan lebih baik kalau masalah tersebut dijadikan dalam bentuk seperti hubungan antara kesiapan ujian dan nilai yang diraih, pengaruh kerajinan mahasiswa terhadap kecepatan kelulusan. 3.3. Strategi Pendefinisian Masalah Salah satu cara untuk membuat perumusan masalah yang baik ialah dengan melakukan proses penyempitan masalah dari yang sangat umum menjadi lebih khusus dan pada akhirnya menjadi masalah yang spesifik dan siap untuk diteliti. Berikut ini contoh cara menyempitkan masalah yang berkaitan dengan penelitian dalam dunia bisnis. 1. Mengenali suatu gejala: Munculnya rasa ketidakpuasan diantara para programmer komputer di suatu perusahaan tertentu. Penghasilan perusahaan tersebut terus meningkat dengan baik selama lima tahun terakhir ini. Keluhan-keluhan secara lisan telah diterima dari para karyawan mengenai struktur penggajian yang dianggap sudah tidak memadai lagi. 2. Identifikasi Masalah (a) Melakukan evaluasi terhadap data internal dan eksternal dengan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: Memantau ketidakpuasan tersebut dan penyebaran informasi penghasilan perusahaan Melacak apakah pernah ada rasa ketidakpuasan muncul di masa-masa lalu. Mencari literatur/acuan yang membahas masalah yang mirip dengan kejadian di perusahaan tersebut dengan masalah di perusahaan lain. (b) Melakukan isolasi area masalah Pihak manajemen tidak mempunyai perencanaan alokasi penggajian yang konsisten Berdasarkan wawancara di luar diketahui adanya ketidakpuasan terhadap sistem penggajian Pihak direksi telah menginventarisasi keluhan-keluhan dari karyawan mengenai adanya diskriminasi penggajian. Gambar di bawah ini mengilustrasikan proses penyaringan mulai dari yang umum sampai dengan masalah yang khusus. Masalah dimulai dari adanya pemikiran concern manajerial yang sedang dihadapi atau yang akan dihadapi, kemudian masalah pemikiran tersebut dipersempit menjadi proses penyaringan perumusan masalah dan pada tahap ketiga menjadi penyaringan pemilihan masalah yang akan diteliti dengan disertai tujuan penelitiannya. 3.4. Pertimbangan Khusus dalam Memilih Masalah yang akan Diteliti Dalam melakukan pemilihan masalah dapat mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Dapat Dilaksanakan: Jika dipilih masalah tertentu, maka pertanyaan-pertanyaan di bawah ini bermanfaat untuk dicek ulang apakah penelitian dengan masalah yang telah ditentukan dapat dilakukan atau tidak: (i) apakah masalah tersebut dalam jangkauan peneliti? (ii) apakah peneliti mempunyai cukup waktu untuk melakukan penelitian dengan persoalan tersebut? (iii) apakah peneliti akan mendapatkan akses untuk memperoleh sampel yang akan digunakan sebagai responden sebagai sumber data dan informasi.? (iv) apakah peneliti mempunyai alasan khusus sehingga dia percaya akan dapat memperoleh jawaban dari masalah yang dirumuskan? (v) apakah metode yang diperlukan sudah dikuasai? 2. Jangkauan Penelitiannya: Apakah masalahnya cukup memadai untuk diteliti? Apakah jumlah peubahnya sudah cukup? Apakah jumlah datanya cukup untuk dilaporkan secara tertulis? 3. Keterkaitan: Apakah peneliti tertarik dengan masalah tersebut dan cara pemecahannya? Apakah masalah yang diteliti berkaitan dengan latar belakang pengetahuan atau pekerjaan peneliti? Jika peneliti melakukan penelitian dengan masalah tersebut apakah peneliti akan mendapatkan nilai tambah bagi pengembangan diri peneliti itu sendiri? 4. Nilai Teoritis: Apakah masalah yang akan diteliti akan mengurangi adanya kesenjangan teori yang ada? Apakah pihak-pihak lain, seperti pembaca atau pemberi dana akan mengakui kepentingan studi ini? Apakah hasil penelitiannya nanti akan memberikan sumbangan pengetahuan terhadap ilmu yang dipelajari? Apakah hasil penelitiannya layak dipublikasikan?. Untuk menjawab hal ini peneliti perlu mempelajari buku-buku referensi dan hasil penelitian sejenis sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Tujuannya ialah untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah. 5. Nilai Praktis: Apakah hasil penelitiannya nantinya akan ada nilai-nilai praktis bagi para praktisi di bidang yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti? 3.5. Rumusan Masalah dan Hipotesis Merumuskan permasalahan dengan menyusun pertanyaan penelitian (research questions) dan membuat hipotesis yang akan diuji akan menambah kejelasan permasalahan yang dihadapi. Sebagai contoh, perusahaan membuat penyataan sebagai berikut untuk mendefinisikan permasalahan pelatihan: 1. Permasalahan yang dihadapi adalah menentukan cara terbaik untuk melatih pengguna komputer yang dipasarkan. 2. Permasalahan tersebut melatarbelakangi pertanyaan penelitian berikut ini: (a) Seberapa jauh karyawan yang akan diterjunkan sebagai pelatih menguasai penggunaan software aplikasi untuk komputerl tersebut? (b) Bagaimana sikap para karyawan pelatih penggunaan software itu? (c) Faktor‑faktor apa yang akan dipertimbangkan dalam mengevaluasi penggunaan komputer personal? (d) Seberapa efektif pelatihan yang dilakukan ini akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para pengguna komputer? Setelah masalah dirumuskan, maka langkah berikutnya ialah merumuskan hipotesis. Sebuah hipotesis merupakan proposisi yang belum terbukti atau alternatif pemecahan yang mungkin dari suatu permasalahan. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang sedang diteliti. Pernyataan permasalahan dan hipotesis merupakan dua hal yang mirip. Keduanya saling berkait, tetapi pernyataan permasalahan sering dinyatakan dalam struktur pertanyaan sedangkan hipotesis dinyatakan sebagai sebuah deklarasi. Perbedaan utamanya adalah hipotesis sering lebih spesifik daripada pernyataan permasalahan dan biasanya lebih dekat dengan pengujian dan pelaksanaan penelitian. Hipotesis merupakan pernyataan yang secara empiris dapat diuji. Hipotesis mempunyai karakteristik (a) harus mengekpresikan hubungan antara dua varibel atau lebih, (b) harus dinyatakan secar jelas dan tidak bermakna ganda, dan (c) harus dapat diuji, maksudnya ialah memungkinkan untuk diungkapkan dalam bentuk operasional yang dapat dievaluasi berdasarkan data. Namun demikian, perlu diketahui bahwa tidak semua penelitian memerlukan hipotesis, seperti misalnya penelitian deskriptif. Dikenal 3 macam hipotesis, yaitu (a) Hipotesis penelitian ialah hipotesis yang dibuat dan dinyatakan dalam bentuk kalimat. Contoh: (a) Ada hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan, (b) Ada hubungan antara promosi dan volume penjualan (b) Hipotesis operasional ialah hipotesis yang secara operasional mendefinisikan peubah-peubah yang ada di dalamnya agar dapat dioperasionalisasikan. Misalnya gaya kepemimpinan dioperasionalisasikan sebagai cara memberikan instruksi terhadap bawahan. Kinerja karyawan dioperasionalisasikan sebagai tinggi/ rendahnya pemasukan perusahaan. Hipotesis operasional dibagi menjadi dua, yaitu hipotesis 0 yang bersifat netral dan hipotesis 1 yang bersifat tidak netral. Bunyi hipotesisnya: H0: Tidak ada hubungan antara cara memberikan instruksi terhadap bawahan dengan tinggi/rendahnya pemasukan perusahaan. H1: Ada hubungan antara cara memberikan instruksi terhadap bawahan dengan tinggi/ rendahnya pemasukan perusahaan. (c) Hipotesis statistik ialah hipotesis operasional yang diterjemahkan kedalam bentuk angka-angka statistik sesuai dengan alat ukur yang dipilih oleh peneliti. Dalam contoh ini asumsi kenaikan pemasukan sebesar 30%, maka hipotesisnya berbunyi sebagai berikut: H0: P = 0,3: H1: P ¹ 0,3. Berikut ini contoh‑contoh hipotesis: Terdapat hubungan positif antara belanja lewat Internet dengan hadirnya anak kecil di dalam sebuah keluarga. Pemimpin partai lebih dipengaruhi oleh berita media masa para anggotanya. Manajer dengan latar belakang pendidikan seni akan kurang memperhatikan angka‑angka akuntansi dibandingkan dengan yang berlatar belakang pendidikan Magister Manajemen. IV. IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN PEUBAH   4.1. Definisi Peubah (variable) ialah sesuatu yang berbeda atau bervariasi. Penekanan kata sesuatu yaitu simbol atau konsep yang diasumsikan sebagai seperangkat nilai-nilai. Definisi tersebut akan lebih jelas bila diberi contoh sebagai berikut: (a) hubungan antara kecerdasan dengan prestasi belajar, (b) pengaruh warna terhadap minat beli sepeda motor, (c) hubungan antara promosi dengan volume penjualan. Contoh-contoh peubah ialah: kecerdasan, prestasi belajar, warna, minat beli, promosi dan volume penjualan   4.2. Tipe Peubah 4.2.1. Peubah Bebas (Independent Variable) Peubah bebas merupakan peubah stimulus atau peubah yang mempengaruhi peubah lain. Peubah bebas merupakan peubah yang faktornya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi. Pada contoh di atas, “warna” adalah peubah bebas yang dapat dimanipulasi dan dilihat pengaruhnya terhadap “minat beli”, misalnya apakah warna merah sepeda motor dapat menimbulkan minat beli konsumen terhadap sepeda motor tersebut. 4.2.2. Peubah Tergantung (Dependent Variable) Peubah tergantung adalah peubah yang memberikan reaksi / respon jika dihubungkan dengan peubah bebas. Peubah tergantung adalah adalah peubah yang faktornya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh peubah bebas. Pada contoh pengaruh warna terhadap minat beli sepeda motor, maka peubah tergantungnya ialah “minat beli”. Seberapa besar pengaruh warna merah terhadap minat beli konsumen terhadap sepeda motor tersebut. Untuk meyakinkan pengaruh peubah bebas warna merah terhadap minat beli maka warna merah dapat diganti dengan warna peubah bebas membuktikan adanya hubungan antara peubah bebas warna dan minat beli konsumen. 4.2.3. Hubungan Antara Peubah Bebas dan Peubah Tergantung Pada umumnya orang melakukan penelitian dengan menggunakan peubah bebas dan peubah tergantung. Kedua peubah tersebut kemudian dicari hubungannya. Contoh 1 Hipotesis penelitian: Ada hubungan antara “gaya kepemimpinan” dengan “kinerja” karyawan Peubah bebas: gaya kepemimpinan Peubah tergantung: kinerja Gaya kepemimpinan mempunyai hubungan dengan kinerja karyawan, misalnya gaya kepemimpinan yang sentralistis akan berdampak terhadap kinerja karyawan secara berbeda dengan gaya kepemimipinan yang bersifat delegatif. Contoh 2 Hipotesis penelitian: Ada hubungan antara promosi dengan volume penjualan Peubah bebas: promosi Peubah tergantung: volume penjualan Promosi mempunyai hubungan dengan ada dan tidaknya peningkatan volume penjualan di perusahaan tertentu. 4.2.4. Peubah Moderat (Moderate Variable) Peubah moderat adalah peubah bebas kedua yang sengaja dipilih oleh peneliti untuk menentukan apakah kehadirannya berpengaruh terhadap hubungan antara peubah bebas pertama dan peubah tergantung. Peubah moderat merupakan peubah yang faktornya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk mengetahui apakah peubah tersebut mengubah hubungan antara peubah bebas dan peubah tergantung. Pada kasus adanya hubungan antara warna sepeda motor dengan minat beli, peneliti memilih peubah moderatnya ialah “harga”. Dengan dimasukannya peubah moderat harga, peneliti ingin mengetahui apakah besaran hubungan kedua peubah tersebut berubah. Jika berubah maka keberadaan peubah moderat berperan, sedang jika tidak berubah maka peubah moderat tidak mempengaruhi hubungan kedua peubah yang diteliti. Contoh lain: Hipotesis: Ada hubungan antara promosi di media televisi dengan meningkatnya kesadaran merek telepon seluler Samsung di kalangan konsumen Peubah bebas: promosi Peubah tergantung: kesadaran merek Peubah moderat: media promosi 4.2.5. Peubah Kontrol (Control Variable) Dalam penelitian peneliti selalu berusaha menghilangkan atau menetralkan pengaruh yang dapat menganggu hubungan antara peubah bebas dan peubah tergantung. Suatu peubah yang pengaruhnya akan dihilangkan disebut peubah kontrol. Peubah kontrol didefinisikan sebagai peubah yang faktornya dikontrol oleh peneliti untuk menetralisasi pengaruhnya. Jika tidak dikontrol peubah tersebut akan mempengaruhi gejala yang sedang dikaji. Contoh: Hipotesis: ada pengaruh kontras warna baju terhadap keputusan membeli di kalangan wanita Peubah bebas: kontras warna Peubah tergantung: keputusan membeli Peubah kontrol: wanita (jenis kelamin) Pada kasus penelitian di atas peubah kontrolnya jenis kelamin wanita. Asumsi peneliti hanya wanita saja yang terpengaruh kontras warna baju jika mereka ingin membelinya. 4.2.6. Peubah pengganggu (Intervening Variable) Peubah bebas, tergantung, kontrol dan moderat merupakan peubah-peubah kongkrit. Ketiga peubah tersebut dapat dimanipulasi oleh peneliti dan pengaruh ketiga peubah tersebut dapat dilihat atau diamati. Lain halnya dengan peubah pengganggu, peubah ini tersebut bersifat hipotetikal artinya secara kongkrit pengaruhnya tidak kelihatan, tetapi secara teoritis dapat mempengaruhi hubungan antara peubah bebas dan tergantung yang sedang diteliti. Oleh karena itu, peubah pengganggu didefinisikan sebagai peubah yang secara teoritis mempengaruhi hubungan peubah yang sedang diteliti tetapi tidak dapat dilihat, diukur, dan dimanipulasi; pengaruhnya harus disimpulkan dari pengaruh-pengaruh peubah bebas dan peubah moderat terhadap gejala yang sedang diteliti. Contoh: Hipotesis:Jika minat terhadap tugas meningkat, maka kinerja mengerjakan tugas tersebut akan semakin meningkat Peubah bebas: minat terhadap tugas Peubah tergantung: kinerja dalam mengerjakan tugas Peubah penganggu: proses belajar yang diberikan oleh dosen, maka hasilnya akan baik. Besar kecilnya kinerja dipengaruhi oleh minat; sekalipun demikian hasil akhir pengerjaan tugas tersebut dipengaruhi oleh faktor mahasiswa belajar atau tidak terlebih dahulu dalam mengerjakan tugas tersebut. Dengan minat yang tinggi dan persiapan belajar yang baik, maka kinerjanya akan semakin besar. Contoh 2: Hipotesis: Layanan yang baik mempengaruhi kepuasan pelanggan Peubah bebas: layanan yang baik Peubah tergantung: kepuasan pelanggan Peubah pengganggu: kualitas jasa / produk Pada umumnya layanan yang baik akan memberikan kepuasan yang tinggi terhadap pelanggan; sekalipun demikian kualitas jasa akan mempengaruhi hubungan peubah layanan dengan peubah kepuasan. Layanan baik belum tentu memberikan kepuasan kepada pelanggan jika kualitas jasanya atau produknya rendah. Misalnya sebuah toko sepatu memberikan layanan yang baik kepada pelanggannya. Ketika seorang pembeli mengetahui bahwa sepatunya sobek pada bagian tertentu maka tingkat kepuasannya akan turun. 4.2.7. Skema Hubungan Peubah Skema hubungan antar peubah menunjukkan adanya pengaruh peubah bebas, moderat, kontrol dan pengganggu terhadap peubah tergantung. Skema di bawah ini merupakan model pertama oleh Tuckman pada tahun 1978, yang dapat dibaca sebagai berikut: fokus utama adalah peubah bebas dan peubah tergantung, peneliti dapat juga mempertimbangkan peubah-peubah lainnya yaitu peubah moderat dan peubah kontrol. Hubungan peubah bebas dengan variabeetergantung melalui suatu label yang disebut peubah pengganggu. Peubah ini bersifat hipotetikal, artinya secara fakta tidak nampak tetapi secara teoritis ada dan mempengaruhi hubungan antara peubah bebas dan tergantung.                 Contoh Kasus Mengukur metode dalam pelatihan terhadap prestasi karyawan baru. Asumsi peneliti ialah ada peubah-peubah lain yang mempengaruhi, yaitu kepribadian karyawan baru, jenis kelamin dan sarana formalitas di ruang latihan. Peubah bebas: Metode Peubah tergantung: prestasi latihan Peubah moderator: kepribadian karyawan baru Peubah kontrol: jenis kelamin Peubah pengganggu: sarana formalitas di ruang latihan Keterangan dari kasus di atas adalah sebagai berikut: Peneliti ingin mengetahui ada dan tidaknya pengaruh metode pelatihan dengan prestasi karyawan baru yang dilatih. Metode pelatihan merupakan peubah bebas dan prestasi karyawan merupakan peubah tergantung. Peneliti juga mempertimbangkan adanya faktor lain yang mempengaruhi hubungan dua peubah tersebut, yaitu kepribadian karyawan. Peubah kepribadian karyawan sengaja dipilih untuk menentukan apakah kehadirannya mempengaruhi hubungan antara peubah bebas dan peubah tergantung. Peneliti bermaksud menetralisasi kemungkinan berpengaruhnya faktor jenis kelamin, oleh karena itu jenis kelamin akan dikontrol sebagai peubah kontrol. Tujuannya ialah menghilangkan kemungkinan munculnya kerancuan akibat fakor tersebut. Secara teori sarana formalitas di ruang pelatihan akan mempengaruhi hubungan antara metode pelatihan dan prestasi karyawan yang dilatih. Maka sarana formalitas di ruang pelatihan dijadikan sebagai peubah pengganggu. 4.3. Menyusun Definisi Operasional Peubah Peubah harus didefinisikan secara operasional agar lebih mudah dicari hubungannya antara satu peubah dengan lainnya dan pengukurannya. Tanpa operasionalisasi peubah, peneliti akan mengalami kesulitan dalam menentukan pengukuran hubungan antar peubah yang masih bersifat konseptual. Operasionalisasi peubah bermanfaat untuk: (a) mengidentifikasi kriteria yang dapat diobservasi yang sedang didefinisikan; (b) menunjukkan bahwa suatu konsep atau obyek mungkin mempunyai lebih dari satu definisi operasional; (c) mengetahui bahwa definisi operasional bersifat unik dalam situasi dimana definisi tersebut harus digunakan. 4.3.1. Didasarkan pada Kriteria yang Dapat Diamati Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diamati dari apa yang sedang didefinisikan atau mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain. Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada kata “dapat diamati atau diobservasi”. Apabila seorang peneliti melakukan suatu observasi terhadap suatu gejala atau obyek, maka peneliti lain juga dapat melakukan hal yang sama, yaitu mengidentifikasi apa yang telah didefinisikan oleh peneliti pertama. Lain halnya dengan definisi konseptual yang lebih bersifat hipotetikal dan “tidak dapat diobservasi”. Karena definisi konseptual merupakan suatu konsep yang didefinisikan dengan referensi konsep yang lain. Definisi konseptual bermanfaat untuk membuat logika proses perumusan hipotesis. 4.3.2. Cara-Cara Menyusun Definisi Operasional Ada tiga pendekatan untuk menyusun definisi operasional, yaitu disebut Tipe A, Tipe B dan Tipe C. (a) Definisi Operasional Tipe A: dapat disusun didasarkan pada operasi yang harus dilakukan, sehingga menyebabkan gejala atau keadaan yang didefinisikan menjadi nyata atau dapat terjadi. Dengan menggunakan prosedur tertentu peneliti dapat membuat gejala menjadi nyata. Contoh: “Konflik” didefinisikan sebagai keadaan yang dihasilkan dengan menempatkan dua orang atau lebih pada situasi dimana masing-masing orang mempunyai tujuan yang sama, tetapi hanya satu orang yang akan dapat mencapainya. (b) Definisi Operasional Tipe B: dapat disusun didasarkan pada bagaimana obyek tertentu yang didefinisikan dapat dioperasionalisasikan, yaitu berupa apa yang dilakukannya atau apa yang menyusun karaktersitik-karakteristik dinamisnya. Contoh: “Orang pandai” dapat didefinisikan sebagai seorang yang mendapatkan nilai-nilai tinggi di sekolahnya. (c) Definisi Operasional Tipe C: dapat disusun didasarkan pada penampakan seperti apa obyek atau gejala yang didefinisikan tersebut, yaitu apa saja yang menyusun karaktersitik-karaktersitik statisnya. Contoh: “Orang pandai” dapat didefinisikan sebagai orang yang mempunyai ingatan kuat, menguasai beberapa bahasa asing, kemampuan berpikir baik, sistematis dan mempunyai kemampuan menghitung secara cepat. V. MEMBUAT RANCANGAN PENELITIAN   5.1. Pendahuluan Rancangan penelitian merupakan sebuah rencana induk yang berisi metode dan prosedur untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi yang dibutuhkan. Biasanya rancangan penelitian diwujudkan dalam bentuk penyusunan proposal penelitian. Proposal penelitian merupakan pernyataan tertulis dari rancangan penelitian yang memuat kerangka penelitian yang akan dilakukan yang terdiri dari: tujuan penelitian, metode yang akan digunakan, prosedur yang dipakai di tiap tahap proses penelitian, jadwal pelaksanaan dan biaya yang terlibat di dalamnya. Agar tercapai pembuatan rancangan yang benar, maka peneliti perlu menghindari sumber potensial kesalahan dalam proses penelitian secara keseluruhan. Kesalahan-kesalahan tersebut ialah: 1. Kesalahan dalam Perencanaan: dapat terjadi saat peneliti membuat kesalahan dalam menyusun rancangan yang akan digunakan untuk mengumpulkan informasi. Kesalahan ini dapat terjadi pula bila peneliti salah dalam merumuskan masalah. Kesalahan dalam merumuskan masalah akan menghasilkan informasi yang tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sedang diteliti. Cara mengatasi kesalahan ini ialah mengembangkan proposal yang baik dan benar yang secara jelas menspesifikasikan metode dan nilai tambah penelitian yang akan dijalankan. 2. Kesalahan dalam Pengumpulan Data: terjadi pada saat peneliti melakukan kesalahan dalam proses pengumpulan data di lapangan. Kesalahan ini dapat memperbesar tingkat kesalahan yang sudah terjadi dikarenakan perencanaan yang tidak matang. Untuk menghindari hal tersebut data yang dikumpulkan harus merupakan represntasi dari populasi yang sedang diteliti dan metode pengumpulan datanya harus dapat menghasilkan data yang akurat. Cara mengatasi kesalahan ini ialah kehati-hatian dan ketepatan dalam menjalankan rancangan penelitian yang sudah dirancang dalam proposal. 3. Kesalahan dalam Melakukan Analisis: dapat terjadi pada saat peneliti salah dalam memilih cara menganalisis data. Selanjutnya, kesalahan ini disebabkan pula adanya kesalahan dalam memilih teknik analisis yang sesuai dengan masalah dan data yang tersedia. Cara mengatasi masalah ini ialah membuat justifikasi prosedur analisis yang digunakan untuk menyimpulkan dan mengolah data. 4. Kesalahan dalam Pelaporan: terjadi jika peneliti membuat kesalahan dalam menginterprestasikan hasil-hasil penelitian. Kesalahan seperti ini terjadi pada saat memberikan makna hubungan-hubungan dan angka-angka yang diidentifikasi dari tahap analisis data. Cara mengatasi kesalahan ini ialah hasil analisis data diperiksa oleh orang-orang yang benar-benar ahli dan menguasai masalah hasil penelitian tersebut. 5.2. Tipe Rancangan Penelitian Secara garis besar ada dua macam tipe rancangan, yaitu survei dan eksperimental. Faktor-faktor yang membedakan kedua rancangan tersebut adalah pada rancangan pertama tidak terjadi manipulasi peubah bebas, sedang pada rancangan yang kedua terdapat adanya manipulasi peubah bebas. Tujuan utama penggunaan rancangan yang pertama ialah bersifat eksplorasi dan deskriptif; sedang rancangan kedua bersifat eksplanatori (sebab akibat). Jika dilihat dari sisi tingkat pemahaman permasalahan yang diteliti, maka rancangan pertama menghasilkan tingkat pemahaman persoalan yang dikaji pada tataran permukaan sedang rancangan eksperimental dapat menghasilkan tingkat pemahaman yang lebih mendalam. 5.2.1. Rancangan Studi Lapangan dan Survei (Ex Post Facto) (a) Studi Lapangan: merupakan desain penelitian yang mengkombinasikan antara pencarian literatur, survei berdasarkan pengalaman dan / atau studi kasus dimana peneliti berusaha mengidentifikasi peubah-peubah penting dan hubungan antar peubah tersebut dalam suatu situasi permasalahan tertentu. Studi lapangan umumnya digunakan sebagai sarana penelitian lebih lanjut dan mendalam. (b) Survei: tergantung pada penggunaan jenis kuesioner. Survei memerlukan populasi yang besar jika peneliti menginginkan hasilnya mencerminkan kondisi nyata. Semakin sampelnya besar, survei semakin memberikan hasil yang lebih akurat. Dengan survei seorang peneliti dapat mengukap masalah yang banyak, meski hanya sebatas dipermukaan. Sekalipun demikian, survei bermanfaat jika peneliti menginginkan informasi yang banyak dan beraneka ragam. Metode survei sangat populer karena banyak digunakan dalam penelitian bisnis. Keunggulan survei yang lain ialah mudah melaksanakan dan dapat dilakukan secara cepat. 5.2.2. Rancangan Eksperimental (a) Eksperimen Lapangan: merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan latar yang realistis dimana peneliti melakukan campur tangan dan melakukan manipulasi terhadap peubah bebas. (b) Eksperimen Laboratorium: menggunakan latar tiruan dalam melakukan penelitiannya. Dengan menggunakan rancangan ini, peneliti melakukan campur tangan dan manipulasi peubah-peubah bebas serta memungkinkan peneliti melakukan kontrol terhadap aspek-aspek kesalahan utama. 5.3. Validitas Validitas berkaitan dengan persoalan untuk membatasi atau menekan kesalahan-kesalahan dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh akurat dan berguna untuk dilaksanakan. Ada dua validitas, yaitu validitas internal dan validitas eksternal. 1. Validitas Internal: adalah tingkatan dimana hasil-hasil penelitian dapat dipercaya kebenarannya. Validitas internal merupakan hal yang esensial yang harus dipenuhi jika peneliti menginginkan hasil studinya bermakna. Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang menjadi kendala untuk memperoleh validitas internal Sejarah (History): Faktor ini terjadi ketika kejadian-kejadian eksternal dalam penyelidikan yang dilakukan mempengaruhi hasil-hasil penelitian. Maturasi (Maturation): Adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada diri responden dalam kurun waktu tertentu, seperti tambahnya usia ataupun adanya faktor kelelahan dan kejenuhan. Testing: Efek-efek yang dihasilkan oleh proses yang sedang diteliti yang dapat mengubah sikap ataupun tindakan responden. Instrumentasi: Efek yang terjadi disebabkan oleh perubahan-perubahan alat dilakukan penelitian Seleksi: Efek tiruan dimana prosedur seleksi mempengaruhi hasil-hasil studi Mortalitas: Efek adanya hilangnya atau perginya responden yang diteliti. 2. Validitas Eksternal: ialah tingkatan dimana hasil-hasil penelitian dapat digeneralisasi pada populasi, latar dan hal-hal lainnya dalam kondisi yang mirip. Hal-hal yang menjadi sumber-sumber validitas eksternal ialah: Interaksi Pengujian: pengaruh tiruan yang dibuat dengan menguji responden akan mengurangi generalisasi pada situasi dimana tidak ada pengujian pada responden. Interaksi Seleksi: pengaruh dimana tipe-tipe responden yang mempengaruhi hasil-hasil studi dapat membatasi generalitasnya. Interaksi Setting: pengaruh tiruan yang dibuat dengan menggunakan latar tertentu dalam penelitian tidak dapat direplikasi dalam situasi-situasi lainnya. 5.4. Rancangan Spesifik Survei dan Eksperimental Sebelum membicarakan rancangan spesifik survei dan eksperimental, sistem notasi yang digunakan perlu diketahui terlebih dahulu. Sistem notasi tersebut adalah sebagai berikut: X: Digunakan untuk mewakili pemaparan (exposure) suatu kelompok yang diuji terhadap suatu perlakuan eksperimental pada peubah bebas yang kemudian efek pada peubah tergantungnya akan diukur. O: menunjukkan adanya suatu pengukuran atau observasi terhadap peubah tergantung yang sedang diteliti pada individu, kelompok atau obyek tertentu. R: menunjukkan bahwa individu atau kelompok telah dipilih dan ditentukan secara acak untuk tujuan-tujuan studi. 5.4.1. Survei dan Lapangan Sebagaimana disebut sebelumnya bahwa dalam rancangan survei dan lapangan tidak ada manipulasi perlakukan terhadap peubah bebasnya maka sistem notasinya baik studi lapangan atau survei hanya ditulis dengan O atau O lebih dari satu. Contoh 1: Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua populasi, yaitu Perusahaan A dan Perusahaan B, maka notasinya: O1 O2, dimana O1 merupakan kegiatan observasi yang dilakukan di perusahaan A dan O2 merupakan kegiatan observasi yang dilakukan di perusahaan B. Contoh 2: Secara acak akan diteliti 200 perusahaan dari populasi 1000 perusahaan mengenai sistem penggajiannya. Survei dilakukan dengan cara mengirim kuesioner pada 200 manajer, maka konfigurasi rancangannya adalah: (R)O1, dimana O1 mewakili survei di 200 perusahaan dengan memberikan kuesioner kepada 200 manajer yang dipilih secara acak (R). Apabila sampel yang sama diteliti secara berulang-ulang, misalnya selama tiga kali dalam tiga bulan berturut-turut, maka notasinya adalah: (R)O3, dimana O1 merupakan observasi yang pertama, O2 merupakan observasi yang kedua dan O3 merupakan observasi yang ketiga. 5.4.2. Rancangan-Rancangan Eksperimental Rancangan eksperimental dibagai menjadi dua, yaitu: pre-eksperimental (quasi-experimental) dan rancangan eksperimental sebenarnya (true experimental). Perbedaan kedua tipe rancangan ini terletak pada konsep kontrol. (a) One Shot Case Study Rancangan eksperimental yang paling sederhana disebut One Shot Case Study. Rancangan ini digunakan untuk meneliti pada satu kelompok dengan diberi satu kali perlakuan dan pengukurannya dilakukan satu kali. Diagramnya adalah: X O (b) One Group Pre-test – Post-test Design Rancangan kedua disebut One Group Pre-test – Post-test Design yang merupakan perkembangan dari rancangan di atas. Pengembangannya ialah dengan cara melakukan satu kali pengukuran di depan (pre-test) sebelum adanya perlakuan (treatment) dan setelah itu dilakukan pengukuran lagi (post-test). Rancangannya adalah: O1 X O2 Pada rancangan ini peneliti melakukan pengukuran awal pada suatu obyek yang diteliti, kemudian peneliti memberikan perlakuan tertentu. Setelah itu pengukuran dilakukan lagi untuk yang kedua kalinya. Rancangan tersebut dapat dikembangkan dalam bentuk lainnya, yaitu: rancangan time series. Jika pengukuran dilakukan secara beulang-ulang dalam kurun waktu tertentu. Maka rancangannya menjadi: O1 O2 O3 X O4 O5 O6   Pada rancangan time series, peneliti melakukan pengukuran di depan selama 3 kali berturut, kemudian dia memberikan perlakuan pada obyek yang diteliti. Kemudian peneliti melakukan pengukuran selama 3 kali lagi setelah perlakuan dilakukan. (c) Static Group Comparison Rancangan ketiga adalah Static Group Comparison yang merupakan modifikasi dari rancangan (b). Dalam rancangan ini terdapat dua kelompok yang dipilih sebagai obyek penelitian. Kelompok pertama mendapatkan perlakuan sedang kelompok kedua tidak mendapat perlakuan. Kelompok kedua ini berfungsi sebagai kelompok pembanding / pengontrol. Rancangannya adalah sebagai berikut: X O1 O2 (d) Post Test Only Control Group Design Rancangan ini merupakan rancangan yang paling sederhana dari rancangan eksperimental sebenarnya (true experimental design), karena responden benar-benar dipilih secara acak dan diberi perlakuan serta ada kelompok pengontrolnya. Rancangan ini sudah memenuhi criteria eksperimen sebenarnya, yaitu dengan adanya manipulasi peubah, pemilihan kelompok yang diteliti secara acak dan seleksi perlakuan. Rancangannya adalah:   (R) X O1 (R) O2 Maksud dari rancangan tersebut ialah ada dua kelompok yang dipilih secara acak. Kelompok pertama diberi perlakuan sedang kelompok dua tidak. Kelompok pertama diberi perlakuan oleh peneliti kemudian dilakukan pengukuran; sedang kelompok kedua yang digunakan sebagai kelompok pengontrol tidak diberi perlakukan tetapi hanya dilakukan pengukuran saja. (e) Pre-test – Post – test Control Group Design Rancangan ini merupakan pengembangan rancangan di atas. Perbedaannya terletak pada baik kelompok pertama dan kelompok pengontrol dilakukan pengukuran didepan (pre-test). Rancangannya adalah: (R) O1 X O2 (R) O3 O4 (f) Solomon Four Group Design Rancangan ini merupakan kombinasi rancangan Post Test Only Control Group Design dan Pre test – Post test Control Group Design yang merupakan model rancangan ideal untuk melakukan penelitian eksperimen terkontrol. Peneliti dapat menekan sekecil mungkin sumber-sumber kesalahan karena adanya empat kelompok yang berbeda dengan enam format pengkuran. Rancanganya adalah: (R) O1 X O2 (R) O3 O4 (R) X O5 (R) O6 Maksud rancangan tersebut ialah: Peneliti memilih empat kelompok secara acak. Kelompok pertama yang merupakan kelompok inti diberi perlakuan dan dua kali pengukuran, yaitu di depan (pre-test) dan sesudah perlakuan (post-test). Kelompok dua sebagai kelompok pengontrol tidak diberi perlakuan tetapi dilakukan pengukuran seperti di atas, yaitu: pengukuran di depan (pre-test) dan pengukuran sesudah perlakuan (post-test). Kelompok ketiga diberi perlakuan dan hanya dilakukan satu kali pengukuran sesudah dilakukan perlakuan (post-test) dan kelompok keempat sebagai kelompok pengontrol kelompok ketiga hanya diukur satu kali saja. 5.4.3. Rancangan Eksperimental Tingkat Lanjut (a) Rancangan Acak Sempurna (Completely Randomized Design) Rancangan ini digunakan untuk mengukur pengaruh suatu peubah bebas yang dimanipulasi terhadap peubah tergantung. Pemilihan kelompok secara acak dilakukan untuk mendapatkan kelompok-kelompok yang ekuivalen Contoh: Kasus: Pihak direksi suatu perusahaan ingin mengetahui pengaruh tiga jenis yang berbeda dalam memberikan instruksi yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan. Untuk tujuan penelitian ini dipilih secara acak tiga kelompok masing-masing beranggotakan 25 orang. Instruksi untuk kelompok pertama diberikan secara lisan, untuk kelompok kedua secara tertulis dan untuk kelompok ketiga instruksinya tidak spesifik. Ketiga kelompok diberi waktu sekitar 15 menit untuk memikirkan situasinya. Kemudian ketiganya diberi test obyektif untuk mengetahui seberapa baik mereka memahami pekerjaan yang akan dilakukan. Formulasi masalah kasus ini ialah: Apakah manipulasi peubah bebas mempengaruhi pemahaman para karyawan bawahan dalam melaksanakan pekerjaan mereka? Tujuan studi ini ialah: menentukan jenis instruksi mana yang dapat menciptakan pemahaman yang lebih baik terhadap pekerjaan yang diperintahkan oleh atasan. (b) Rancangan Blok Acak (Randomized Block Design) Rancangan ini merupakan penyempurnaan Rancangan Acak Sempurna di atas. Pada rancangan sebelumnya perbedaan yang terdapat pada masing-masing individu tidak diperhatikan, sehingga menghasilkan kelompok-kelompok yang mempunyai anggota yang bereda-beda karaketrsitiknya. Agar rancangan yang dibuat dapat menghasilkan output yang baik, maka diperlukan memilih anggota kelompok (responden) yang berasal dari populasi yang mempunyai karakteristik yang sama. Oleh karena itu peneliti harus dapat mengidentifikasi beberapa sumber utama perbedaan-perbedaan yang dimaksud secara dini. Rancangan ini dapat diterangkan sebagai berikut: Pada saat studi dilakukan dengan menggunakan rancangan sebelumnya, para anggota dari tiga kelompok berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda. Keterbedaan latar belakang anggota merupakan suatu gangguan atau yang disebut sebagai peubah pengganggu. Untuk itu perlu dilakukan penyamaan para anggota dari masing-masing kelompok. Caranya ialah dengan menciptakan blok yang berfungsi untuk mendapatkan anggota kelompok yang sama. Dalam kasus ini blok ditentukan didasarkan pada departemen (bagian) dimana para anggota kelompok berasal. Selanjutnya pekerja yang berasal dari departemen yang sama dibagi menjadi lima berdasarkan departemen masing-masing. Kemudian masing-masing kelompok mendapatkan perlakuan yang sama, yaitu kelompok pertama mendapatkan instruksi lisan, kelompok kedua mendapatkan instruksi tertulis dan kelompok ketiga instruksi tidak spesifik. Dengan menggunakan rancangan ini maka peneliti akan dapat melihat dampak-dampak yang disebabkan oleh sistem blok per departemen serta interaksi instruksi atas ketiga kelompok tersebut. (c) Rancangan Latin Square (Latin Square Design) Rancangan ini digunakan untuk mengontrol dua peubah pengganggu secara sekaligus. Berkaitan dengan kasus di atas, masih terdapat satu peubah pengganggu lainnya, yaitu “kemampuan para pekerja”. Peubah kemampuan para pekerja dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: kemampuan tinggi, kemampuan menengah dan kemampuan rendah. Ketiga tingkatan peubah kemampuan tersebut kemudian ditempatkan pada baris dan kolom model Latin Square. Rancangan ini terdiri dari tiga baris dan tiga kolom. Kemudian secara acak diambil 3 karyawan dari masing-masing departemen. (d) Rancangan Faktorial Rancangan faktorial digunakan untuk mengevaluasi dampak kombinasi dari dua atau lebih perlakuan terhadap peubah tergantung. Contoh kasus: peneliti ingin melihat dua peubah bebas, yaitu peubah “tingkat kontras” dan “panjang baris” sebuah iklan. Tingkat kontras dimanipulasi menjadi “rendah”, “medium” dan “tinggi’; sedang panjang baris dimanipulasi menjadi “5 cm’, “7 cm” dan “12 cm”. Dengan kata lain, faktor pertama (kontras), terdiri dari tiga level (rendah, medium, tinggi), faktor kedua (panjang baris), terdiri dari tiga level (5 cm, 7 cm, 12 cm). Dari format di atas diperoleh 9 kombinasi yang berbeda. VI. POPULASI DAN SAMPEL 6.1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda‑benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karateristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. populasi yang menjadi minat penelitian ini harus mampu didefinisikan dengan tegas, dalam arti tidak mudah untuk berubah. Misalnya suatu penelitian akan dilakukan di perusahaan X, maka perusahaan X ini merupakan populasi. Perusahaan X mempunyai sejumlah orang/subyek dan obyek yang lain. Hal ini berarti populasi dalam arti jumlah/kuantitas. Tetapi perusahaan X juga mempunyai karateristik orang-orangnya, misalnya motivasi kerjanya, disiplin kerjanya, kepemimpinannya, iklim organisasinya dan lain‑lain; dan juga mempunyai karateristik obyek yang lain, misalnya kebijakan, prosedur kerja, tata ruang, produk yang dihasilkan dan lain‑lain. Hal ini berarti populasi dalam arti karateristik. Satu orangpun dapat digunakan sebagai populasi, karena satu orang itu mempunyai berbagai karateristik, misalnya gaya bicaranya, disiplin pribadi, hobi, cara bergaul, kepemimpinannya dan lain‑lain. Misalnya akan melakukan penelitian tentang penelitian tentang kepemimpinan presiden Y maka kepemimpinan itu merupakan sampel dari semua karateristik yang dimiliki presiden Y. Dalam bidang kedokteran, satu orang sering bertindak sebagai populasi. Darah yang ada pada setiap orang adalah populasi, kalau akan diperiksa cukup diambil sebagian darah yang ada pada orang tersebut. Untuk dapat melakukan pendefinisian dengan baik, upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh peneliti adalah: 1. Mengumpulkan hasil-hasil penelitian terdahulu. Penelitian yang telah dilakukan pada masa yang lalu akan sangat berguna dalam memberikan masukan pembuatan kriteria suatu keanggotaan populasi. Meniru hasil kerja orang lain adalah pekerjaan yang menghemat waktu. Kalau kriteria tersebut sudah pernah disusun oleh orang lain, buat apa harus dimulai dari awal. Memperbaiki yang ada merupakan cara yang lebih sederhana. 2. Menggunakan kriteria yang telah diakui secara luas. Sedapat mungkin digunakan kriteria yang telah diakui penggunaannya di berbagai bidang dan instansi. Kriteria-kriteria seperti yang dikeluarkan oleh BPS mungkin bisa dijadikan acuan. Kriteria tersebut mungkin tidak bisa berlaku secara umum. Ukuran kesejahteraan penduduk di pedesaan mungkin berbeda dengan mereka yang tinggal di perkotaan. 3. Membuat kriteria sekekar mungkin. Jika akhirnya dibuat kriteria yang merupakan gabungan dari berbagai sumber, maka usahakan kriteria itu sulit untuk berubah. Misalkan, jika kota besar didefinisikan sebagai kota yang kepadatannya di atas 200 orang/km2, apakah kota yang karena sesuatu hal penduduknya berpindah massal sehingga tidak memenuhi kriteria itu tetap sebagai kota besar atau tidak. 6.2. Pengertian Sampel Jika suatu penelitian telah menentukan dengan jelas apa dan siapa populasi yang akan menjadi minat penelitian tersebut dan alat ukur telah disiapkan, maka pertanyaan yang muncul berikutnya adalah apa dan siapa saja yang harus diukur. Apakah semua anggota populasi harus diamati? Misalnya, apakah peneliti harus mengamati seluruh petani di Indonesia untuk membuat kesimpulan bagaimana perilaku usahatani mereka?. Pengukuran terhadap semua anggota populasi dikenal sebagai kegiatan sensus, sedangkan pengukuran hanya sebagian saja yaitu sampel disebut sebagai survei. Dalam banyak kasus, peneliti tidak mungkin mengamati seluruh anggota populasi karena beberapa hal: (a) Sumberdaya yang dimiliki peneliti terbatas. Sumberdaya yang dimaksud mungkin berupa dana, waktu dan tenaga. Berapa banyak dana yang harus dikeluarkan untuk mengamati seluruh anggota populasi? Jika untuk mengamati perilaku usahatani seorang petani perlu satu jam, berapa waktu yang diperlukan untuk mengamati seluruh petani di Indonesia? (b) Tidak mungkin bisa mengamati seluruh anggota populasi. Ada populasi tertentu yang tidak mungkin bisa diamati (atau diwawancarai dengan kuesioner) semua anggota populasinya. Jika populasi dari sebuah penelitian adalah mahasiswa di sebuah perguruan tinggi, maka masih dimungkinkan untuk mendapat data dari semua mahasiswa tersebut. Terutama jika peubah yang diperlukan sudah ada pangkalan datanya. Tapi bagaimana peneliti bisa mengumpulkan data semua anggota populasi jika populasinya adalah, misalkan, pengguna produk tertentu yang tersebar luas. Apakah harus dicari semua orang yang pernah menggunakan produk itu? Kapan bisa selesai mengumpulkan data, jika setiap hari ada saja pengguna baru? Dalam kasus terakhir jelas bahwa data populasi tidak mungkin pernah bisa diperoleh. (c) Sebagian pengamatan bersifat merusak. Misalnya, jika untuk mengetahui rasa duku yang dijual dipinggir jalan seorang pembeli mencoba semuanya. Atau untuk memeriksa apakah volume Coca-Cola memenuhi standar harus memeriksa semua botol. Jelas pada ilustrasi tersebut, tidak mungkin melakukan sensus, pemeriksaan harus dilakukan pada sebagian saja. Dengan alasan di atas, akhirnya beberapa penelitian hanya akan berjalan dengan mendapatkan data dari sebagian anggota populasi, yaitu sampel. Jadi, sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul‑betul representatif (mewakili) Bila sampel tidak representatif, maka ibarat orang buta disuruh menyimpulkan karateristik gajah. Satu orang memegang telinga gajah, maka ia menyimpulkan gajah itu seperti kipas. Orang kedua memegang badan gajah, maka ia menyimpulkan gajah itu seperti tembok besar. Satu orang lagi memegang ekornya, maka ia menyimpulkan gajah itu kecil seperti seutas tali. Begitulah kalau sampel yang dipilih tidak representatif, maka ibarat 3 orang buta itu yang membuat kesimpulan salah tentang gajah. Pengambilan sampel sebagai sumber data bukan semata-mata karena alasan di atas, namun karena adanya kemungkinan membuat kesimpulan hanya berdasar sebagian data saja. Kalau dengan sebagian pengamatan bisa membuat kesimpulan dengan benar, untuk apa mengamati semuanya? Bukankan untuk mengetahui rasa jeruk yang dijual di pinggir jalan, pembeli tidak pernah mencoba semua jeruk yang dipajang. Jadi intinya adalah bisakah didapatkan sebagian anggota populasi yang bisa dijadikan landasan pembuatan kesimpulan bagi semua anggota populasi. Dalam bahasa lain, bisakah didapatkan sampel yang mewakili populasi. Sebagai pertimbangan yang lain, tidak bisa dijamin bahwa hasil sensus lebih baik daripada survei. Jika sebuah penelitian menggunakan sensus yang berarti harus mengamati semua, maka ketelitian petugas yang melakukan pengamatan bisa menurun. Kelelahan mungkin menjadi salah satu faktor penting dari mutu data yang dimiliki. Pertanyaan yang sering muncul pada pembahasan teknik pengambilan sampel ini adalah: Berapa banyak yang harus dijadikan sampel? Bagaimana cara mengambil sampel tersebut? 6.3. Teknik Pengambilan Sampel Terdapat dua tipe teknik pengambilan sampel, yaitu pengambilan sampel dengan peluang (probability sampling) dan pengambilan sampel tanpa peluang (nonprobality sampling). Probability Sampling: teknik pengambilan sampel yang memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Nonprobability Sampling: teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Cara pengambilan sampel dengan peluang digunakan ketika ke‑representatif‑an dari sampel dipandang penting untuk melihat populasi secara umum. Ketika waktu atau faktor lain lebih penting dari generalizablelity, cara pengambilan sampel tanpa peluang lebih sering digunakan. 6.3.1. Pengambilan Sampel dengan Peluang (Probability Sampling) Pengambilan sampel dengan peluang dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dan sampel peluang kompleks (complex probability sampling) (a) Pengambilan sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling) Ide dasar dari teknik ini adalah tidak ada unsur subjektivitas peneliti dalam menentukan siapa dan apa yang menjadi bagian dari sampel. Setiap obyek dalam populasi yang ditentukan memiliki peluang yang sama untuk terambil. Daftar yang berisi semua anggota populasi (sampling frame) harus dimiliki oleh peneliti. Cara pengambilan sampel dengan teknik ini ialah dengan memberikan suatu nomor yang berbeda kepada setiap anggota populasi, kemudian memilih sampel dengan menggunakan angka-angka acak. Contohnya, ada 1.000 unsur dalam populasi, sedangkan yang akan dipilih 100, sehingga setiap unsur mempunyai peluang 0,1 untuk terpilih. Keuntungan menggunakan teknik ini ialah peneliti tidak membutuhkan pengetahuan tentang populasi sebelumnya; bebas dari kesalahan-kesalahan klasifikasi yang kemungkinan dapat terjadi; dan dengan mudah data dianalisis serta kesalahan-kesalahan dapat dihitung. Kelemahan dalam teknik ini ialah: peneliti tidak dapat memanfaatkan pengetahuan yang dipunyainya tentang populasi dan tingkat kesalahan dalam penentuan ukuran sampel lebih besar. (b) Pengambilan sampel Peluang Kompleks (Complex Probability Sampling) Sebagai alternatif dari pengambilan sampel acak sederhana, beberapa teknik yang termasuk dalam pengambilan sampel peluang kompleks dapat digunakan. Teknik ini menawarkan cara yang lebih menantang dan kadang‑kadang lebih efisien dari pengambilan sampel acak sederhana. Beberapa metode pengambilan sampel peluang kompleks dibahas berikut ini. (b1) Pengambilan sampel Secara Sistematik (Systematic sampling) Pengambilan sampel secara sistematik melibatkan pengambilan setiap n unsur dari populasi dimulai dengan pengambilan unsur secara acak antara 1 dan n. Misalnya anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dari semua anggota itu diberi nomor urut, yaitu nomor 1 sampai dengan nomor 100. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja, genap saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya kelipatan dari bilangan lima. Untuk ini maka yang diambil sebagai sampel adalah nomor 1, 5, 10, 15, 20, dan seterusnya sampai 100. Misalkan populasinya adalah pengunjung supermarket. Jelas tidak ada daftar yang memuat semua pengunjung supermarket tersebut. Kemudian misalkan peneliti memutuskan untuk mengambil 1 orang dari 5 orang yang masuk. Dilakukan pengacakan dulu apakah orang ke 1, 2, 3, 4 atau 5 yang terambil. Misalkan orang yang ke 4 yang terpilih, selanjutnya dipilih orang urutan masuk ke 9, 14, 19, 24 dan seterusnya yang dipilih sebagai sampel. Contoh lain, ingin diteliti berapa banyak rumah tangga yang menggunakan obat pembasmi nyamuk elektronik. Misalnya diinginkan 35 rumah sebagai satu sampel dari total 260 rumah yang ada dalam sebuah komplek. Sampel dapat diambil setiap 7 rumah dimulai dari nomor acak 1 sampai dengan nomor 7. Misalnya dipilih nomor acak 7, maka rumah nomor 7 dan kelipatannya akan diambil sebagai sampel sampai jumlah seluruh sampel terpenuhi (35 buah rumah). Satu masalah yang harus diperhatikan dalam penerapan metode ini adalah kemungkinan terjadinya bias dalam proses sistematika pengambilan sampel tersebut. Contoh kasus, pada saat peneliti ingin meneliti pengaruh tingkat kebisingan ojek yang lewat di lingkungan perumahan tertentu terhadap temperamen ibu rumah tangga, maka dapat terjadi nomor rumah yang diambil sebagai sampel terletak di pojok jalan. Sehingga data yang diambil akan mempunyai bias. Teknik ini merupakan pengembangan teknik sebelumnya hanya bedanya teknik ini menggunakan urut-urutan alami. Keuntungan menggunakan sampel ini ialah peneliti menyederhanakan proses pengambilan sampel dan mudah di cek; dan menekan keanekaragaman sampel. Kerugiannya ialah apabila interval berhubungan dengan pengurutan periodic suatu populasi, maka akan terjadi keaneka-ragaman sampel. (b2) Pengambilan sampel Acak Bertingkat (Stratified Random Sampling) Pada saat pengambilan sampel untuk mencari parameter populasi ada kalanya terdapat suatu kelompok data dari populasi yang memiliki parameter yang berbeda dengan peubah yang diteliti. Metode sampel acak bertingkat memisahkan tingkatan dari data, yang diikuti dengan mengambil unsur tiap tingkatan secara acak. Metode ini merupakan salah satu cara mengambil sampel yang lebih efisien dan terfokus. Contohnya, sebuah perusahaan akan meneliti apakah dibutuhkan pelatihan lanjutan bagi para karyawan perusahaan tersebut. Pada kenyataannya, kualitas maupun intensitas dari pelatihan yang dibutuhkan oleh level manajer bawah dan manager atas berbeda secara signifikan. Dengan menggunakan sampel acak bertingkat ini, data dikumpulkan dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat pelatihan yang dibutuhkan oleh tiap tingkat manajerial tersebut. Aspek terpenting yang perlu diperhatikan dalam metode pengambilan sampel ini adalah berkenaan dengan level proporsionalitasnya. Setelah dipisahkan data secara bertingkat, anggota sampel dapat diambil dengan cara acak maupun sistematik. Jumlahnya untuk tiap tingkatan dapat ditentukan secara proporsional maupun tidak proporsional. Proposional (Proporsionate): cara pengambilan sampel dilakukan dengan menyeleksi setiap satuan pengambilan sampel yang sesuai dengan ukuran satuan pengambilan sampel. Keuntungannya ialah aspek representatifnya lebih meyakinkan sesuai dengan sifat-sifat yang membentuk dasar satuan-satuan yang mengklasifikasinya, sehingga mengurangi keanekaragamannya. Karakteristik-karakeristik masing-masing strata dapat diestimasikan sehingga dapat dibuat perbandingan. Kerugiannya ialah membutuhkan informasi yang akurat pada proporsi populasi untuk masing-masing strata. Jika hal tersebut diabaikan maka kesalahan akan muncul. Tidak proporsional (Disproportionate): strategi pengambilan sampel sama dengan proporsional. Perbedaanya terletak pada ukuran sampel yang tidak proporsional terhadap ukuran satuan pengambilan sampel karena untuk kepentingan pertimbangan analisis dan kesesuaian. Contohnya, sebuah perusahaan mempunyai karyawan yang terdiri dari: 10 general manager 30 manajer menengah 50 manajer bawah 100 supervisor 500 operasional 20 administratif Dari komposisi karyawan seperti tersebut di atas dibutuhkan sekitar 140 sampel dari total jumlah karyawan sebesar 710 orang. Dengan cara proporsional, peneliti mungkin akan mengambil 20 persen anggota dari tiap tingkatan untuk dijadikan sampel sehingga peneliti akan dapatkan 2 general manajer, 6 manajer menengah, 10 manajer bawah, 20 supervisor, 100 operasional dan 4 administratif. Pada suatu saat, peneliti akan merasa bahwa 2 sampel dari general manajer dan 6 dari manajer menengah terasa tidak mencukupi. Maka dari itu peneliti akan memakai pengambilan sampel secara tidak proporsional yaitu dengan menambah jumlah total sampel dari level yang dirasa kurang dan mengurangi jumlah sampel yang dirasa berlebih tetapi dengan jumlah sampel total sama dengan yang telah ditentukan yaitu 140 anggota sampel. Pengambilan sampel dengan cara tidak proporsional dipakai jika terdapat anggota sampel pada suatu tingkat sampel dirasa terlalu banyak atau terlalu sedikit. (b.3) Pengambilan sampel Berkelompok (Cluster sampling) Strategi pengambilan sampel dilakulan dengan cara memilih satuan-satuan pengambilan sampel dengan menggunakan formulir tertentu pengambilan sampel acak, satuan-satuan akhir ialah kelompok-kelompok tertentu, pilih kelompok-kelompok tertsebut secara acak dan hitung masing-masing kelompok. Sebuah kelompok yang dirasa mempunyai perbedaan dengan anggota kelompok lain yang dipilih, lebih baik diteliti dengan menggunakan sampel berkelompok. Hal ini berbeda dengan memilih beberapa unsur pada populasi seperti pada pengambilan sampel acak sederhana atau memilah dan kemudian memilih anggota dari tiap tingkatan tersebut seperti pada pengambilan sampel acak bertingkat. Pengambilan sampel berkelompok membuat perbedaan pada setiap anggota kelompok yang dipilih dan persamaan dengan grup‑grup yang lain. Hal ini berbeda dari pengambilan sampel dengan tingkatan di mana terjadi persamaan antara anggota grup dan perbedaan antara kelompok-kelompok yang ada. Pengambilan sampel berkelompok jarang dipakai karena dimungkinkan adanya persamaan dari anggota setiap cluster yang ada. Tetapi pada beberapa kasus, cara ini lebih balk digunakan untuk menghemat waktu. Contohnya, lebih baik memeriksa isi beberapa kotak barang (keseluruhan isi kotak) daripada memeriksa beberapa isi kotak dari keseluruhan kotak yang ada. Keuntungan menggunakan teknik ini ialah jika kluster-kluster didasarkan pada perbedaan geografis maka biaya penelitiannya menjadi lebih murah. Karakteristik kluster dan populasi dapat diestimasi. Kelemahannya ialah membutuhkan kemampuan untuk membedakan masing-masing anggota populasi secara unik terhadap kluster, yang akan menyebabkan kemungkinan adanya duplikasi atau penghilangan individu-individu tertentu. (b.4) Pengambilan sampel Daerah (Area sampling) Ketika peneliti ingin mengetahui populasi berdasarkan suatu daerah seperti misalnya bagian tertentu dari sebuah kota atau daerah tertentu dari sebuah negara maka penggunaan pengambilan sampel daerah akan lebih cocok untuk dilakukan. Pengambilan sampel daerah adalah bagian dari pengambilan sampel berkelompok yang khusus melibatkan suatu daerah sampel. Contohnya, jika seseorang ingin mendirikan sebuah toko di suatu kota tertentu, maka dia dapat menggunakan pengambilan sampel daerah untuk menentukan barang apa saja yang sangat dibutuhkan masyarakat kota tersebut. (b.5) Pengambilan sampel Ganda (Double sampling) Jika suatu sampel diambll untuk mendapatkan suatu informasi awal dan kemudian untuk informasi lanjutan yang dibutuhkan lagi diambil dari sampel awal tadi, maka pengambilan sampel ini disebut double sampling. 6.3.2. Pengambilan Sampel Tanpa Peluang (Nonprobability sampling) Pada pengambilan sampel tanpa peluang unsur pada tiap populasi tidak mempunyai peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel. Hal ini berarti tidak dapat ditentukan sifat dari populasi dengan cara pengambilan sampel seperti ini. Jika menggunakan cara ini, biasanya peneliti tidak terlalu memikirkan sifat dari populasi tetapi lebih kepada informasi yang didapat secara cepat dan tidak mahal. Beberapa teknik pengambilan sampel tanpa peluang ini di antaranya adalah: (a) Pengambilan sampel Sewaktu‑waktu (Convenience sampling) Seperti namanya, cara pengambilan sampel sewaktu‑waktu ini adalah dengan mendapatkan informasi dan anggota populasi yang sewaktu‑waktu tersedia untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Contohnya, jika seorang peneliti peneliti dapat membuat suatu acara seperti “tantangan brem Bali" yang nantinya peneliti dapat mengambil informasi dari peserta yang ada. (b) Pengambilan sampel Bertujuan (Purposive sampling) Tidak semua populasi bisa dideteksi dengan jelas dimana mereka berada. Oleh karena itu, kadang‑kadang perlu menggali informasi dari sumber yang tepat dibandingkan dengan hanya sekadar mengumpulkan informasi dari sumber yang sewaktu‑waktu tersedia. Sumber informasi yang tepat ini di antaranya anggota masyarakat yang dipandang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan atau hanya mereka yang dirasa dapat memberikan informasi yang dibutuhkan (para pakar). Contohnya, adalah lebih tepat meminta pendapat kepada pakar ekonomi makro perihal prediksi ekonomi nasional tahun depan dibandingkan dengan menanyakannya ke sembarang orang yang ditemui di sebuah mal. Contoh lain, jika populasinya adalah pengguna rokok tertentu, bagaimana bisa menggunakan tiga cara yang disebutkan di atas. Cara yang termudah adalah melakukan dating ke suatu tempat, jika ketemu orang yang merokok merk yang diinginkan dia dijadikan responden. (c) Pengambilan sampel Pendapat Pelaku (Judgement sampling) Cara ini dilakukan dengan memilih subyek yang dirasa paling dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Contohnya, jika peneliti ingin mengetahui bagaimana seorang manajer wanita mencapai puncak kariernya, maka kelompok masyarakat yang dirasa paling dapat memberikan informasi adalah wanita yang telah mencapai kedudukan tinggi di sebuah perusahaan. (d) Pengambilan sampel Kuota (Quota sampling) Adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri‑ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diiginkan. Sebagai contoh, akan melakukan penelitian tentang pendapat masyarakat terhadap produk industri tertentu. Jumlah sampel yang ditentukan 500 orang. Kalau pengumpulan data belum didasarkan pada 500 orang tersebut, maka penelitian dipandang belum selesai, karena belum memenuhi kouta yang ditentukan. Bila pengumpulan data dilakukan secara kelompok yang terdiri atas 5 orang, maka setiap anggota kelompok harus dapat menghubungi 100 orang anggota sampel, atau 5 orang tersebut harus dapat mencari data dari 500 anggota sampel. (e) Teknik Bola Salju (Snowball Sampling): Memilih satuan-satuan yang mempunyai karakterisitik langka dan satuan-satuan tambahan yang ditunjukkan oleh responden sebelumnya. Keuntungannya ialah hanya digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Kelemahannya ialah keterwakilan dari karakteristik langka dapat tidak terlihat di sampel yang sudah dipilih. (f) Pengambilan sampel aksidental (Accidental Sampling): Adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. Walaupun terdapat berbagai teknik pengambilan sampel, dalam pelaksanaan penelitian nantinya, metode pengambilan sampel yang dipilih mungkin adalah kombinasi dari berbagai teknik dasar. Misalkan kalau populasinya adalah seluruh masyarakat Indonesia, mungkin tahapan pengambilan sampelnya, disekat dulu jadi propinsi (stratified), kemudian disekat lagi jadi kabupaten (stratified), kemudian purposive untuk mendapatkan individunya. Ide utama dari teknik mana yang dipilih adalah, bisa mewakili populasi dan diperoleh dengan cara yang paling mudah dan murah. 6.4. Ketepatan dan Keyakinan dalam Menentukan Ukuran Sampel Setelah membahas beberapa teknik pengambilan sampel, baik yang termasuk dalam lingkup teknik pengambilan sampel dengan peluang maupun tanpa peluang, langkah selanjutnya adalah penentuan ukuran sampel. Jika dipilih 30 orang dari 3.000 populasi menggunakan pengambilan sampel acak sederhana, apakah karakteristik populasi akan dapat diketahui secara meyakinkan? Berapakah ukuran sampel yang diperlukan untuk memperkirakan karakteristik populasi secara meyakinkan tersebut? Sampel yang valid dan dapat diterima akan membuat peneliti dapat memperkirakan karakteristik populasi melalui sampel yang diteliti tersebut. Dengan kata lain, besaran statistik dari sampel harus dapat memperkirakan dengan baik dan mencerminkan parameter dari populasi sedekat‑dekatnya dengan batas kesalahan yang kecil. Tidak ada sampel statistik yang sama persis dengan parameter populasi walau dengan cara yang paling baik dalam pengambilan sampel. Ukuran akurasi yang dapat dijadikan acuan adalah seberapa dekat hasil perkiraan melalui perhitungan besaran statistik sampel yang diteliti terhadap karakteristik populasi yang sebenamya. Biasanya parameter populasi diperkirakan dengan jangkauan tertentu berdasarkan perkiraan sampel. Contoh, pada penelitian sampel yang diambil secara acak yang terdiri dari 50 orang dari total 300 orang akan didapati bahwa rata‑rata produksi per hari tiap orang adalah 50 buah produk (rata‑rata sampel sama dengan 50). Kemudian (dengan melewati berbagai perhitungan) dapat dikatakan bahwa rata‑rata produksi per hari akan berada pada 40 ‑ 60 produk per orang. Sesuai pernyataan tersebut di atas, peneliti mendapati interval perkiraan di mana peneliti mengharapkan rata‑rata populasi sebenarnya berada di dalamnya. Semakin sempit interval tersebut semakin besar ketepatannya. Akurasi merupakan fungsi yang didapat dari keanekaragaman distribusi pengambilan sampel rata‑rata sampel. Jika peneliti mengambil beberapa sampel yang berbeda dari satu populasi dan mencari rata‑rata tiap sampel maka peneliti akan mendapatkan bahwa mereka semua berbeda, berdistribusi normal, dan mempunyai penyebaran. Semakin kecil penyebaran maupun perbedaan tersebut, semakin besar peluang untuk didapatkan rata‑rata sampel akan semakin dekat dengan rata‑rata populasi. Tidak perlu mencari beberapa sampel untuk memperkirakan perbedaan tersebut. Sebagai contoh, meskipun hanya diambil satu sampel dari 30 anggota populasi yang ada, peneliti masih dapat memperkirakan perbedaan yang terjadi pada rata‑rata sampel. Perbedaan ini disebut standard error, ditunjukkan dengan S, di mana: dimana: S = standar deviasi dari sampel, N = ukuran sampel, dan Sx= standard error atau keyakinan akan akurasi sampel. Standard error berbanding terbalik dengan akar kuadrat ukuran sampel. Sebab itu, jika peneliti menginginkan untuk mengurangi standard error pada sampel, maka perlu memperbesar ukuran sampel. Hal lain yang perlu dicatat adalah semakin kecil variasi dalam populasi, semakin kecil standard error‑nya, dengan demikian ukuran sampel tidak perlu besar jika variasi populasi sangat kecil. Tingkat keyakinan (degree of confidence) menunjukkan tingkat kepastian di mana peneliti dapat menyatakan bahwa perkiraan peneliti tentang parameter populasi, berdasarkan statistik sampelnya, adalah benar. Tingkat keyakinan bernilai antara 0% sampal dengan 100%. Tingkat keyakinan sebesar 95% merupakan tingkat keyakinan yang dapat diterima dalam sebagian besar penelitian untuk kepentingan bisnis, yang seringkali ditunjukkan dengan p  0.05. Dengan kata lain, 95 kali dari 100, perkiraan peneliti akan menunjukkan karakteristik populasi dengan benar. Akurasi dan tingkat keyakinan merupakan hal yang penting dalam pengambilan sampel karena ketika peneliti menggunakan data sampel untuk mengambil kesimpulan tentang populasi, yang diharapkan akan sesuai target, ada kemungkinan terdapat beberapa kesalahan. Karena pada perkiraan tidak terdapat ukuran tentang kesalahan, maka digunakan interval estimasi untuk memastikan ketepatan perkiraan yag relatif dari parameter populasi. Sebagai contoh, seorang peneliti ingin memperkirakan jumlah rata-tata uang yang oleh konsumen ketika mereka berbelanja di department stores. Dari 50 konsumen yang diambil sebagai sampel berdasarkan metode pengambilan sampel secara sistematis, mungkin ditemukan rata‑rata sampel sebesar Rp 1.000.000, dan standar deviasi sampel sebesar Rp 10.000. Rata‑rata sampel digunakan untuk memperkirakan rata‑rata populasi. Dapat dibuat selang keyakinan sekitar rata‑rata sampel untuk memperkirakan jangkauan (range) dimana kemungkinan nilai rata‑rata populasi terjadi. Standard error dan persentase tingkat keyakinan diperlukan untuk menentukan lebar interval, di mana dapat ditunjukkan dengan rumus: dengan K adalah statistik t untuk tingkat keyakinan yang di inginkan. Telah diketahua bahwa: sehingga: Dari tabel harga kritis untuk t, dapat diketahui bahwa: Untuk tingkat keyakinan 90%, nilai K adalah 1.645 Untuk tingkat keyakinan 95%, nilai K adalah 1.96 Untuk tingkat keyakinan 99%, nilai K adalah 2.576 jika diinginkan tingkat keyakinan 90% untuk kasus di atas, maka =1.000.000 ± 1.645 (143.000) atau =1.000.000 ± 2.352, dan nilai ± berada antara 764.800 dan 1.235.200. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan ukuran sampel 50, dapat dinyatakan dengan keyakinan 90% bahwa rata‑rata populasi nilai uang yang dibelanjakan konsumen berada antara 764.800 dan 1.235.200. Jika diinginkan keyakinan 99% dari hasil tersebut tanpa meningkatkan ukuran sampel, sehingga didapat  = 1.000.000 ± 2.576 (143.000). Nilai  sekarang berada di antara 631.632 dan 1.368.368. Dengan kata lain, lebar interval naik dan peneliti mendapatkan ketepatan yang berkurang untuk memperkirakan rata‑rata populasi, tapi peneliti lebih yakin terhadap perkiraannya. Tidak terlalau sulit untuk melihat bahwa jika diinginkan akurasi yang tetap untuk meningkatkan keyakinan, atau peneliti ingin meningkatkan akurasi dengan tingkat keyakinan yang tetap, atau peneliti ingin meningkatkan keduanya, peneliti memerlukan ukuran sampel yang lebih besar. Dari pembahasan tersebut di atas, jelas bahwa untuk meningkatkan akurasi atau keyakinan, atau bahkan keduanya, ukuran sampel harus diperbesar, kecuali jika keanekaragaman populasi itu sendiri sangat kecil. Bagaimanapun juga, jika ukuran sampel (n) tidak dapat diperbesar, dengan alasan tertentu, katakanlah peneliti tidak dapat memaksakan jumlah peningkatan pengambilan sampel, dengan n yang sama, hanya dengan jalan menjaga akurasi yang sama dengan mengabaikan tingkat keyakinan peneliti dapat memprediksikan bahwa perkiraannya akan tepat. Keputusan untuk menentukan ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian sebaiknya mempertimbangkan empat aspek berikut ini: 1. Berapa besar akurasi yang diperlukan dalam memperkirakan karakteristik populasi yang diteliti, berapa besar batas kesalahan yang dapat dibuat? 2. Berapa besar tingkat keyakinan yang diperlukan, berapa besar kemungkinan dapat membuat kesalahan dalam memperkirakan parameter populasi? 3. Seberapa besar keanekaragaman karakteristik dalam populasl yang diteliti? 4. Apa manfaat yang didapat dengan meningkatkan ukuran sampel? 6.5. Menentukan Ukuran Sampel Metode uji kecukupan ukuran sampel secara garis besar dibagi menjadi dua jenis yaitu: (1) Metode tabel dan grafik, dan (2) Metode analisis. Metode yang akan dijelaskan di sini adalah metode analisis yaitu dengan menggunakan persamaan‑persamaan matematis. 1. Menentukan Ukuran Sampel untuk Estimasi Nilai Rata-rata Jika digunakan untuk mengestimasi , didapat (1‑)% yakin bahwa error tidak melebihi nilai e tertentu apabila ukuran sampelnya sebesar n, di mana: Apabila nilai  tidak diketahui, dapat digunakan s dari sampel sebelumnya (untuk n  30) yang memberikan estimasi terhadap . Contoh: Indeks prestasi rata‑rata 36 sampel acak mahasiswa Manajemen Agribisnis angkatan 2002 adalah 2.6 dan standar deviasi populasinya adalah 0.3. Berapa ukuran sampel yang diperlukan apabila diinginkan tingkat keyakinan sebesar 95% dan error estimasi kurang dari 0.05? Penyelesaian: Karena  = 0.05 maka Z0.05 = 1.96 Maka diyakini 95% bahwa sampel acak berukuran 139 akan memberikan selisih estimasi X dengan  kurang dari 0.05. 2. Menentukan Ukuran Sampel untuk Estimasi Nilai p Jika p dalah proporsi "sukses" pada sampel acak berukuran n, q =I-p, dan jika p digunakan untuk mengestimasi nilai p, maka didapat (1 ‑ )% yakin bahwa error tidak akan melebihi nilai e tertentu apabila ukuran sampel mendekati: Umumnya tidak praktis untuk mengestimasi nilai p terlebih dahulu. Maka jika P digunakan untuk mengestimasi nilai p, maka didapat sekurang‑kurangnya (1 ‑ (X)% yakin bahwa error tidak akan melebihi nilai e tertentu apabila ukuran sampelnya mendekati: Contoh: Pada sebuah pengambilan sampel acak di Kota Malang, dari 500 keluarga yang memiliki pesawat televisi, 340 di antaranya menonton RCTI. Berapa ukuran sampel yang diperlukan apabila dikehendaki tingkat keyakinan 9596 bahwa estimasinya berkisar 0.02 dari nilai p Penyelesaian 1: Data tersebut memberi estimasi p =340/500 = 0.68. Karena ( = 0.05 maka Z0.05 = 1.96 Penyelesaian 2: Nampak bahwa sampel pendahuluan memungkinkan digunakan ukuran sampel yang lebih kecil dengan tetap mempertahankan akurasi. 3. Menentukan ukuran sampel untuk Uji Hipotesis menyangkut Rata-rata dari distribusi normal (standar deviasi diketahui) Misalnya peneliti ingin menguji hipotesis yang menyangkut satu rata-rata Ho:  = o H1:   o Untuk prosedur dua sisi, persamaan untuk mencari ukuran sampelnya adalah: Contoh: Misalkan ingin menguji hipotesis berat badan dengan struktur hipotesis sebagai berikut: Ho:  = 68 kg H1:   68 kg Untuk berat badan mahasiswa pria Agribisnis Unitri dengan  - 0.05 apabila diketahui  = 5. Tentukan sampel yang dibutuhkan jika tingkat keyakinan 0.95 dan rata-rata sesungguhnya adalah 69 kg. Penyelesaian: Karena  =  = 0.05 maka Z = Z = 1.645 Maka diperlukan 271 data bila uji-t tersebut akan menolak hipotesis nol 95% dari semua sampel jika memang  yang sesungguhnya 69 kg. Prosedur serupa dapat digunakan untuk mencari sampel n=n1=n2, yang dibutuhkan untuk kuasa uji tertentu pada pengujian dua buah rata-rata populasi. Ho: 1 = 2 = d H1: 1 = 2  d Untuk me.nentukan ukuran sampel pada uji satu sisi, n=n1=n2 digunakan persamaan: 4. Menentukan Ukuran Sampel untuk Uji Hipotesis Menyangkut Rata-rata dari Distribusi Normal (Standar Deviasi Tidak Diketahui) Menyangkut satu rata-rata: Mula‑mula dicari nilai dari statistik: Persamaan tersebut dapat digunakan baik pada pengujian dengan satu sisi ataupun dengan dua sisi. Pada kasus di mana diuji dua buah sampel dan variansinya diasumsikan sama besar, ukuran n=n1=n2, diperoleh dengan statistik Selanjutnya, nilai dari ukuran sampel dapat diperoleh dari Tabel Ukuran Sampel Uji‑t Rata-rata Contoh: Dalam membandingkan kinerja dua buah katalis ying mempengaruhi hasil reaksi, dua buah sampel akan diambil dengan  = 0.05. Variansi hasil reaksi antara kedua katalis dianggap sama. Tentukan ukuran sampel dari tiap‑tiap katalis yang diperlukan dalam pengujian hipotesis jika mendeteksi perbedaan sebesar 0.8 dianggap penting dengan peluang sebesar 0.9? Ho: 1 = 2 H1: 1  2 Penyelesaian: Dengan  = 0.05 untuk pengujian dua sisi,  = 0.1, dan  = 0.8, dari tabel didapat ukuran sampel yang diperlukan sebesar n = 34. 6.6. Metode yang Umum Digunakan dalam Uji Kecukupan Data Umumnya asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah bahwa data yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Namun seringkali tidak diketahui variansi dari populasi asal sampel yang diambil tersebut. Untuk keperluan tersebut dapat digunakan statistik t. Peneliti dapat membangun interval akurasidi persentase atau tingkat keyakinan yang telah ditetapkan akan menentukan panjang interval tersebut, yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: Di mana: K= nilai statistik t untuk tingkat keyakinan yang diinginkan Dari tabel Nilai Kritis Distribusi‑t didapat bahwa: ‑ Untuk tingkat keyakinan 90%, nilai K adalah 1.645 ‑ Untuk tingkat keyakinan 95%, nilai K adalah 1.96 ‑ Untuk tingkat keyakinan 99%, nilai K adalah 2.576 Telah diketahui bahwa: Di mana: N = jumlah data pada populasi n = ukuran sampel yang akan dicari Sx = standard error estimasi rata-rata S = standar deviasi rata-rata sampel Contoh: Seorang manajer ingin yakin 95% bahwa pemasukan bulanan sebuah bank akan berada di dalam interval  $500. Misalkan sebuah penelitian terhadap 185 nasabah mengindikasikan bahwa pemasukan bulanan yang dibuat oleh para nasabah memiliki standar deviasi sebesar $ 3.500. Berapa ukuran sampel yang diperlukan pada kasus ini? Penyelesaian: Karena tingkat keyakinan 95%, maka nilai K = 1.96. Interval estimasi sebesar  $ 500 sama dengan  (1.96 x standard error). Yaitu: 500 = 1.96 x Sx Sx = 500/1.96 = 255.10 Karena: Maka: n = 187 karena ukuran sampel yang diperlukan 187 sedangkan jumlah data pada populasi hanya 185, maka digunakan persamaan koreksi: Maka dapat diambil sampel, sebanyak 94 dari 185 nasabah tersebut. Metode Pengujian Kecukupan Data yang Praktis Standard error rata-rata ----------1 Di mana x = standar deviasi distribusi rata-rata  = standar deviasi populasi N = jumlah data sebenamya --------------2 Dengan menggabungkan. persamaan (1) dan (2) diperoleh jika diinginkan. tingkat akurasi5% dan tingkat keyakinan 95% maka 0.05 X = 2, Sehingga: dan didapat Untuk tingkat akurasi10% dan tingkat keyakinan 95% 0.1X = 2x Dan didapat Contoh soal pengujian jumlah sampel Dalam suatu percobaan, ditemukan bahwa produk yang dapat dirakit oleh pekerja dalam selang waktu 25 menit dapat disajikan dalam bentuk tabel seperti di bawah ini: No Jumlah produk yang dirakit (x) x2 No Jumlah produk yang dirakit (x) x2 1 6 36 16 5 25 2 5 25 17 5 25 3 8 64 18 5 25 4 6 36 19 5 25 5 5 25 20 6 .36 6 5 25 21 6 36 7 6 36 22 6 36 -8 5 25 23 6 36 9 5 25 24 5 25 10 6 36 25 6 36 11 6 36 26 6 36 12 5 25 27 7 49 13 5 25 28 6 36 14 6 36 29 5 25 15 6 36 30 5 25 Jumlah 14 967 Dari data di atas ingin diketahui apakah jumlah data pengamatan tersebut telah mencukupi untuk keperluan analisis dan pengambilan kesimpulan agar bernilai valid. Penyelesaian: Dari hasil perhitungan diperoleh hasil pengamatan yang harus dilakukan adalah sebanyak 25 pengamatan, sedangkan peneliti telah mempunyai data pengamatan sebanyak 30 buah. Jadi data yang dipunyai sudah memenuhi syarat kecukupan dan minimal, sehingga peneliti tidak perlu melakukan pengukuran ulang agar sampel yang ada memenuhi syarat. Uraian di atas hanya membicarakan ukuran sampel pada masalah tingkat akurasi dan keyakinan dengan hanya menggunakan 1 peubah. Pada penelitian yang sesungguhnya, seringkali beberapa peubah harus diteliti sekaligus. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana peneliti dapat menentukan ukuran sampel jika semua faktor tersebut diperhitungkan. Krejcie dan Morgan (1970) membuat panduan untuk menentukan ukuran sampel yang dibutuhkan seperti tertera pada Tabel 2. di bawah ini. Tabel 2. Ukuran Sampel: N (populasi) S (sampel) N S N S N S N S N S N S N S 10 10 80 66 200 132 380 191 900 269 2400 331 20000 377 15 14 85 70 210 136 400 196 950 274 2600 335 30000 379 20 19 90 73 220 140 420 201 1000 278 2800 338 40000 380 25 24 95 76 230 144 440 205 1100 285 3000 341 50000 381 30 28 100 80 240 148 460 210 1200 291 3500 346 75000 382 35 32 110 86 250 152 480 214 1300 297 4000 351 1000000 384 40 36 120 92 260 155 500 217 1400 302 4500 354 45 40 130 97 270 159 550 226 1500 306 5000 357 50 44 140 103 280 162 600 234 1600 310 6000 361 55 48 150 108 290 165 650 242 1700 313 7000 364 60 52 160 113 300 169 700 248 1800 317 8000 367 65 56 170 118 320 175 750 254 1900 320 9000 368 70 59 180 123 340 181 800 260 2000 322 10000 370 75 63 190 127 360 186 850 265 2200 327 15000 375 Ukuran sampel dan cara pengambilannya harus diperhatikan dalam penelitian bisnis. Semakin besar sampel juga dapat menjadi masalah, demikian juga jika ukuran sampel terlalu kecil.peneliti akan memperkirakan nilai rata‑rata dari uang yang dibelanjakan oleh masyarakat, dengan mengambil penelitian terhadap, hipotesis apakah masyarakat membelanjakan uang yang sama pada mal A dan mal B. Pertama, harus ditentukan hipotesis nol di mana tidak ada perbedaan pembelanjaan uang masyarakat, seperti di bawah ini: Ho : mA – mB = 0 Hipotesis tandingannya adalah H1 di mana ada perbedaan dalam pembelanjaan uang di mal A dan mal B tersebut. Dalam notasi hipotesis, perbedaan tersebut dinyatakan sebagai: Ho : mA – mB  0 jika peneliti mengambil sampel sebanyak 20 orang dari setiap mal dan mendapatkan rata‑rata uang yang dibelanjakan adalah $ 105 di mal A dengan standar deviasi $ 10 dan di mal B $ 10 dengan standar deviasi $ 15, diperoleh, XA – XB = 105-100 = 5 Dari hipotesis nol sudah dipastikan tidak ada perbedaan (selisih 0). Apakah kemudian dapat disimpulkan hipotesis tandingan diterima? Artinya, terdapat perbedaan antara uang yang dibelanjaka di mal A dan di mal B? Belum tentu! peneliti harus menentukan peluang atau kecenderungan dari perbedaan rata‑rata 5 pada konteks hipotesis nol. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengubah perbedaan dari rata‑rata sampel menjadi uji t. diketahui bahwa: XA – XB = 5 (selisih rata-rata dari 2 mal) x A x B = 5 (selisih rata‑rata dari dua mall) dan: mA – mB = 0 (dari hipotesis nol) kemudian: Nilai t sebesar 1.209 sangat jauh di bawah nilai yang diperbolehkan yaitu 2.086 untuk tingkat keyakinan 95%. Hal tersebut masih juga di bawah 90% keyakinan. Untuk itu dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan antara uang yang dibelanjakan pada mal A dan mal B. Dari contoh kasus di atas dapat dikaji bahwa data sampel bukan hanya dapat memperkirakan parameter populasi, tetapi juga dapat digunakan untuk uji hipotesis tentang hubungan antarpopulasi. VII. PENGUMPULAN DATA 7.1. Pengertian Pengumpulan data merupakan tahapan penting dalam proses penelitian, karena hanya dengan mendapatkan data yang tepat maka proses penelitian akan berlangsung sampai peneliti mendapatkan jawaban dari perumusan masalah yang sudah ditetapkan. Dari sudut ilmu sistem informasi, data adalah suatu fakta dan angka yang secara relatif belum dapat dimanfaatkan oleh pemakai. Oleh karena itu, data harus ditransformasikan terlebih dahulu agar bisa menjadi informasi. Misalnya, data mengenai jumlah jam kerja karyawan. Data seperti ini tidak bermakna, tetapi jika diproses data tersebut dapat berubah menjadi informasi. Misalnya dengan mengalikan jumlah jam kerja dan upah per jam, sehingga menghasilkan pendapatan kotor. Jika semua pendapatan kotor ini dijumlahkan, maka penjumlahan ini merupakan total biaya gaji karyawan harian. Total biaya gaji ini dapat berfungsi sebagai informasi bagi manajemen, karena telah diketahui berapa rupiah uang gaji yang harus dikeluarkan perusahaan. Pada dasarnya dikenal dua macam data, yaitu; data sekunder dan data primer. 1. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sehingga peneliti tinggal mencari dan mengumpulkan. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut menjadi bentuk-bentuk seperti tabel, grafik, diagram, gambar, dan sebagainya sehingga lebih informatif oleh pihak lain. Data sekunder ini oleh peneliti diproses lebih lanjut, misalnya laporan keuangan seperti neraca dan rugi‑laba dapat diolah untuk menilai kinerja perusahaan. Namun demikian, perlu diketahui lebih dahulu bagaimana data sekunder itu diproses. Dengan demikian ada kejelasan apakah data sekunder sesuai atau tidak untuk digunakan dalam penelitian. 2. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, misalnya dari individu atau perseorangan. Data ini bisa berwujud hasil wawancara, pengisian kuesioner, atau bukti transaksi seperti tanda bukti pembelian barang dan karcis parkir. Semua data ini merupakan data mentah yang kelak akan diproses untuk tujuan‑tujuan tertentu sesuai dengan kebutuhan. 7.2. Pengumpulan Data Sekunder 7.2.1. Pertimbangan-Pertimbangan dalam Mencari Data Sekunder Meski data sekunder secara fisik sudah tersedia, dalam mencari data tersebut peneliti tidak boleh melakukan secara sembarangan. Untuk mendapatkan data yang tepat dan sesuai dengan tujuan penelitian, diperlukan beberapa pertimbangan, diantaranya sebagai berikut: (a) Jenis data harus sesuai dengan tujuan penelitian yang sudah ditentukan sebelumnya. (b) Data sekunder yang dibutuhkan bukan menekankan pada jumlah tetapi pada kualitas dan kesesuaian; oleh karena itu peneliti harus selektif dan hati-hati dalam memilih dan menggunakannya. (c) Data sekunder biasanya digunakan sebagai pendukung data primer; oleh karena itu kadang-kadang peneliti tidak dapat hanya menggunakan data sekunder sebagai satu-satunya sumber informasi untuk menyelesaikan masalah penelitiannya. 7.2.2. Kegunaan Data Sekunder Data sekunder dapat dipergunakan untuk hal-hal sebagai berikut: (a) Pemahaman Masalah: Data sekunder dapat digunakan sebagai sarana pendukung untuk memahami masalah yang akan diteliti. Sebagai contoh apabila peneliti akan melakukan penelitian dalam suatu perusahaan, perusahaan menyediakan company profile atau data administratif lainnya yang dapat digunakan sebagai pemicu untuk memahami persoalan yang muncul dalam perusahaan tersebut dan yang akan digunakan sebagai masalah penelitian. (b) Penjelasan Masalah: Data sekunder bermanfaat sekali untuk memperjelas masalah dan menjadi lebih operasional dalam penelitian karena didasarkan pada data sekunder yang tersedia, dapat diketahui komponen-komponen situasi lingkungan yang mengelilinginya. Hal ini akan menjadi lebih mudah bagi peneliti untuk memahami persoalan yang akan diteliti, khususnya mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai pengalaman-pengalaman yang mirip dengan persoalan yang akan diteliti (c) Formulasi Alternatif Penyelesaian Masalah yang Layak: Sebelum diambil suatu keputusan, kadang diperlukan beberapa alternatif lain. Data sekunder akan bermanfaat dalam memunculkan beberapa alternatif lain yang mendukung dalam penyelesaian masalah yang akan diteliti. Dengan semakin banyaknya informasi yang didapatkan, maka penyelesaian masalah akan menjadi jauh lebih mudah. (d) Solusi Masalah: Data sekunder disamping memberi manfaat dalam membantu mendefinisikan dan mengembangkan masalah, data sekunder juga kadang dapat memunculkan solusi permasalahan yang ada. Tidak jarang persoalan yang akan diteliti akan mendapatkan jawabannya hanya didasarkan pada data sekunder saja. 7.2.3. Strategi Pencarian Data Sekunder Bagaimana mencari data sekunder? Dalam mencari data sekunder diperlukan strategi yang sistematis agar data yang diperoleh sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Beberapa tahapan strategi pencarian data sekunder adalah sebagai berikut: (a) Mengidentifikasi Kebutuhan: sebelum proses pencarian data sekunder dilakukan, peneliti perlu melakukan identifikasi kebutuhan terlebih dahulu. Identifikasi dapat dilakukan dengan cara membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: (i) Apakah diperlukan data sekunder dalam menyelesaikan masalah yang akan diteliti? (ii) Data sekunder seperti apa yang dibutuhkan? Identifikasi data sekunder yang dibutuhkan akan membantu mempercepat dalam pencarian dan penghematan waktu serta biaya. (b) Memilih Metode Pencarian: peneliti perlu memilih metode pencarian data sekunder apakah itu akan dilakukan secara manual atau dilakukan secara online. Jika dilakukan secara manual, maka peneliti harus menentukan strategi pencarian dengan cara menspesifikasi lokasi data yang potensial, yaitu: lokasi internal dan / atau lokasi eksternal. Jika pencarian dilakukan secara online, maka peneliti perlu menentukan tipe strategi pencarian; kemudian dipiilih layanan-layanan penyedia informasi ataupun pangkalan data yang cocok dengan masalah yang akan diteliti. (c) Menyaring dan Mengumpulkan Data: Setelah metode pencarian data sekunder ditentukan, langkah berikutnya ialah melakukan penyaringan dan pengumpulan data. Penyaringan dilakukan agar hanya didapatkan data sekunder yang sesuai saja, sedang yang tidak sesuai dapat diabaikan. Setelah proses penyaringan selesai, maka pengumpulan data dapat dilaksanakan. (d) Evaluasi Data: Data yang telah terkumpul perlu dievaluasi terlebih dahulu, khususnya berkaitan dengan kualitas dan kecukupan data. Jika peneliti merasa bahwa kualitas data sudah dirasakan baik dan jumlah data sudah cukup, maka data tersebut dapat digunakan untuk menjawab masalah yang akan diteliti. (e) Menggunakan Data: Tahap terakhir strategi pencarian data ialah menggunakan data tersebut untuk menjawab masalah yang diteliti. Jika data dapat digunakan untuk menjawab masalah yang sudah dirumuskan, maka tindakan selanjutnya ialah menyelesaikan penelitian tersebut. Jika data tidak dapat digunakan untuk menjawab masalah, maka pencarian data sekunder harus dilakukan lagi dengan strategi yang sama. 7.2.4. Pencarian / Pengambilan Data secara Manual Sampai saat ini masih banyak organisasi, perusahaan, kantor yang tidak mempunyai pangkalan data lengkap yang dapat diakses secara online. Oleh karena itu, peneliti masih perlu melakukan pencarian secara manual. Pencarian secara manual bisa menjadi sulit jika peneliti tidak tahu metodenya, karena banyaknya data sekunder yang tersedia dalam suatu organisasi, atau sebaliknya karena sedikitnya data yang ada. Cara yang paling efisien ialah dengan melihat buku indeks, daftar pustaka, referensi, dan literature yang sesuai dengan persoalan yang akan diteliti. Data sekunder dari sudut pandang peneliti dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu data internal data yang sudah tersedia di lapangan; dan data eksternal data yang dapat diperoleh dari berbagai sumber lain. (a) Lokasi Internal: Lokasi internal dapat dibagi dua sebagai sumber informasi yang berasal dari pangkalan data khusus dan pangkalan data umum. Pangkalan data khusus biasanya berisi informasi penting perusahaan yang biasanyan dirahasiakan dan tidak disediakan untuk umum, misalnya, data akuntansi, keuangan, sumberdaya manusia, data penjualan dan informasi penting lainnya yang hanya boleh diketahui oleh orang-orang tertentu di perusahaan tersebut. Data jenis ini akan banyak membantu dalam mendeteksi dan memberikan pemecahan terhadap masalah yang akan diteliti di perusahaan tersebut. Sebaliknya, pangkalan data umum berisi data yang tidak bersifat rahasia bagi perusahaan dan boleh diketahui oleh umum. Data jenis ini biasanya dapat diketemukan di perpustakaan kantor / perusaahaan atau disimpan dalam komputer yang dapat diakses secara umum. Data ini diperoleh dari luar perusahaan biasanya berbentuk dokumen-dokumen peraturan pemerintah mengenai perdagangan, berita, jurnal perusahaan, profil perusahaan dan data-data umum lainnya. (b) Lokasi Eksternal: Data eksternal dapat dicari dengan mudah karena biasanya data ini tersimpan di perpustakaan umum, perpustakaan kantor-kantor pemerintah atau swasta dan universitas, biro pusat statistik dan asosiasi perdagangan, dan biasanya sudah dalam bentuk standar yang mudah dibaca, seperti petunjuk penelitian, daftar pustaka, ensiklopedi, kamus, buku indeks, buku data statistik dan buku-buku sejenis lainnya. 7.2.5. Internet Sebagai Sumber Data Kini, internet sebagai salah satu hasil dari kemajuan dunia teknologi, sudah menjadi sumber data dan informasi yang penting untuk melakukan penelitian, khususnya penelitian bidang bisnis. Salah satu fungsi utama internet adalah WWW (World Wide Web). WWW memfasilitasi berbagai jasa internet, seperti e‑mail, telnet, FTP (file transfer protocol), gopher, dan . lain‑lain. Jika peneliti mengakses internet menggunakan Netscape atau internet explorer, maka dia akan dapat melihat dan menelusuri dokumen‑dokumen yang ada di dalam World Wide Web. WWW menyediakan berbagai dokumen yang dapat diakses melalui situs‑situs yang ada dari segala penjuru dunia hanya dengan mengklik pilihan‑pilihan pada menu tertentu, atau masuk ke alamat situs spesifik tertentu. Peneliti dapat mengakses berbagai variasi tipe informasi (teks, gambar, audio, vidio, jasa komputasional) secara relatif mudah. Dengan menggunakan satu web browser, peneliti dapat mengakses bermacam‑macam tipe sistem dan informasi di seluruh duma. Untuk memanfaatkan internet dibutuhkan URL (Uniform Resource Locators) yang merupakan lokasi yang menunjukkan alamat berbagai dokumen dalam WWW Penulisan URL memiliki format tersendiri, yang penulisannya secara umum dapat dilihat di bawah ini. Source type://host domain/path atau directory/filename Contoh URL: http://www.husein/riser/bisnis.html Kode DNS (Domain Name System) dan Domain Negara (Country Domain) bervariasi antara kode yang berlaku di Amerika dan di luar Amerika. Misalnya, situs www.brawijaya.ac.id merupakan alamat lembaga pendidikan, Universitas Brawijya, (.ac) yang berada di Indonesia (.id) sedangkan pada situs www.london.ac.uk adalah alamat lembaga pendidikan, Universitas London (.ac) di Inggris atau United Kingdom) (.uk). Kode DNS dan domain negara selengkapnya ditampilkan pada dua tabel berikut. Kode DNS Arti Kode DNS Kode Domain Beberapa Negara Negara .ac atau .edu Education .au Australia .co atau .com Commercial .id Indonesia .go atau .gov Government .my Malaysia .mil Military .fr Perancis .net Network Provider .ph Filipina .org Organization .th Thailand .arpa Arpanet .sq Singapura .int International Organization .uk Inggris .us Amerika Serikat .nl Belanda Pemanfaatan internet sebagai media penelitian memberikan beberapa keunggulan, di antaranya: (a) Konektivitas dan jangkauan global. Di dunia, jaringan yang terjalin adalah jaringan global. Dengan demikian, akses data dan informasi melampaui batas-batas negara. Contohnya, penduduk Indonesia bisa mengakses data CIA (Central Intelligence Agency) Amerika, Harvard, dan jutaan sumber informasi lainnya. Internet memungkinkan peneliti yang mempunyai fasilitas terbatas untuk mengakses informasi dari database dan perpustakaan yang lengkap di seluruh dunia. Berbagai jurnal langka yang biasanya susah dijumpai di perpustakaan Indonesia, tersedia di jaringan internet. Selain itu, informasi yang tersedia juga berasal dari beraneka ragam sumber, seperti perusahaan, pesaing, universitas, technology provider, institusi keuangan, instansi pemerintah, dan sebagainya. (b) Akses 24 jam. Akses informasi di internet tidak dibatasi waktu, karena lingkup global, dunia yang dihadirkan 'tidak pernah tidur'. Misalnya, saat sebagian besar orang di Malang terlelap di tengah malam, masyarakat di New York justru sedang sibuk‑sibuknya bekerja. Perbedaan zona waktu sudah tidak lagi menjadi kendala untuk menelusuri data. Responden penelitian yang diiakukan lewat internet bisa memberikan responden atau jawaban sesuai dengan kondisi dan situasi yang dikehendaki masing‑masing individu. (c) Kecepatan. Bila dibandingkan dengan sumber data tradisional, penelitian melalui Internet jauh lebih cepat karena bersifat real time. Tinggal mengklik berbagai icon, selanjutnya tinggal menunggu hasil (tentunya tergantung pada fasilitas modem dan ISP atau Internet Service Provider yang dipergunakan). Pencarian informasi secara elektronik melalui mesin pencari (search engines) sangat menghemat waktu, apalagi kalau dibandingkan dengan pencarian lewat katalog perpustakaan di rak‑rak perpustakaan. (d) Kenyamanan. Peneliti yang mengumpulkan data lewat internet tidak harus menghadapi berbagai persoalan birokratis, seperti izin dari berbagai instansi untuk pengumpulan data, ‘kerahasiaan' informasi, dan keharusan untuk datang sendiri ke instansi bersangkutan dan peneliti pun dapat mengakses berbagai situs internet. (e) Kenyamanan akses. Menjamurnya bisnis warnet (warung Internet di Indonesia) khususnya di kota‑kota besar membuat akses terhadap internet menjadi lebih mudah. Persaingan antar warnet dalam hal harga, kecepatan akses, dan fasilitas pendukung lainnya membuat para pengguna internet lebih nyaman dan mudah memanfaarkan internet untuk keperluan riser maupun keperluan lainnya. (f) Biaya relatif murah. Dibandingkan dengan membeli jurnal asli (misalnya McKinsey‑Quarterly), penelusuran informasi lewat internet jauh lebih murah apalagi banyak situs yang menyediakan jasa informasi secara cuma-cuma. Peneliti dapat men‑download lalu mencetak. (g) Interaktivitas dan fleksibilitas. Topik dan hasil penelitian bisa didiskusikan melalui sarana mailing list atau chatting tertentu. Selain itu, peneliti juga bisa mengikuti perkembangan terbaru atau meminta komentar dan penilaian dari berbagai pihak mengenai hasil penelitiannya. Terlepas dari keunggulannya, internet untuk keperluan penelitian juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya: (a) Selektivitas dan anonimitas. Salah satu persoalan dalam penelitian lewat internet adalah sulitnya mengidentifikasi identitas responden. Setiap orang, termasuk yang bukan target respon, bisa mengisi kuesioner secara on‑line tanpa bisa dicegah atau dibatasi. Belum lagi adanya kenyataan bahwa setiap orang bisa memiliki sejumlah alamat e‑mail berbeda dan belum tentu menggunakan identitas asli. Semua ini membuat penelitian secara on‑line harus benar‑benar dilakukan secara selektif dalam menentukan sampel dan cara responden memberikan jawaban. (b) Clutter dan never‑ending search. Informasi yang tersedia di internet sangat besar jumlahnya namun tidak semuanya dibutuhkan. Pencarian tanpa strategi khusus bisa diibaratkan mencari jarum dalam jerami sehingga sang peneliti terjerumus ke dalam belantara informasi tanpa ujung. Ini sering membuat peneliti pemula di internet mengalami frustasi, karena bukannya mendapatkan informasi, tetapi justru menghabiskan waktu dan uang untuk melakukan pencarian data atau informasi yang tak tentu arah. (c) Virus. Salah satu masalah yang juga tak kalah peliknya adalah risiko terkena virus komputer yang mudah menyebar lewat jaringan internet, baik lewat e‑mail maupun files yang di‑download. Contohnya, virus ‘I Love You’ yang di sebarkan lewat e‑mail penah membuat heboh seluruh dunia. (d) Reabilitas dan validitas sumber acuan/hasil penelitian. Setiap orang bebas membuka homepage sendiri dan menampilkan berbagai informasi di sana. Implikasinya tidak semua data dan informasi yang didapatkan lewat internet andal dan valid untuk dijadikan acuan dalam penelitian. Selain itu, sumber informasi di internet mudah berubah. Misalnya homepage yang sudah berubah atau bahkan sudah tidak adalagi. Akibatnya, peneliti harus mencermati perubahan tersebut bila mengutip sumber yang bersangkutan. (e) Karakteristik demografi pemakai internet. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa internet lebih efektif untuk menjangkau responden yang termasuk kelompok berdaya beli atau berpenghasilan dan berpendidikan relatif tinggi. Dengan demikian internet kurang efektif bagi penelitian yang kelompok sampelnya adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. (f) Ketergantungan pada jaringan telepon dan internet service provider (ISP). Fasilitas jaringan telepon dan ISP sangat berpengaruh terhadap biaya pemakaian Internet dan kemungkinan akses secara keseluruhan. Hingga saat ini, biaya penggunaan internet di Indonesia masih relatif mahal karena tarif telepon ditentukan berdasarkan pulsa yang digunakan, bukannya atas dasar jumlah panggilan. Selain itu, saluran telepon di Indonesia masih relatif lambat, yang pada gilirannya menyebabkan waktu akses menjadi lebih lama dan biaya akses menjadi mahal. 7.2.6. Kriteria dalam Mengevaluasi Data Sekunder Ketepatan memilih data sekunder dapat dievaluasi dengan kriteria sebagai berikut: (a) Waktu Keberlakuan: Apakah data mempunyai keberlakuan waktu? Apakah data dapat diperoleh pada saat diutuhkan. Jika saat dibutuhkan data tidak tersedia atau sudah kedaluwarsa, maka sebaiknya jangan digunakan lagi untuk penelitian. (b) Kesesuaian: Apakah data sesuai dengan kebutuhan peneliti? Kesesuaian berhubungan dengan kemampuan data untuk digunakan menjawab masalah yang sedang diteliti. (c) Ketepatan: Apakah peneliti dapat mengetahui sumber-sumber kesalahan yang dapat mempengaruhi ketepatan data, misalnya apakah sumber data dapat dipercaya? Bagaimana data tersebut dikumpulkan atau metode apa yang digunakan untuk mengumpulkan data tersebut? (d) Biaya: Berapa besar biaya untuk mendapatkan data sekunder tersebut? Jika biaya jauh lebih dari manfaatnya, sebaiknya tidak perlu digunakan. 7.3. Pengumpulan Data Primer Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara‑cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, belum tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel, apabila instrumen tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting‑nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode experiment, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dll. Bila di lihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya. 7.3.1. Interview (Wawancara) Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal‑hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self‑report, atau setidak‑tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah sebagai berikut. (a) Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri (b) Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya (c) Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan‑pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. (a) Wawancara Terstruktur Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengurnpul data teiah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan‑pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Pada wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya. Pengumpulan data dapat menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data. Supaya setiap pewawancara mempunyai ketrampilan yang sama, maka diperlukan training kepada calon pewawancara. Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrumen sebagai pedoman untuk wawancara, maka pengurnpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar. Peneliti bidang pemasaran misalnya, bila akan melakukan penelitian untuk mengetahui respon masyarakat terhadap produk tertentu. maka perlu membawa foto‑foto atau brosur tentang produk tersebut. Berikut ini diberikan contoh wawancara terstruktur, tentang tanggapan masyarakat terhadap Mobil X. Yang diwawancarai adalah sampel yang dipilih secara acak, jumlahnya 15 orang. Pewawancara metingkari salah satu jawaban yang diberikan responden . 1. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap model mobil merk x? (a) Sangat Bagus (b) Bagus (c) Tidak bagus. (d) Sangat tidak bagus 2. Bagaimanakah kualitas mesinnya? (a) Sangat Bagus (b) Bagus (c) Tidak bagus. (d) Sangat tidak bagus 3. Bagaimanakah suara mesinnya? (a) Sangat kasar (b) Kasar (c) Halus (d) Sangat halus 4. Bagaimanakah kecepatan larinya? (a) Bagus sekali (b) Bagus (c) Jelek (d) Sangat jelek 5. Bagaimanakah kenyamanan sewaktu dikendarai dengan kecepatan tinggi? (a) Sangat nyaman (b) Nyaman (c) Tidak nyaman (d) Sangat tidak nyaman (b) Wawancara Tidak Terstruktur Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis‑garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Contoh: bagaimanakah pendapat Bapak/libu terhadap kebijakan pemerintah tentang impor gula saat ini? dan bagaimana dampaknya terhadap pedagang dan petani? Wawancara tidak terstruktur sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden. Pada penelitian pendahuluan, peneliti berusaha rnendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau peubah apa yang harus diteliti. Untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih lengkap, maka peneliti perlu rnelakukan wawancara kepada fihak‑fihak yang mewakili berbagai tingkatan yang ada dalam obyek. Misalnya akan melakukan penelitian tentang iklim kerja perusahaan, maka dapat dilakukan wawancara dengan pekerja tingkat bawah, supervisor, dan manajer. Untuk mendapatkan informasi yang lebih dalum tentang responden, maka peneliti dapat juga menggunakan wawancara tidak terstruktur. Misalnya seseorang yang dicurigai sebagai penjahat, maka peneliti akan melakukan wawancara tidak terstruktur secara mendalam, sampai diperoleh keterangan bahwa orang tersebut penjahat atau bukan. Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceriterakan oleh respenden. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan. Dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggunakan cara "berputar‑putar baru menukik" artinya pada awal wawancara yang dibicarakan adalah hal‑hal yang tidak terkait dengan tujuan, dan bila sudah terbuka kesempatan untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan, maka segera ditanyakan. Wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun yang menggunakan pesawat telepon, akan selalu terjadi kontak pribadi, oleh karena itu pewawancara perlu memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu yang tepat kapan dan di mana harus melakukan wawancara. Pada saat responden sedang sibuk bekerja, sedang mempunyai masalah berat, sedang mulai istirahat, sedang tidak sehat, atau sedang marah, maka harus hati‑hati dalam melakukan wawancara. Kalau dipaksakan wawancara dalam kondisi seperti itu, maka akan menghasilkan data yang tidak valid dan akurat. Bila responden yang akan diwawancarai telah ditentukan orangnya, maka sebaiknya sebelum melakukan wawancara, pewawancara minta waktu tedebih dulu, kapan dan dimana bisa melakukan wawancara. Dengan cara ini, maka suasana wawancara akan lebih baik, sehingga data yang diperoleh akan lebih lengkap dan valid. Informasi atau data yang diperoleh dari wawancara sering bias. Bias adalah menyimpang dari yang seharusnya, sehingga dapat dinyatakan data tersebut subyektif dan tidak akurat. Kebiasan data ini akan tergantung pada pewawancara, yang diwawancarai (responden) dan situasi & kondisi pada saat wawancara. Pewawancara yang tidak dalam posisi netral, misalnya ada maksud tertentu, diberi sponsor akan memberikan interpretasi data yang berbeda dengan apa yang disampaikan oleh responden. Responden akan member data yang bias, bila responden tidak dapat msnangkap dengan jelas apa yang ditanyakan peneliti atau pewawancara. Oleh karena itu peneliti jangan memberipertanyaan yang bias. Selanjutnya situasi dan kondisi seperti yang juga telah dikemukakan di atas, sangat mempengaruhi proses wawancara, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi validitas data. 7.3.2. Kuesioner (Angket) Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti peubah yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan-pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos, atau internet. Bila penelitian dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas, sehingga kuesioner dapat diantarkan langsung dalam waktu tidak terlalu lama, maka pengiriman angket kepada responden tidak perlu melalui pos. Adanya kontak langsung antara peneliti dengan responden akan menciptakan suatu kondisi yang cukup baik, sehingga responden dengan sukarela akan memberikan data obyektif dan cepat. Beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai teknik pengumpulan data yaitu: prinsip penulisan, pengukuran dan penampilan fisik. (a) Prinsip Penulisan Angket: Prinsip ini menyangkut beberapa faktor yaitu: isi dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup terbuka‑negatif positif, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal‑hal yang sudah lupa, pertanyaan tidak mengarahkan, panjang pertanyaan,dan urutan pertanyaan Isi dan tujuan pertanyaan: Yang dimaksud di sini adalah, apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk pengukuran atau bukan?. Kalau berbentuk pengukuran, maka dalam membuat pertanyaan harus teliti. Bahasa yang digunakan: Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden. Kalau sekiranya responden tidak dapat berbahasa Indonesia, maka kuesioner jangan disusun dengan bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan juga harus memperhatikan jenjang pendidikan, dan keadaan sosial budaya responden. Tipe dan bentuk pertanyaan: Tipe pertanyaan dalam kuesioner dapat terbuka atau tertutup, dan bentuknya dapat menggunakan kalimat positif atau negatif. Pertanyaan terbuka, adalah pertanyaan yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Contoh: bagaimanakah tanggapan anda terhadap iklan‑iklan di TV saat ini? Sebaliknya pertanyaan tertutup, adalah pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Setiap pertanyaan angket yang mengharapkan jawaban berbentuk data nominal, ordinal, interval, dan rasio, adalah bentuk pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup akan membantu responden untuk menjawab dengan cepat, dan juga memudahkan peneliti dalam melakukan analisis data terhadap seluruh angket yang telah terkumpul. Pertanyaan/pernyataan dalam angket perlu dibuat positif dan negatif agar responden dalam memberikan jawaban setiap pertanyaan lebih serius, dan tidak mekanistis. Pertanyaan tidak mendua: Setiap pertanyaan dalam angket jangan mendua sehingga menyulitkan responden untuk memberikan jawaban. Contoh: bagaimana pendapat anda tentang kualitas dan harga barang tersebut? ini adalah pertanyaan yang mendua, karena menanyakan tentang dua hal sekaligus, yaitu kualitas dan harga. Sebaiknya pertanyaan tersebut dijadikan menjadi dua yaitu: bagaimanakah kualitas barang tersebut? Bagaimanakah harga barang tersebut? Tidak menanyakan yang sudah lupa: Setiap pertanyaan dalam instrumen angket, sebaiknya juga tidak menanyakan hal‑hal yang sekiranya responden sudah lupa, atau pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan befikir berat. Contoh misalnya: bagaimanakah kinerja para penguasa Indonesia 30 tahun yang lalu? Menurut anda, bagaimanakah cara mengatasi krisis ekonomi saat ini? (kecuali penelitian yang mengharapkan pendapat para ahli). Kalau misalnya umur responden baru 25 tahun, dan pendidikannya rendah, maka akan sulit memberikan jawaban. Pertanyaan tidak menggiring: Pertanyaan dalam angket sebaiknya juga tidak menggiring ke jawaban yang baik saja atau ke yang jelek saja. Misalnya: bagaimanakah kalau bonus atas jasa pemasaran di tingkatkan? jawaban responden tentu cenderung akan setuju. Bagaimanakah prestasi kerja anda selama setahun terakhir? jawabannya akan cenderung baik. Panjang pertanyaan: Pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu panjang, sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi. Bila jumlah peubah banyak, sehingga memerlukan instrumen yang banyak, maka instrumen tersebut dibuat bervariasi dalam penampilan, model skala pengukuran yang digunakan, dan cara mengisinya. Disarankan empirik jumlah pertanyaan yang memadai adalah antara 20 s/d 30 pertanyaan Urutan pertanyaan Urutan pertanyaan dalam angket, dimulai dari yang umum menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang mudah menuju ke hal yang sulit; atau diacak. Hal ini perlu dipertimbangkan karena secara psikologis akan mempengaruhi semangat responden untuk menjawab. Kalau pada awalnya sudah diberi pertanyaan yang sulit, atau yang spesifik, maka responden akan patah semangat untuk mengisi angket yang telah mereka terima. Urutan pertanyaan yang diacak perlu dibuat bila tingkat kematangan responden terhadap masalah yang ditanyakan sudah tinggi. (b) Prinsip Pengukuran: Angket yang diberikan kepada responden adalah merupakan instrumen penelitian, yang digunakan untuk mengukur peubah yang akan diteliti. Oleh karena itu instrumen angket tersebut harus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang peubah yang diukur. Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliabel, maka sebelum instrumen angket tersebut diberikan pada responden, maka perlu diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dulu. Instrumen yang tidak valid dan reliabel bila digunakan untuk mengumpulkan data, akan menghasilkan data yang tidak valid dan reliabel pula. (c) Penampilan Fisik Angket: Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data akan mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi angket. Angket yang dibuat di kertas buram, akan mendapat respon yang kurang menarik bagi responden, bila dibandingkan angket yang dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna. Tetapi angket yang dicetak di kertas yang bagus dan berwarna akan menjadi mahal. 7.3.3. Observasi Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesionen Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek‑obyek alam yang lain. Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses‑proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala‑gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur. (a) Observasi Berperan serta (Participant observation): Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari‑hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak. Dalam suatu perusahaan misalnya, peneliti dapat berperan sebagai karyawan, ia dapat mengamati bagaimana perilaku karyawan dalam bekerja, bagaimana semangat kerjanya, bagaimana hubungan satu karyawan dengan karyawan lain, hubungan karyawan dengan supervisor dan pimpinan, keluhan dalam melaksanakan pekerjaan dll. (b) Observasi Nonpartisipan: Kalau dalam observasi partisipan peneliti terlibat langsung dengan aktivitas orang‑orang yang sedang diamati, maka dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Misalnya dalam suatu pusat belanja, peneliti dapat mengamati bagaimana perilaku pembeli terhadap barang‑barang, barang‑barang apa saja yang paling diminati pembeli saat itu. Peneliti mencatat, menganalisis dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan tentang perilaku pembeli, dan barang‑barang apa saja yang paling diminati pembeli. Pengumpulan data dengan observasi nonpartisipan ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna adalah nilai-nilai di balik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis. Dalam suatu proses produksi, peneliti dapat mengamati bagaimana mesin‑mesin bekerja dalam mengolah bahan baku, komponen mesin mana yang masih bagus dan yang kurang bagus, bagaimana kualitas barang yang dihasilkan, dan bagaimana performance tenaga kerja atau operator mesinnya. (c) Observasi Terstruktur: Observasi terstruktur adalah observasi adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, di mana tempatnya. Jadi observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang peubah apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakan instrumen penelitian yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Pedoman wawancara terstruktur, atau angket tertutup dapat juga digunakan sebagai pedoman untuk melakukan observasi. Misalnya peneliti akan melakukan pengukuran terhadap kinerja karyawan bidang pemasaran melalui pengamatan, maka peneliti dapat menilai setiap perilaku dengan menggunakan instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja karyawan tersebut. (d) Observasi Tidak Terstruktur: Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instnumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu‑rambu pengamatan. Dalam suatu pameran produk industri dari berbagai negara, peneliti belum tahu pasti apa yang akan diamati. Oleh karena itu peneliti dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang tertarik, melakukan analisis dan kemudian dibuat kesimpulan. VIII. MENYUSUN KUESIONER   8.1. Kuesioner Sebagai Instrumen Pengambilan data primer memerlukan instrumen. Kuesioner adalah sebuah alat pengumpulan data yang nantinya data tersebut akan diolah untuk menghasilkan informasi tertentu. Sebuah aplikasi penelitian bisa saja membutuhkan lebih dari satu macam kuesioner. Jika, suatu lembaga penelitian tengah melakukan 4 penelitian yang berbeda dan masing‑masing memiliki 5 macam kuesioner, maka dalam saat yang sama akan terdapat 20 macam kuesioner. Oleh karena itu, kode kuesioner beserta penanggungjawab kuesioner penting untuk dicantumkan di lembar kuesioner agar administrasi data menjadi lebih teratur dan terkendali. Proses pengumpulan membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga yang besar, padahal data itu dapat menjadi tidak berguna karena kuesioner yang digunakan tidak memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Apakah instrumen yang dipersiapkan untuk mengumpulkan data penelitian benar‑benar mengukur apa yang ingin diukur? Inilah pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap peneliti. Seringkali peneliti bisnis tidak membicarakan di dalam laporan penelitiannya apakah alat pengumpul data yang dipakainya memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Tanpa informasi tersebut pembaca laporan menjadi kurang yakin apakah data yang dikumpulkan betul‑betul menggambarkan fenomena yang ingin diukur. Agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka informasi yang menyangkut validitas dan reliabilitas alat pengukur harus disampaikan. 8.2. Komponen Inti Kuesioner Terdapat 4 komponen inti dari sebuah kuesioner, yaitu: (a) Subyek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian. (b) Ajakan, yaitu permohonan dari peneliti kepada responden untuk turut serta mengisi kuesioner secara aktif dan obyektif. (c) Petunjuk pengisian kuesioner yang mudah dimengerti dan tidak bias. (d) Pertanyaan atau pernyataan beserta tempat mengisi jawaban, baik secara tertutup, semi tertutup, ataupun terbuka. Dalam kuesioner perlu juga disertakan isian untuk identitas responden. 8.3. Kriteria Kuesioner yang Baik Kuesioner yang baik, minimal memenuhi lima kriteria, valid, reliabel, sensitif, obyektif, dan fisibel. 8.3.1. Validitas Validitas adalah pernyataan sampai sajauh mana data yang ditampung pada suatu kuesioner dapat mengukur apa yang ingin diukur. Misalkan seorang peneliti akan mengukur kepuasan kerja karyawan, maka semua pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner semuanya berkaitan dengan kepuasan kerja karyawan. Tidak ada satu pun pertanyaan atau pernyataan yang keluar dari topik itu. Oleh karena itu perlu dilakukan uji validitas kuesioner. Validitas kuesioner ditentukan oleh ketiga kriteria di bibawah ini: Sampai sejauh mana suatu pertanyaan dapat mempengaruhi responden menunjukkan sikap yang positif terhadap hal-hal yang ditanyakan? Sampai sejauh mana suatu pertanyaan dapat mempengaruhi responden agar dengan suka rela membantu peneliti dalam menemukan hal-hal yang akan dicari oleh peneliti? Sampai sejauh mana suatu pertanyaan menggali informasi yang responden sendiri tidak meyakini kebenarannya? 8.3.2. Reliabilitas Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila alat ukur tersebut digunakan berulang kali. Langkah kaki jangan dijadikan alat untuk mengukur panjang karena tiap‑tiap langkah tidak sama panjangnya. Sebaiknya digunakan alat ukur meteran yang standar karena alat ukur ini konsisten untuk digunakan berulang kali. Dalam hal kuesioner, pertanyaan‑pertanyaan yang termuat di dalamnya hendaknya dibuat sedemikian rupa, sehingga jika diisi berulang kali oleh responden hasilnya masih relatif konsisten. 8.3.3. Sensitivitas Dalam penelitian, sensitivitas dijelaskan sebagai kemampuan suatu instrumen untuk melakukan diskriminasi. Bila reliabilitas dan validitas suatu instrumen tinggi, atau dengan kata lain sensitif, perbedaan atas tingkat variasi-variasi karakteristik yang diukur dapat mempertajam. 8.3.4. Obyektivitas Obyektivitas mengacu pada terbebasnya data yang diisikan pada kuesioner dari penilaian yang subyektif, misalnya perasaan responden yang cenderung mempengaruhi obyektivitas data. 8.3.5. Fisibilitas Fisibilitas berhubungan dengan teknis pengisian kuesioner, serta penggunaan sumber daya dan waktu. Ada beberapa pengisian kuesioner yang sederhana, tetapi ada juga yang memerlukan pemikiran yang lebih rumit, sehingga akan memerlukan waktu, tenaga, bahkan biaya yang lebih banyak. Kendala‑kendala seperti ini perlu dipertimbangkan terlebih dahulu agar pelaksanaannya fisibel. 8.4. Format Pertanyaan 8.4.1. Pertanyaan Langsung dan Pertanyaan Tidak Langsung Perbedaan mendasar antara Pertanyaan Langsung dan Pertanyaan Tidak Langsung ialah terletak pada tingkat kejelasan suatu pertanyaan dalam mengungkap informasi khusus dari responden. Pertanyaan Langsung menanyakan informasi khusus secara langsung dengan tanpa basa-basi (direct). Pertanyaan Tidak Langsung menanyakan informasi khusus secara tidak langsung (indirect); sekalipun demikian inti dari pertanyaannya adalah sama. Contoh: Pertanyaan Langsung: Apakah Saudara menyukai pekerjaan saat ini? Pertanyaan Tidak Langsung: Bagaimana pendapat saudara terhadap pekerjaan yang ada saat in? 8.4.2. Pertanyaan Khusus dan Pertanyaan Umum Pertanyaan Khusus menanyakan hal-hal yang khusus terhadap responden yang menyebabkan responden menjadi sadar atau tergugah sehingga yang bersangkutan akan memberikan jawaban yang kurang jujur. Pertanyaan Umum biasanya menanyakan informasi yang dicari dengan cara tidak langsung dan seacara umum, sehingga responden tidak begitu menyadarinya. Contoh: Pertanyaan Khusus: Apakah saudara menyukai pekerjaan mengoperasikan mesin produksi tersebut? Pertanyaan Umum: Apakah saudara suka bekerja di perusahaan tersebut? 8.4.3. Pertanyaan Tentang Fakta dan Pertanyaan Tentang Opini Pertanyaan Tentang Fakta akan menghendaki jawaban dari responden berupa fakta; sedang Pertanyaan Tentang Opini menghendaki jawaban yang bersifat opini. Pada praktiknya dikarenakan responden munkin mempunyai memori yang tidak kuat ataupun dengan sadar yang bersangkutan ingin menciptakan kesan yang khusus; maka Pertanyaan Tentang Fakta belum tentu sepenuhnya menghasilkan jawaban yang bersifat faktual. Demikian halnya dengan pertanyaan yang menanyakan opini belum tentu sepenuhnya menghasilkan jawaban yang mengekspresikan opini yang jujur. Hal ini terjadi karena responden mendistorsi opininya didasarkan pada adanya “tekanan sosial” untuk menyesuaikan diri dengan keinginan social dan lingkungannya. Contoh: Pertanyaan Tentang Fakta: Apakah merek mobil yang saudara punyai saat ini? Pertanyaan Tentang Opini: Mengapa saudara menyukai mobil merek Honda? 8.3.4. Pertanyaan dalam Bentuk Kalimat Tanya dan Pertanyaan dalam Bentuk Kalimat Pernyataan Pertanyaan Dalam Bentuk Kalimat Tanya memberikan pertanyaan langsung kepada responden; sedang Pertanyaan Dalam Bentuk Kalimat Pernyataan menyediakan jawaban persetujuannya. Contoh: Pertanyaan Dalam Bentuk Kalimat Tanya: Apakah saudara setuju dengan kenaikan harga BBM? Pertanyaan Dalam Bentuk Kalimat Pernyataan: Harga BBM akan dinaikkan. Jawabannya: a. setuju, b. tidak setuju 8.5. Bagaimana Pertanyaan Harus Dijawab 8.5.1. Jawaban Tidak Berstruktur Model jawaban ini tidak berstruktur biasanya juga disebut sebagai pertanyaan terbuka. Jawaban ini memeberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab pertanyaan secara bebas dan mengekspresikan pendapatnya. Keuntungan menggunakan model jawaban ini ialah peneliti dapat memperoleh informasi secara lengkap dari responden; sekalipun demikian model ini mempunyai kelemahan-kelemahan diantaranya ialah pihak peneliti akan menagalami kesulitan dalam mengolah informasi karena banyaknya informasi data. Disamping itu pemgolahannya banyak memakan waktu dan peneliti akan kesulitan dalam proses skoring Contoh: Ceritakan perasaan anda mengenai masalah kenaikan harga BBM Apa pendapat anda mengenai kenaikan harga BBM? 8.5.2. Jawaban Isian Model jawaban ini merupakan bentuk transisi dari tidak terstruktur ke model jawaban pertanyaan terstruktur. Meski responden diberi kesempatan untuk memberikan response terbuka tetapi terbatas karena model pertanyaannya. Contoh: Apa pekerjaaan Saudara? Dari universitas mana Saudara lulus? 8.5.3. Jawaban Model Tabulasi Model jawaban ini mirip dengan jawaban isian tetapi lebih terstruktur karena responden harus mengisikan jawaban dalam suatu tabel. Bentuk tabel seperti ini memudahkan peneliti mengorgnaisasi jawaban yang kompleks. Contoh: Responden diminta mengisi pertanyaan-pertanyaan dalam tabel seperti di bawah ini: Jabatan Nama Perusahaan Gaji per tahun Tanggal Sebelumnya Dari - Sampai Berikutnya Dari - Sampai   8.5.4. Jawaban Bentuk Skala Model jawaban ini merupakan model jawaban terstruktur lain dimana responden diminta mengekspresikan persetujuan atau perolehannya terhadap pertanyaan yang diberikan. Contoh 1: Jika anda mengalami kesulitan dalam pekerjaan apa yang akan anda lakukan? Akan berhenti bekerja Mungkin berhenti bekerja Mempertimbangkan secara serius tapi tetap terus bekerja Tidak mempersoalkan Contoh 2: Jika pekerjaan tersebut:   Akan berhenti bekerja Mungkin berhenti bekerja Mempertimbangkan secara serius tapi tetap terus bekerja Tidak mempersoalkan Membahayakan kesehatan         Membutuhkan banyak perjalanan         Diharuskan bekerja           Contoh 3: Bagaimana pendapat anda tentang kebijakan ekonomi pemerintah saat ini? Sangat baik Baik Cukup Jelek Sangat Jelek 8.5.5. Jawaban Membuat Ranking Model jawaban ini meminta responden meranking beberapa pernyataan berdasarkan tingkat kepentingan dalam bentuk urut-urut-an didasarkan atas prioritas. Hasilnya peneliti akan memperoleh data yang bersifat ordinal. Contoh: ranking kegiatan-kegiatan ini dalam kaitannya dengan peluncuran produk baru: melakukan riset pasar- membuat produk - merancang produk -mengiklankan produk - meluncurkan produk 8.5.6. Jawaban Bentuk Checklist Jawaban checklist meminta responden menjawab dengan memilih salah satu dari jawaban-jawaban yang memungkinkan yang telah disediakan. Bentuk jawaban tidak dalam bentuk skala tetapi berbentuk kategori nominal. Bentuk seperti ini banyak menghemat waktu baik bagi responden maupun peneliti. Contoh: Jenis pekerjaan yang paling anda sukai? …. (1) pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan saya sehingga saya dapat bekerja secara optimal. …..(2) pekerjaan yang memaksa saya bekerja dengan keterbatasan kemampuan saya. …..(3) pekerjaan yang banyak menghasilkan uang meski tidak sesuai dengan kemampuan saya. 8.5.7. Jawaban Kategorikal Model jawaban ini mirip dengan jawaban checklist, tetapi bentuknya lebih sederhana dan hanya memberikan dua alternatif jawaban. Jawaban seperti ini akan memberikan data yang bersifat nominal. Contoh: Apakah anda seorang yang bekerja keras? (a) ya, (b) tidak Bekerja secara disiplin dan teratur itu baik. (a) benar, (b) salah   8.6. Memilih Model Jawaban Membuat pertanyaan berdasarkan model jawaban memerlukan pertimbangan berdasarkan pada tipe data yang dibutuhkan dan juga pertimbangan keuntungan dan kerugiannya. Di bawah ini deskripsi mengenai model jawaban, tipe data, keuntungan dan kerugiannya. Model Jawaban Tipe Data Keuntungan Kerugian Mengisi Nominal Bias kecil, fleksibilitas jawaban lebih besar Lebih sulit untuk pembuatan skoringnya Skala Interval Mudah dilakukan skoringnya Banyak menyita waktu dan bias Ranking Ordinal Mudah dilakukan skoringnya Sulit dilakukan dengan tuntas Checklist / Kategorikal Nominal Mudah skoringnya dan mudah dijawab Menghasilkan data yang sedikit dan pilihan yang sedikit   Berdasarkan model jawaban peneliti dapat juga menentukan data yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan skala pengukurannya. Contoh: Bagaimana pendapat Saudara mengenai kenaikan harga bahan pokok makanan? Model Jawaban yang menghasilkan jenis data berskala nominal a. setuju b. tidak setuju Model Jawaban yang menghasilkan jenis data berskala ordinal a. sangat tidak setuju b. tidak setuju c. netral d. setuju e. setuju sekali Model Jawaban yang menghasilkan jenis data berskala interval 1 10 Tidak setuju Setuju Berapa kenaikan harga bahan pokok yang Saudara setujui Model Jawaban yang menghasilkan jenis data berskala interval a. 2% b. 4% c. 6% d. 8% e.10%   Berapa harga tiket kereta api Malang – Jakarta yang Saudara inginkan untuk kelas bisnis dan eksekutif? Model Jawaban yang menghasilkan jenis data berskala rasio Kelas Eksekutif Kelas Bisnis a. Rp.60.000 Rp.40.000 b. Rp.80.000 Rp.40.000 c. Rp.120.000 Rp.40.000 8.7. Uji Validitas Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Jika peneliti menggu­nakan kuesioner dalam pengumpulan data, kuesioner yang disusunnya harus mengukur apa yang ingin diukurnya. Setelah kuesioner tersebut tersusun dan teruji validitasnya, dalam praktek belum tentu data yang terkumpul adalah data yang valid. Banyak hal lain yang akan mengurangi validitas data; misalnya, apakah si pewawancara yang mengumpulkan data betul‑betul mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan dalam kuesioner. Selain itu, validitas data akan ditentukan oleh keadaan responden sewaktu diwawancarai. Bila sewaktu menjawab semua pertanyaan ternyata responden merasa bebas tanpa ada rasa malu atau rasa takut, maka data yang diperoleh akan valid dan reliabel, tetapi bila si responden merasa malu, takut, dan cemas akan jawabannya, maka besar kemungkinan dia akan memberikan jawaban yang tidak benar. Berikut ini dibahas faktor yang mempengaruhi validitas alat pengukur saja, sedangkan faktor pewawancara dan responden yang juga dapat mempengaruhi validitas dan reliabilitas data tidak bicarakan. Berikut ini disajikan cara menguji validitas kuesioner sebagai alat ukur. Sebagai contoh, uji validitas dilakukan dalam hal skala sikap dengan validitas konstruksi. Langkah‑langkah Mengukur Validitas 1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. Konsep yang akan diukur hendaknya dijabarkan terlebih dahulu sehingga operasionalnya dapat dilakukan. 2. Melakukan uji coba pengukur tersebut pada sejumlah responden. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan‑pertanyaan yang ada. Disarankan agar jumlah responden untuk uji coba, minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal 30 orang ini, distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati kurva normal. 3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban. Untuk sekadar ilustrasi: misalnya ada 10 pernyataan yang diisi oleh 9 orang responden. Jawaban yang diberikan responden adalah seperti tertera pada tabel di bawah. 4. Menghitung nilai korelasi antara data pada masingmasing pernyataan dengan skor total memakai rumus teknik korelasi product moment, yang rumusnya seperti berikut: Responden Nomor Kuesioner 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total A 4 3 3 4 4 3 2 4 3 4 34 B 2 1 1 1 3 4 3 2 2 1 19 C 5 5 4 4 3 3 5 4 4 2 39 D 1 2 1 1 2 2 1 3 2 1 16 E 2 3 2 3 3 2 3 1 2 2 23 F 4 4 5 5 4 4 3 3 4 5 41 G 1 2 1 2 2 1 3 2 2 3 23 H 3 3 2 2 3 2 3 2 2 3 25 I 5 5 4 4 5 5 4 4 3 5 44 Berikut ini adalah perhitungan korelasi antara pernyataan nomor satu dan skor total Responden X Y X2 Y2 XY A 4 34 16 1156 136 B 3 19 2 361 38 C 5 39 25 1521 195 D 1 16 1 256 16 E 2 23 4 529 46 F 4 41 16 1681 164 G 1 17 1 289 17 H 3 25 9 625 75 I 5 44 25 1936 220 N = 9 27 258 101 8354 907 Masukkan semua angka ini di atas ke dalam rumus korelasi product moment, diperoleh nilai r = 0,9808. Karena kuesioner memiliki 10 pertanyaan, maka ada 10 nilai korelasi. Ringkaan hasil perhitungan adalah sebagai berikut Pertanyaan No 1 = 0,9608 Pertanyaan No 6 = 0,7082 Pertanyaan No 2 = 0,8987 Pertanyaan No 7 = 0,5722 Pertanyaan No 3 = 0,9662 Pertanyaan No 8 = 0,7038 Pertanyaan No 4 = 0,8475 Pertanyaan No 9 = 0,8705 Pertanyaan No 5 = 0,8923 Pertanyaan No 10 = 0,8541 Selanjutnya dengan metode statistika, nilai korelasi yang diperoleh harus diuji terlbihb dahulu untuk menyatakan apakah nilainya signifikan atau tidak. Caranya adalah dengan melakukan uji korelasi. Misalnya semua nilai korelasi yang ada adalah siginifikan, kecuali untuk pertanyaan No 7. Pertanyaan-pertanyaan yang ada memiliki validitas konstruksi, berarti terdapat konsistensi internal dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut, sehingga pertanyaan-pertanyaan tersebut memang mengukur aspek yang sama. Pertanyaan non 7 tidak signifikan karena angka korelasi yang diperolehnya rendah. Sementara itu jika ada angka korelasi yang negatif, hal ini menunjukkan bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan pertanyaan lainnya. Oleh karenanya pertanyaan tersebut tidak valid atau tidak konsisten dengan pertanyaan yang lain. Apabila dalam perhitungan ditemukan pertanyaan yang tidak valid, kemungkinannya adalah bahwa pertanyaan tersebut penyajiannya kurang baik, susunan kata‑kata atau isi kalimatnya menimbulkan penafsiran yang berbeda (bias), sehingga kuesioner perlu diubah. Catatan tentang Pembobotan Telah dijelaskan di atas bahwa indikator-indikator yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner merupakan penjabaran dari peubah. Peubah merupakan penjabaran dari dimensi, dan dimensi merupakan penjabaran dari konsep yang akan diteliti. Tidak jarang bahwa peneliti menganggap bahwa setiap indikator, peubah, ataupun dimensi memiliki bobot kepentingannya sendiri‑sendiri. Akibatnya, perlu dilakukan perhitungan untuk menilai besar bobotnya. 8.8. Uji Reliabilitas Jika alat ukur telah dinyatakan valid, selanjutnya realibilitas alat ukur tersebut diuji. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Pada alat pengukur untuk fenomena fisik seperti berat dan panjang badan, konsistensi hasil pengukuran bukanlah hal yang sulit dicapai. Namun, untuk mengukur permasalahan bisnis yang mencakup fenomena sosial seperti sikap, opini dan persepsi, pengukuran yang konsisten agak sulit dicapai. Berhubung gejala sosial tidak semantap gejala fisik, maka dalam pengukuran gejala sosial unsur kesalahan pengukuran (measurement error) selalu diperhitungkan. Dalam penelitian sosial, kesalahan pengukuran ini cukup besar. Oleh karena itu, untuk mengetahui hasil pengukuran yang sebenarnya, kesalahan pengukuran ini perlu diperhitungkan. Hasil pengukuran gejala sosial merupakan kombinasi antara hasil pengukuran yang sesungguhnya (true score) ditambah dengan kesalahan pengukuran. Secara matematis, keadaan tersebut digambarkan dalam persamaan berikut ini: X­0 = Xt + Xe di mana: X0 = angka yang diperoleh (obtained score) Xt = angka yang sebenarnya (true score) Xe = kesalahan pengukuran (measurement error) Makin kecil kesalahan pengukuran, makin reliabel alat pengukur. Sebaliknya makin besar kesalahan pengukuran, makin tidak reliabel alat pengukur tersebut. Besar‑kecil kesalahan pengukuran dapat diketahui antara lain dari nilai korelasi antara hasil pengukuran pertama dan kedua. Bila nilai korelasi (r) dikuadratkan, maka hasilnya disebut koefisien determinasi (coefficient of determination) yang merupakan petunjuk besar‑kecil hasil pengukuran yang sebenarnya. Semakin tinggi angka korelasi, makin besar nilai koefisien determinasi, dan makin rendah kesalahan pengukurannya. Misalkan, ditemukan korelasi antara pengukuran pertama dan kedua sebesar r = 0,90, maka hasil pengukuran yang sesungguhnya adalah 0.90 x 0,90 = 81 persen. Bila, angka korelasi (r) yang ditemukan hanya 0,50, maka koefisien determinasinya hanya 0,25. Berarti hanya 25 persen saja hasil pengukuran yang sebenarnya. Terdapat berbagai macam teknik untuk mengukur reliabilitas, diantaranya adalah Teknik Test‑Retest, Teknik Spearman‑Brown, Teknik K‑R 20, Teknik K‑R 21, Teknik Cronbach, dan Teknik Observasi. 1. Teknik Test‑Retest (Pengukuran Ulang) Untuk mengetahui reliabilitas suatu alat pengukur dengan pengukuran ulang (test‑retest), peneliti harus meminta responden yang sama untuk menjawab semua pertanyaan dalam alat pengukur sebanyak dua kali. Selang waktu antara pengukur pertama dan pengukuran kedua sebaiknya tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh. Selang waktu antara 15‑30 hari secara umumnya dianggap memenuhi persyaratan tersebut. Kalau selang waktu terlalu dekat, responden masih ingat dengan jawaban yang diberikannya pada waktu pengukuran pertama. Kalau selang waktu terlalu lama, kemungkinan terjadi perubahan pada fenomena yang diukur. Kedua hal ini akan mempengaruhi hasii pengujian reliabilitas. Hasil pengukuran pertama dikorelasikan dengan teknik korelasi product moment seperti yang telah diterangkan dalam menghitung validitas. Selain itu, dapat pula digunakan teknik korelasi yang lain. Pilihan teknik korelasi ditentukan oleh jenis data yang dikumpulkan. Sebagai contoh, misalkan data pengukuran suatu persepsi hasil dari penilaian pertama dan kedua distribusinya seperti yang termuat dalam tabel di bawah ini. Nilai hasil pengukuran diperoleh dari jumlah rata‑rata tertimbang dari data riap responden. Responden Pengukuran I Pengukuran II A 34 45 B 19 42 C 39 40 D 16 38 R 23 32 F 41 20 G 17 24 H 25 17 I 44 41 Selanjutnya, hasil pengukuran I dikorelasikan dengan pengukuran II dengan menggunakan teknik korelasi product moment. Pengukuran I disebut X dan pengukuran II disebut Y Cara perhitungannya sama dengan contoh pada perhitungan validitas. Bila angka korelasi yang diperoleh signifikan, berarti hasil pengukuran I dan pengukuran II relatif konsisten. Dengan demikian skala pengukur yang disusun adalah reliabel, begitu pula sebaliknya. Teknik pengukuran ulang untuk menghitung reliabilitas dapat pula dilakukan untuk setiap pertanyaan di dalam kuesioner. Caranya adalah dengan mengkorelasikan jawaban pada wawancara pertama dengan jawaban pada wawancara ulang. Bila, terdapat korelasi yang signifikan antara jawaban wawancara pertama dan wawancara ulang, maka jawaban tersebut tergolong reliabel. 2. Teknik Spearman‑Brown Syarat penggunaan teknik ini adalah: Bentuk pertanyaan hanya terdiri atas dua pilihan jawaban, misalnya, Ya diisi dengan 1 dan Tidak diisi dengan 0. Jumlah butir pertanyaan harus genap, agar dapat dibelah. Antara belahan pertama dengan belahan kedua harus seimbang. Belahan instrumen dikatakan seimbang jika jumlah butir pertanyaannya sama dan pertanyaan tersebut mengungkap aspek yang sama. Untuk memperoleh belahan yang seimbang, peneliti harus sudah memperhitungkannya sejak instrumen tersebut disusun. Sebagai usaha hati‑hati, peneliti harus membuat pertanyaan dalam jumlah genap untuk setiap aspek atau faktor. Dengan demikian, letak butir dapar disebar sedemikian rupa agar, kalau dalam analisis data dilakukan pembelahan, sudah diketahui dengan pasti manakah pasangan-pasangan butir pertanyaannya. Karena itu perencanaan penelitian harus terpadu dalam hal peubah, pembuatan instrumen, uji coba, pengujian reliabilitas, analisis data, dan sebagainya. Peneliti perlu membuat tabel analisis butir soal atau butir pertanyaan. Dari analisis ini skor‑skor dikelompokkan menjadi dua berdasarkan belahan bagian awal. Ada dua cara membelah, yaitu belah ganjil‑genap dan belah awal‑akhir. Oleh karena itulah teknik Spearman‑Brown ini disebut teknik belah dua. Kedua teknik dipaparkan berikut ini. Teknik Belah Ganjil-Genap Dengan teknik belah dua ganjil genap peneliti mengelompkkan skor butir bernomor ganjil sebagai belahan pertama dan kelompok skor butir bernomor genap sebagai belahan kedua. Secara teknis caranya adalah: Pertama kali menghitung jumlah jawaban yang bernilai ‘1’ atau ‘ ya’ yang berada pada butir-butir pertanyaan ganjil. Itulah jumlah skor ganjil, sedangkan jumlah skor genap didapat dengan mengurangi skor total dengan skor ganjil. Selanjutnya mengkorelasikan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua, yang akan menunjukkan harga rxy. Karena indeks korelasi yang diperoleh baru menunjukkan hubungan antara belahan instrumen, maka untuk memperoleh indeks realibilitas masih harus menggunakan rumus Spearman-Brown, yaitu: dimana r11 = realibilitas inastrumen r ½ ½ = rxy sebagai indeks korelasi antara belahan instrumen Contoh: Misalnya rxy adalah 0,576, maka Jika telah diperoleh angka reliabilitas, selanjutnya dilakukan uji korelasi. Jika pengujiannya menggunakan tabel r product moment dengan n = 10, maka untuk r t5% didapat r tabel = 0,632 dan untuk r t1% didapat r tabel 0,765. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut reliabel bila ditinjau dari teknik belah dua ganjil-genap untuk 5%. Teknik Belah Awal-Akhir Jika peniliti ingin membelah butir-butir instrumen atas belahan awal-akhir, maka yang dimaksud dengan belahan pertama adalah skor butir dari butir 1 sampai dengan nomor ke ½ dan belahan kedua skor skor butir setengah nomor terakhir. Secara teknis caranya adalah: Jumlah pertanyaan dibagi dua, misalnya masing-masingh terdiri dari 10 pertanyaan. Dari sepuluh pertanyaan belah awal kemudian dihitung yang menjawan ‘11’, maka jumlah ini diisikan untuk nilai skor awal. Skor akhir didapat dengan mengurangi skor total dengan skor awal ini. Setelah skor belahan pertama dikorelasikan dengan skor belahan kedua, lalu reliabilitas instrumen dihitung dengan rumus Spearman-Brown, Reps Butir – butir pertanyaan Skor Ganjil Genap Awal Akhir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 A 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 7 7 0 4 3 B 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 7 0 7 3 4 C 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 10 6 4 5 5 D 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 4 2 2 2 2 E 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 11 7 4 6 5 F 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 12 6 6 6 6 G 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 6 3 3 3 3 H 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 8 4 4 3 5 I 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 11 6 5 7 4 J 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 10 4 6 4 6 86 45 40 43 43 NP 5 6 7 7 6 6 6 6 8 4 7 6 6 6 P 0,5 0,6 0,7 0,7 0,6 0,6 0,6 0,6 0,8 0,4 0,7 0,6 0,6 0,6 Q 0,5 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,4 0,4 0,2 0,6 0,3 0,4 0,4 0,4 Catatan: P : Proporsi subyek yang menjawab betul (max. 100%) Q : Proporsi Proyek yang menjawab tidak betul (100%-P) NP : P dikali dengan jumlah responden PQ : proporsi P dikali proporsi Q Besaran-besaran lain disajikan berikut ini. Untuk cara belah Ganjil-Genap: X = 45 Y = 40 X2 = 240 Y2 = 216 XY = 172 Untuk cara belah awal-akhir: X = 43 Y = 43 X2 = 209 Y2 = 201 XY = 195 Selanjutnya dapat dihitung korelasi antara belahan ganjil-genap dengan rumus: Selanjutnya, dapat dihitung nilai reliabilitas instrumen sebagai berikut: Selanjutnya, lakukan uji hipotesis korelasi untuk menentukan apakah ia reliable atau tidak. Hal yang sama dapat dilakukan untuk teknik belah dua awal-akhir. 3. Teknik Femandes untuk Pengamatan (Observasi) Metode pengamatan atau observasi dilakukan oleh pengamat terhadap benda. Untuk benda diam, sasaran dapat diambil lagi sewaktu‑waktu jika diperlukan, sedangkan benda bergerak membutuhkan alat bantu seperti rekaman video yang dapat menunjukkan proses yang diamati. Kelemahan lain adalah terletak pada diri pengamat yang sulit bersikap netral. Jadi, jika pengamatan dilakukan oleh lebih dari satu orang maka perbedaan hasil pengamatan dapat cukup signifikan. Oleh karena itu, sebelum melakukan pengamatan perlu dilakukan latihan pengamatan. Proses latihan pengamatan untuk menyamakan persepsi perlu dilakukan agar pengamatan yang diperoleh dihasilkan dart upaya menekan semaksimal mungkin unsur subyektivitas pengamat. Untuk menentukan tingkat toleransi perbedaan hasil pengamatan, perlu dilakukan teknik pengetesan reliabilitas pengamatan dengan menggunakan rumus Femandes: dimana: KK = Koefisien kesepakatan S = Sepakat, jumlah kode yang sama untuk obyek yang sama N1 = jumiah kode yang dibuat oleh pengamat I N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II Contoh 1: Format dengan kategori "Ya" dan "Tidak" Untuk data dengan format kategori "Ya" dan "Tidak", perhitungan reliabilitasnya dapat mengikuti prosedur atau langkah‑langkah berikut ini. Langkah 1: Dua formulir isian dari para pengamat disatukan seperti berikut ini. Kategori "Ya" menyatakan setuju atas hal-hal yang positif dan “Tidak" menyatakan sebaliknya dari obyek yang diteliti, yaitu sebuah perusahaan yang bergerak di sektor perbankan. No. Obyek Pengamatan Pengamat I Pengamat II Ya Tidak Ya Tidak 1. Penyaluran Kredit v v 2. Jumlah Nasabah v v 3. Motivasi Karyawan v V 4. Risiko v v 5. Sistem Informasi v v 6. Prosedur v V 7. Program Kerja v V 8. Kepuasan Pelanggan v V 9. Citra (Image) v V 10. Produk Layanan v V Langkah 2: Memasukkan nomor kategori berdasarkan hasil pengamatan (v) ke daiam tabel kontingensi atau tabel dalam bentuk matriks 2x2 sebagai berikut. Tabel Kontinjensi Kesepakatan Pengamat I Ya Tidak Jumlah Pengamat II Ya 3,6,8,9 2,10 6 Tidak 1,4 5,7 4 Jumlah 6 4 10 Langkah 3: Menghitung jumlah sel yang cocok yaitu sel Ya-Ya dan Tidak‑Tidak: 4+2 = 6 Langkah 4: Memasukkan data ke dalam rumus sebagai berikut: Dengan nilai KK = 0,6 dapat diartikan bahwa ada 60 persen pengamatan cocok. Nilai ini akan diterima atau tidak sangat ditentukan oleh kesepakatan awal dari kedua pengamat. Contoh 2: Format dengan enam kategori bergradasi Format ini digunakan untuk data yang lebih halus dari sekadar Ya dan Tidak seperti contoh pertama di atas. Untuk format bergradasi ini, peneliti dapat mengetahui kualitas pernyataannya. Misalnya: Pada contoh pertama jawaban hanya dibagi atas dua kategori. Untuk mendapatkan nilai yang lebih halus, tidak sekadar "Ya" dan "Tidak", maka pilihan jawaban dibagi atas lebih dari dua jawaban, misalnya enam pilihan jawaban seperti berikut: 0 = tidak tahu; 1 = sangat buruk; 2 = buruk; 3 = biasa saja; 4 = baik; 5 = baik sekali Untuk data dengan format bergradasi ini, perhitungan reliabilitasnya dapat mengikuti prosedur atau langkahlangkah berikut ini. Langkah 1: Menggabungkan data isian dari kedua pengamat No. Obyek Pengamatan Pengamat I Pengamat II 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 1. Penyaluran Kredit v v 2. Jumlah Nasabah v V 3. Morivasi Karyawan v v 4. Risiko v v 5. Sistem Informasi v V 6. Prosedur v v 7. Program Keria v V 8. Kepuasan Pelanggan v v 9. Citra (Image) v v 10. Produk Layanan v V Langkah 2: Memasukkan nomor kategori berdasarkan hasil pengamatan (v) dalam tabel kontinjensi atau tabel dalam bentuk matriks 6 sebagai berikut. Tabel Kontingensi Kesepakatan Pengamat II Pengamat I 0 1 2 3 4 5 Jumlah 0 3,9 2 1 8 1 2 6 1 3 1,4 2 4 2 5 10 3 5 7 1 Jumlah 2 0 2 2 2 2 10 Langkah 3: Menghitung banyaknya kecocokan, yang cocok tidak-tidak adalah amatan 3 dan 9 pada sel 0‑0. Baris ke 2 ada satu kecocokan, yaitu amatan nomor 8, di mana pengamat I memilih 4 dan pengamat II memilih 1, demikian seterusnya. Langkah 4: Memasukkan data ke dalam rumus. Angka‑angka yang dijumpai sebagai kecocokan adalah angka‑angka pada sel‑sel yang terletak diagonal dengan sel jumlah. Pada sel‑sel yang dimaksud tertera (3,9), (6), (1,4), (5), dan (7). Seluruhnya ada 7 obyek amatan. Jadi 7 obyek inilah yang dinilai sama (cocok) oleh dua pengamat. Apabila dimasukkan ke dalam rumus akan terdapat angka‑angka sebagai berikut: Sama seperti kasus pertama di atas, dengan nilai KK = 0,7 dapat diartikan bahwa ada 70 persen pengamatan yang cocok. Nilai ini akan diterima atau tidak juga sangat ditentukan oleh kesepakatan awal dari kedua pengamat. Contoh Struktur Data Struktur data, mulai dari konsep hingga indikator, sekaligus skala yang digunakan untuk tiap indikator dengan tolok ukurnya, berguna untuk menjelaskan kepada pembaca bagaimana data terbentuk. Struktur data harus melalui uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu sebelum digunakan. Konsep: Kualitas jasa/Layanan Rumah Sakit Dimensi Peubah/Indikator Bobot Tolok Ukur Keterandalan/Reliabily - Ketepatan pelayanan - Kesesuaian pelayanan dengan janji yang ditawarkan. Kesigapan/Responsiveness - Kesigapan pekerja dalam menangani pasien - Penanganan keluhan pasien Jaminan/Assurance - Keramahan, perhatian, dan kesopanan pekerja - Prestasi dan Reputasi RS Empati/Empatby - Kemudahan menghubungi RS - Kemampuan pekerja berkomunikasi dengan pasien NyatalTangibles - Penampilan fisik gedung - Tempat parkir - Kebersihan, kerapian, kenyamanan ruangan - Penampilan pekerja Catatan (a) Struktur data ini hanya sebuah contoh bagaimana sebuah konsep dipecah atas dimensi‑dimensinya. Lalu dimensi dipecah lagi atas peubahnya. Dapat saja peubah ini dipecah‑pecah lagi atas subpeubah. Akhirnya, struktur data terkecil, yang sering disebut indikator, diberi nilai/ bobot melalui suatu tolok ukur/kriteria. (b) Semua indikator diberi bobot dan kriteria. Untuk contoh ini semua skala pengukurannya adalah interval, yang memiliki bobot dan kriteria sama, misalnya: Bobot Kriteria 1 sangat tidak puas 2 tidak puas 3 biasa saja 4 Puas 5 puas sekali IX. PENGOLAHAN ANALISIS DAN PENYAJIAN DATA   9.1. Pengolahan Data Pengolahan data atau disebut juga proses pra-analisis mempunyai tahap editing data, pengembangan peubah, pengkodean data, cek kesalahan, membuat struktur data, cek preanalisis komputer, dan tabulasi. 1. Langkah 1: Editing Data: Proses editing merupakan proses dimana peneliti melakukan klarifikasi, keterbacaan, konsisitensi dan kelengkapan data yang sudah terkumpul. Proses klarifikasi menyangkut memberikan penjelasan mengenai apakah data yang sudah terkumpul akan menciptakan masalah konseptual atau teknis pada saat peneliti melakukan analisis data. Dengan adanya klarifikasi ini diharapkan masalah teknis atau konseptual tersebut tidak mengganggu proses analisis sehingga dapat menimbulkan bias penafsiran hasil analisis. Keterbacaan berkaitan dengan apakah data yang sudah terkumpul secara logis dapat digunakan sebagai justifikasi penafsiran terhadap hasil analisis. Konsistensi mencakup keajegan jenis data berkaitan dengan skala pengukuran yang akan digunakan. Kelengkapan mengacu pada terkumpulannya data secara lengkap sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang sudah dirumuskan dalam penelitian tersebut. 2. Langkah 2: Pengembangan Peubah: pengembangan peubah ialah spesifikasi semua peubah yang diperlukan oleh peneliti yang tercakup dalam data yang sudah terkumpul atau dengan kata lain apakah semua peubah yang diperlukan sudah termasuk dalam data. Jika belum ini berarti data yang terkumpul belum lengkap atau belum mencakup semua peubah yang sedang diteliti. 3. Langkah 3: Pengkodean Data: Pemberian kode pada data dimaksudkan untuk menterjemahkan data kedalam kode-kode yang biasanya dalam bentuk angka. Tujuannya ialah untuk dapat dipindahkan kedalam sarana penyimpanan, misalnya komputer dan analisis berikutnya. Dengan data sudah diubah dalam bentuk angka-angka, maka peneliti akan lebih mudah mentransfer kedalam komputer dan mencari program perangkat lunak yang sesuai dengan data untuk digunakan sebagai sarana analisis, misalnya apakah data tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan software SPSS? Contoh pemberian kode data ialah, misalnya pertanyaan di bawah ini yang menggunakan jawaban “ya” dan “tidak” dapat diberi kode 1 untuk “ya” dan 2 untuk “tidak”. Pertanyaan: Apakah saudara menyukai pekerjaan saat ini? Jawaban: a. ya b. tidak. Untuk jawaban yang menggunakan skala seperti pertanyaan di bawah ini, maka jawaban “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “netral”, ”setuju” dan “setuju sekali” dapat diberi kode 1,2,3,4 dan 5 untuk masing-masing jawaban. Pertanyaan: Bagaimana pendapat saudara mengenai tarif telepon saat ini? Jawaban: a. sangat tidak setuju b. tidak setuju c. netral d. setuju e. setuju sekali Jika jawaban sudah dalam bentuk numerik, misalnya penghasilan per bulan sebesar Rp. 3,500.000;00 atau frekuensi membaca iklan sebesar 20 kali per bulan; pengkodean tidak perlu dilakukan lagi karena bentuknya sudah numerik. 4. Langkah 4: Cek Kesalahan: Peneliti melakukan pengecekan kesalahan sebelum dimasukkan kedalam komputer untuk melihat apakah langkah-langkah sebelumnya sudah diselesikan tanpa kesalahan yang serius. 5. Langkah 5 Membuat Struktur Data: Peneliti membuat struktur data yang mencakup semua data yang dibutuhkan untuk analisis kemudian dipindahkan kedalam komputer. Penyimpanan data kedalam komputer mempertimbangkan 1) apakah data disimpan dengan cara yang sesuai dan konsisten dengan penggunaan sebenarnya? 2)apakah ada data yang hilang / rusak dan belum dihitung? 3) bagaimana caranya mengatasi data yang hilang atau rusak? 4) sudahkan pemindahan data dilakukan secara lengkap? 6. Langkah 6: Cek Preanalisis Komputer: struktur data yang sudah final kemudian dipersiapkan untuk analisis komputer dan sebelumnya harus dilakukan pengecekan preanalisis komputer agar diketahui konsistensi dan kelengkapan data. 7. Langkah 7: Tabulasi: Tabulasi merupakan kegiatan menggambarkan jawaban responden dengan cara tertentu. Tabulasi juga dapat digunakan untuk menciptakan statistik deskriptif peubah-peubah yang diteliti atau yang peubah yang akan di tabulasi silang. Berikut ini diberikan contoh membuat tabulasi frekuensi dan tabulasi silang:  Tabulasi Frekuensi: untuk pertanyaan “Berapa pengeluaran biaya telepon responden per bulan”   Pengeluaran (dalam ribuan) Frekuensi Persentase 25.000 – 50.000 66 22% >50.000 – 75.000 95 32% >75.000 – 100.000 79 26% > 100.000 60 20% Total 309 100% Tabulasi Silang: Bidang Usaha di tabulasi silang dengan Kesediaan Memasang Promosi di Jalan Sukarno-Hatta   Bidang Usaha Bersedia Promosi Tidak Bersedia Frekuensi Air minum 2 2 Asuransi 3 3 ATK 1 1 Biro jasa 2 2 Jasa siaran 2 2 Fotokopi 3 3 Fastfood 3 3 9.2. Analisis Data Analisis merupakan suata proses kerja dari rangkaian tahapan pekerjaan sebelum penelitian didokumentasikan melalui tahapan penulisan laporan. Analisis dapat dilihat dari berbagai perspektif. Dilihat dari sisi mekanis dan substansif, dapat diuraikan sebagai berikut ini. 1. Secara mekanis; di dalam tahapan analisis akan terjadi: Perubahan angka dan catatan hasil pengumpulan data menjadi informasi yang lebih mudah dipahami. Penggunaan alat analisis bermanfaat untuk membuktikan hipotesis ataupun pendeskripsian peubah penelitian secara benar, bukan kebetulan. Interprestasi atas berbagai informasi itu, dalam kerangka kerja yang lebih luas, atau inferensi ke populasi, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul. 2. Secara substansif; di dalam tahapan analisis melakukan proses membandingkan dan mentes teori atau konsep dengan informasi yang ditemukan, mencari dan menemukan adanya konsep baru dari data yang dikumpulkan, mencari penjelasan apakah konsep baru ini berlaku umum, atau baru terjadi bila ada prakondisi tertentu. Dari berbagai macam teknik analisis data bisa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok sesuai dengan kegunaannya, yaitu: (a) Teknik Analisis untuk Menguji Hipotesis tentang Nilai Tengah Populasi; yang termasuk di dalamnya adalah Uji t-student, Uji Tanda (Sign Test) dan Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon (Wilcoxon Rank Test), Uji Proporsi (b) Teknik Analisis untuk Membandingkan Nilai Tengah Dua atau Lebih Populasi; yang termasuk di dalamnya adalah Uji t-student, ANOVA (Analysis of Variance), Uji Mann-Whitney-Wilcoxon dan Uji Kruskal-Wallis, Uji Beda Proporsi (c) Teknik Analisis untuk Melihat Hubungan Dua atau Lebih Peubah; yang termasuk di dalamnya adalah Korelasi Pearson, Korelasi Peringkat Spearman, Regresi Linear, Regresi Logistik, Tabel Kontingensi (Uji Khi-Kuadrat), ANOVA. (d) Teknik Analisis untuk Melakukan Pendugaan; yang termasuk di dalamnya adalah segala bentuk analisis regresi. Berikut ini hanya disajikan beberapa teknik analisis data yang sering digunakan dalam penelitian bisnis, yaitu: 9.2.1. Uji-t (t-test) Uji-t digunakan untuk membandingkan rata-rata dua populasi dengan data yang berskala interval. Uji ini menghasilkan apa yang disebut statistik uji t-hitung dengan basis penghitungan adalah selisih antara rata-rata yang didapat dari data dengan rata-rata yang dihipotesiskan, dan dibandingkan dengan nilai t-tabel dengan derajat bebas n-1, n adalah ukuran sampel. Contoh: data sampel dan uji hipotesis (lihat Bab VI). Contoh Kasus: Peneliti ingin membandingkan dua kelompok pekerja. Kelompok A merupakan pekerja yang berpengalaman dan kelompok B merupakan pekerja yang belum berpengalaman. Jumlah masing-masing kelompok 10 pekerja. Hipotesis: Hipotesis penelitian: Ada perbedaan rata-rata antara kedua kelompok pekerja tersebut Hipotesis Operasional: i. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata antara kedua kelompok pekerja tersebut ii. H1: Ada perbedaan rata-rata antara kedua kelompok pekerja tersebut Hipotesis Statistik: i. H0: μ1 = μ2 ii. H1: μ1 ≠ μ2 Rumus: untuk sample bebas H0: μ1 = μ2 H1: μ1 ≠ μ2   dimana: x1= pengukuran karakteristik kelompok 1 x2= pengukuran karakteristik kelompok 2   H0 diuji dengan rumus sebagai berikut: dimana: = rata-rata sampel kelompok 1 dan 2 S12 dan S22 = varian rata-rata / estimasi varian popuasi s2   n1 dan n2 = ukuran sampel kelompok 1 dan 2   Derajat Kebebasan (DF): n1 + n2 –2 Aturan Keputusan: Jika t hitung lebih besar daripada t tabel dengan df tertentu dan alfa (a) tertentu, maka H0 ditolak dan H1 diterima Data penelitian Kelompok 1 (berpengalaman) Kelompok 2 ( tidak berpengalaman) 24 24 24 22 24 19 23 18 23 18 22 18 20 16 20 15 19 14 16 14 ∑ x 1 = 215 ∑ x 2 = 178 x1 = 21,5 x2 = 17,8 S12 = 7,167 S22 = 10,844 n1 = 10 n2 = 10 t tabel = df = (n1 + n2 –2) = 18 a = 0,05 t tabel = 2,10   Keputusan: t hitung > t tabel; maka H0 ditolak dan H1 diterima  Atau gambar dengan grafik sbb:                       t hitung jatuh di daerah penolakan, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan: ada perbedaan rata-rata antara kedua kelompok pekerja tersebut Uji t untuk Sampel Tergantung (Paired t) Hipotesis Statistik H0: μ1 - μ2 = 0 H1: μ1 + μ2 = 0 Mencari t tabel Hitung DF = (jumlah pasangan – 1) atau 10 –1 = 9 Tentukan a sebesar 0,05 t tabel: 2,262 Hitung dengan rumus: Keputusan: Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak atau H1 diterima Uji-t untuk menguji koefisien korelasi parsial / individu apakah signifikan atau tidak, digunakan rumus: dimana: t = t hitung r = koefisien korelasi n = jumlah sampel / waktu Untuk menguji signifikansi koefisien regresi digunakan rumus: dimana: bi = koefisien regresi Sbi = standard error 9.2.2. Korelasi Sederhana Analisis korelasi sederhana digunakan untuk menentukan kuat/derajat hubungan antara dua peubah. Ukuran untuk derajat hubungan ini disebut koefisien korelasi (r). dimana: X = peubah bebas Y = peubah tergantung n = jumlah data r = koefisien korelasi 9.2.3. Korelasi Berganda Digunakan untuk mengetahui pengaruh kuat/derajat hubungan antara beberapa peubah bebas (X) dengan satu peubah tergantung (Y). Hubungan antara 2 peubah dengan satu peubah tergantung dapat diketahui dengan rumus korelasi berganda sebagai berikut: dimana: Ry (1,2) = koefisien korelasi berganda a1 = koefisien regresi x2 a2 = koefisien regresi x2 Koefisien korelasi berganda 2 peubah bebas 9.2.4. Regresi Sederhana Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh perubahan satu peubah terhadap peubah lainnya. Dari persamaan garis regresinya akan dapat diketahui variasi perubahan dan peramalan satu peubah dengan peubah lainnya:      Y = a + bX dimana: y = Peubah tergantung X = Peubah bebas a = Konstanta b = Koefisien regresi Interpretasi dari b adalah besarnya perubahan Y jika X naik satu satuan, sedangkan a adalah besarnya nilai Y ketika X bernilai 0. Umumnya a disebut sebagi intersep dan b sebgai kemiringan/slope/gradien garis regresi. Ukuran kebaikan model regresi dinyatakan sebagai R2 (koefisien determinasi), yang besarnya dari 0% hingga 100%. Semakin mendekati 100% maka model regresi yang didapatkan semakin baik. Data yang bisa dianalisis dengan regresi linear adalah Y dan X yang bertipe numerik, dan memiliki sebaran normal. 9.2.5. Korelasi Parsial Untuk mengetahui hubungan beberapa peubah bebas (X) dengan satu peubah tergantung (Y) secara individu/sendiri-sendiri (partial). Rumus korelasi partial adalahs ebagai berikut: 9.2.6. Regresi berganda Digunakan untuk mengetahui pengaruh beberapa peubah bebas (X), terhadap peubah erikat (Y) secara bersama-sama (simultan). Persamaan garis regresi 2 peubah bebas (X): Y = k + a1 X1+ a2 X2 Persamaan garis regresi n peubah bebas (X): Y = k + a1 X1 + a2X2 + anXn Untuk 2 peubah bebas, maka persamaan simultannya: dimana: 9.2.7. Analisis Determinasi Digunakan untuk mengetahui pengaruh suatu peubah bebas (X), terhadap peubah tergantung (Y), yang dinyatakan dalam bentuk persentase. D = r² x 100% dimana: D = Koefisien determinasi r = Koefisien korelasi 9.2.8. Korelasi Rank Spearman Digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua peubah, dimana peubah yang bersangkutan tidak mempunyai nilai distribusi normal, pengukuran secara kuantitatif sulit ditentukan, sehingga biasanya digunakan dengan cara memberi skor/bobot. dimana: r0 = koefisien korelasi Rank Sperman di = perbedaan tiap pasang rank n = jumlah pasangan rank 9.2.9. Analisis Chi-Square Analisis ini digunakan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi adanya suatu hubungan antar peubah-peubah penelitian. dimana: fo = frekuensi observasi fe = frekuensi harapan X2 = nilai Chi Square Frekuensi harapan (ekspektasi) dihitung dengan rumus: Selanjutnya untuk mengetahui besarnya/derajat hubungan dari analisis Chi-Square, maka akan dihitung koefisien kontingensi sebagai berikut: dimana: C = koefisien kontingensi X2 = nilai Chi Square n = jumlah sampel Untuk mengetahui baik buruknya koefisien kontingensi (C), yang diperoleh maka selanjutnya akan dihitung koefisien kontingensi maksimum (Cmax). dimana: m = jumlah terkecil antara jumlah baris dan jumlah kolom 9.2.10.Uji Mean Whitney (U-test) Digunakan untuk mengetahui dari dua peubah bebas yang bersifat non parametrik terhadap peubah tergantung yang mempunyai data kontinyu, serta jumlah sampelnya tidak sama (< 20). Misalnya pengaruh penggunaan musik dan tidak terhadap produktivitas kerja atau pengaruh tingkat pendidik terhadap hasil penjualan. Rumusnya: dimana: n1 = jumlah sampel 1 n2 = jumlah sampel 2 R1 = jenjang/ rank1 R2 = jenjang/ rangk 2 9.2.11.Model Sikap dari Fishbein (Fishbein’s Attitude Model) Digunakan untuk mengetahui sikap seseorang/konsumen terhadap suatu obyek/produk. Rumusnya adalah sebagai berikut: dimana: Ao = sikap keseluruhan terhadap obyek bi = tingkat keyakinan terhadap suatu obyek yang dihgubungkan dengan atribut obyek yang bersangkutan ei = evaluasi atau tingkat perasaan suka dan tidak suka terhadap atribut dari obyek yang bersangkutan 9.2.12.Uji F (F-test) Untuk menguji koefisien korelasi berganda dengan regresi berganda secara bersama-sama (simultan): dimana: R = koefisien korelasi K = jumlah peubah bebas n = jumlah data atau dimana: N = jumlah sampel / data m = jumlah peubah R = koefisen korelasi 9.3. Penyajian Data Teknik-teknik penyajian data diperlukan untuk memberikan gambaran umum informasi yang terkandung data. Disamping itu, teknik penyajian data dimaksudkan untuk memperindah tampilan dari suatu laporan penelitian. Penyajian data yang umum digunakan adalah dalam bentuk tabel adan atau grafik. Penyajian dalam bentuk tabel, memiliki beberapa jenis: 1. Tabel Ringkasan Data: Tabel ini merupak ringkasan statistik dari beberpa kelompok. Misalkan jika seorang peneliti memiliki data pendapatan keluarga di suatu propinsi, dan dia ingin menyajikan rata-rata pendapatan keluarga berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarganya. Dari tabel ini ingin diperoleh informasi umum hubungan antara pendidikan dan pendapatan. Bentuk tabelnya mungkin seperti berikut: Pendidikan Kepala Keluarga Pendapatan Keluarga (juta per bulan) Tidak Sekolah 0.5 SD 0.8 SMP 0.9 SMA 1.1 Diploma 1.3 S1/S2/S3 1.8 Dalam penyajian menggunakan tabel ringkasan ini, mungkin informasi akan lebih lengkap jika tidak hanya menampilkan rata-rata (ukuran pemusatan data) saja. Tambahan informasi tentang simpangan baku akan memberikan pengetahuan yang lebih menyeluruh. Misalnya tabel berikut:  Pendidikan Kepala Keluarga Pendapatan Keluarga (juta per bulan) Simpangan Baku (juta per bulan) Tidak Sekolah 0.5 0.2 SD 0.8 0.3 SMP 0.9 0.4 SMA 1.1 0.6 Diploma 1.3 0.3 S1/S2/S3 1.8 1.0 Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa pendapatan keluarga berpendidikan SMA dan S1/S2/S3 lebih beragam dibandingkan yang lain. Keluarga yang pendidikannya tidak sekolah pendapatannya relatif sama, tapi keluarga yang pendidikannya SMA memiliki pendapatan yang berbeda-beda. 2. Tabel Frekuensi: Tabel ini merupakan gambaran frekuensi atau berapa banyak individu pada berbagai kelompok. Misalkan saja penelitian tentang partisipasi masyarakat suatu kota dalam program Keluarga Berencana. Kemudian peneliti ingin menyajikan gambaran pengguna berbagai macam alat kontrasepsi. Dari tabel frekuensi ini dapat dikeetahui alat kontrasepsi apa yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Seringkali tabel ini disajikan terurut berdasarkan frekuensi, dari yang terbesar ke yang terkecil atau sebaliknya. Bentuk tabelnya mungkin sebagai berikut: Alat Kontrasepsi Frekuensi Persentase Pil 500 50% Kondom 200 20% IUD 150 15% Vasektomi 100 10% Tubektomi 50 5% Total 1000 100% 3. Tabel Kontingensi atau Tabulasi Silang: Tabel ini hampir sama dengan tabel frekuensi namun dilihat dari dua atau lebih peubah. Misalnya jika peneliti ingin mengetahui frekuensi penduduk suatu kota berdasarkan pendidikan, maka tabel frekuensi yang didapatkan adalah sebagai berikut:  Pendidikan Frekuensi Persentase Tidak Sekolah/SD 250 25% SMP/SMA 300 30% Diploma 150 15% S1/S2/S3 300 30% Total 1000 100%   Dan jika peneliti ingin melihat frekuensi pengguna berbagai macam alat kontrasepsi diperoleh tabel seperti pada contoh sebelumnya. Dua tabel ini memberikan gambaran yang terpisah dari kondisi suatu kota. Peneliti bisa menyajikan dua informasi ini dalam bentuk tabel kontingensi dengan informasi yang lebih banyak. Tabel yang diperoleh mungkin berbentuk seperti berikut: Alat Kontrasepsi Pendidikan Tidak Sekolah/SD SMP/SMA Diploma S1/S2/S3 Total Pil 100 150 50 200 500 Kondom 30 20 60 80 200 IUD 40 80 10 20 150 Vasektomi 60 10 30 0 100 Tubektomi 10 40 0 0 50 Total 250 300 150 300 1000 Dari tabel di atas informasi tambahan yang diperoleh antara lain, ternyata orang yang pendidikannya S1/S2/S3 lebih menyuikai menggunakan pil atau kondom. Informasi seperti ini tidak tertangkap oleh tabel frekuensi. Catatan yang perlu diperhatikan ketika membuat tabel adalah upayakan untuk membuat nama kolom maupun baris sejelas mungkin. Misalkan jika kolom itu berisi pendapatan keluarga per bulan, maka jangan lupa menuliskan satuan dari pendapatan itu. Sementara itu banyak orang yang berpendapat bahwa penyajian informasi menggunakan tabel yang berisi angka memiliki keefektifan yang kurang jika dibandingkan dengan grafik. Pesan visual yang diberikan oleh grafik selain lebih menarik untuk dilihat juga mempermudah seseorang dalam membandingkan. Grafik yang banyak digunakan adalah: (a) Diagram Batang: Diagram ini berupa batang-batang yang menggambarkan nilai dari masing-masing kategori. Diagram ini bisa diterapkan pada tabel ringkasan maupun tabel frekuensi dan tabel kontigensi. Pada contoh tabel di atas, jika disajikan dalam bentuk grafik akan berupa: (b) Diagram Lingkaran (Pie Chart): Diagram ini berupa lingkaran yang terbagi-bagi dalam beberapa bagian. Masing-masing bagian merupakan representasi dari berbagai kelompok, dan luas dari bagian itu berdasarkan frekuensi masing-masing kelompok. Jika frekuensi penggunaan alat kontrasepsi di atas disajikan dalam bentuk pie-chart, maka yang diperoleh adalah sebagai berikut: (c) Scatter Plot: Plot ini merupakan grafik yang digunakan untuk melihat hubungan antara dua buah peubah numerik. Misalkan peneliti ingin tahu hubungan antara usia ibu ketika menikah dengan jarak antara menikah dan kelahiran anak pertama. Dari plot ini bisa dilihat apakah pasangan yang menikah pada usia lebih tua memiliki anak setelah menikah lebih lama dibandingkan pasangan yang usia ibu ketika menikah masih lebih muda. Grafik yang diperoleh mungkin akan berupa grafik sebagai berikut: X. PENARIKAN KESIMPULAN 10.1. Interprestasi Data Suatu kesimpulan dalam penelitian bukanlah mempakan suatu karangan atau diambii dari pembicaraan‑pembicaraan lain, akan tetapi hasil suatu proses tertentu yaitu "menarik", dalam arti "memindahkan" sesuatu dari suatu tempat ke ternpat lain. Menarik kesimpulan penelitian selalu harus mendasarkan diri atas semua data yang diperoleh. dalam kegiatan penelitian. Dengan kata lain, penarikan kesimpulan harus didasarkan atas data, bukan atas angan‑angan atau keinginan peneliti. Adalah salah besar apabila kelompok peneliti membuat kesimpulan yang bertujuan menyenangkan hati pemesan, dengan cara manipulasi data. Bagian pokok dan merupakan pengarah kegiatan, penelitian adalah perumusan problematik. Di dalam problematik ini peneliti mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal‑hal yang akan dicari jawabnya melalui kegiatan penelitian. Sehubungan dengan pertanyaan inilah maka peneliti mencoba mencari jawab sementara yang disebut hipotesis, sedangkan kesimpulan yang ditarik berdasarkan data yang telah dikumpulkaa, adalah merupakan jawaban, benar‑benar jawaban yang dicari, walaupun tidak selalu menyenangkan hatinya. Oleh karena itu harus tampak jelas hubungan antara problematik, hipotesis, den kesimpulan. Apabila kesimpulan penelitian merupakan jawaban dari problematik yang dikemukakan, maka isi maupun banyaknya kesimpulan yang dibuat juga harus sama dengan isi dan banyaknya problematik. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan contoh berikut ini Problematik 1. Apakah beberapa kepala devisi dalam suatu perusahaan memberikan motivasi belajar manajemen yang sama dengan para karyawannya? 2. Apakah kepala devisi mempunyai peranan yang sama dengan direktur dalam memberikan motivasi belajar manajemen? Hipotesis 1. Kepala devisi pengembangan memberikan motivasi belajar yang sama besar kepala devisi pemasaran. 2. Kepala devisi dan direktur memberikan motivasi belajar yang sama besar kepada para karyawan. Kesimpulan Penelitian (Salah Satu Kemungkinan) 1. Kepala devisi pemasaran tidak dapat memberikan motivasi belajar sebesar yang diberikan oleh kepala devisi pengembangan. 2. Ada perbedaan signifikan antara kepala devisi dan diurektur di dalam memberikan motivasi belajar manajemen bagi para karyawan perusahaan. 10.2. Kesimpulan penelitian non statistik dan Kesimpulan penelitian statistik 10.2.1.Kesimpulan penelitian non-Statistik Oleh karena kesimpulan peneliti ditarik berdasarkan data, yang dalam hal ini berupa data yang sudah diolah, maka penarikan kesimpulan dilakukan sejalan dengan cara mengolah data. Pengolahan data dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara non-statistik dana cara statistik, yaitu menggunakana berbagai rumus statistik yang ada. Berdasarkan jenisnya, dikenal data kualitatif dan data kuantitatif. Terhadap data yang bersifat kualitatif, maka pengolahannya dibandingkan dengan suatu standar atau kriteria yang telah dibuat oleh peneliti. Sebagai contoh penelitian yang menggunakan data kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk melihat sikap kepemimpinan beberapa kepala devisi suatu perusahaan agroindustri. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengukur sejauh mana sikap kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala-kepala devisi yang dimaksud. Untuk ini dicari dimensi-dimensi sikap kepemimpinan dahulu, antara lain disiplin, demokrasi, bertanggung jawab, toleran, penuh inisiatif, kreatif, dan sebagainya. Dengan menggunakan skala sikap, peneliti mengumpulkan data mengenai tingkat kepemimpinan kepala devisi. Maka kesimpulan yang mungkin dibuat berdasarkan kriteria atau standar yang ditentukan adalah sebagai berikut: sesuai dengan standar. Kurang sesuai dengan standar. Tidak sesuai dengan standar. Terhadap data yang bersifat kuantitatif, peneliti dapat mengolahnya dengan cara statistik dan non-statistik. Apa yang disebutkan sebagai analisis non-statistik adalah mencari proporsi, mencari persentase dan rasio. Terhadap pekerjaan analisis ini, ada orang yang menyebutnya sebagai analisis statistik sederhana. Apabila analisis datanya berupa presentase, proporsi maupun rasio, maka kesimpulan yang dapat diambil, disesuaikan dengan permasalahannya. Contoh: Peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang laboratorium pangan pada devisi pengembangan perusahaan pengalengan nenas. Di dalam pedoman laboratorium yang dikeluarkan oleh Sufofindo tentu sudah dicantumkan persyaratan-persyaratan laboratorium. Maka persyaratan ini dijadikan standar (tolak Ukur) untuk mengukur keadaan laboratorium tersebut. Jadi pengukuran dilakukan dengan menilai aspek laboratorium yang ada dengan angka kuantitatif, maka akan diperoleh nilai persentase, misalnya: Kelengkapan alat : 75% Pengaturan : 70% Penggunaan : 60% Apabila sebelumnya peneliti sudah menentukan standar bahwa 75% baik, antara 60-75% cukup, < 60% kurang baik, maka dari data yang diperoleh diambil kesimpulan bahwa keadaan laboratorium pangan pada devisi pengembangan perusahaan pengalengan nenas cukup. 10.2.2.Kesimpulan Penelitian Statistik Agar berbeda dengan pengolahan data non‑statistik, maka peneliti yang datanya diolah dengan teknik statistik harus mempertimbangkan pengambilan sampel. Pada umumnya penelitian yang diadakan merupakan penelitian sampel. Kesimpulan penelitian yang menggunakan teknik statistik dapat digeneralisasikan pada populasi apabila dari sampel dapat diketahui bahwa populasinya berdistribusi normal (hal ini dapat dilakukan pemeriksaannya dengan checking normalitas). Apabila populasinya tidak berdistribusi normal, maka harus menggunakan statistik non-parametrik. Apabila pengolahan data sudah sampai pada pendapatan penghitungan akhir, misalnya harga X2, harga r dan harga t, maka diteruskan dengan langkah lain yaitu dikonsultasikan dengan tabel. Jika terdapat nilai r, dikonsultasikan dengan tabel r, jika terdapat nilai X2, dikonsultasikan dengan tabel harga kritik X2 dan seterusnya. Apakah arti itu semua? Uraian singkatnya adalah sebagai berikut. Apabila peneliti melakukan penelitian terhadap sampel, maka ia berharap bahwa kesimpulan dapat berlaku untak seIuruh populasi. Dengan rumusan penelitian: Penggunaan teknik statistik inferensial adalah untuk mengadakan estimasi berdasarkan informasi‑informasi yang diperoleh, terhadap parameter. Jika distribusi pengambilan sampel (yang diambil dari populasi) berdistribusi normal, maka hasil statistik S dari sampel, akan berkaitan antara Ms, SDs dengan luasnya daerah generalisasi sebagai berikut. ‑ 1 SDs sampai 1 SDs adalah 68,27% ‑ 2 SDs sampai + 2 SDs adalah 95,45% ‑ 3 SDs sampai + 3 SDs adalah 99,73% Hal ini berhubungan dengan seberapa besar peneliti bisa mempercayai bahwa kesimpulan atau hasil statistik tersebut tepat sesuai dengan seberapa banyak peneliti boleh percaya. Itulah sebabnya maka daerah‑daerah ini disebut daerah keyakinan, dan batas‑batas bilangan standar deviasi ini disebut batas keyakinan. Berdasarkan luasnya daerah keyakinan, atau besarnya persentase ketepatan kesimpulan terhadap seluruh kejadian, maka ditentukan tingkat keyakinan 95% dan 99%, yang artinya adalah peneliti boleh percaya bahwa K akan terletak dalam batas S  1,96 SDs untuk wilayah keyakinan 95% kejadian dan S  2,58 SDs untuk 99% kejadian. Sebagai komplementer tingkat keyakinan adalah tingkat signifikansi. Apabila peneliti bersedia menerima keputusan dengan keyakinan 95%, maka berarti bahwa peneliti bersedia menanggung resiko meleset sebesar 5%. Selanjutnya peneliti percaya kebenaran kesimpulan 99%, berarti menerima risiko meleset 1%. Maka 5% dan 1% ini disebut tingkat signifikansi atau tingkat keberartian. 10.2.3.Penggunaan Tabel Statistik Tabel‑tabel statistik seperti misalnya tabel r, tabel-x2, tabel nilai r, tabel nilai t dan sebagainya digunakan untuk menguji apakah suatu hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Hal‑hal yang perlu dipertimbangkan di dalam rnenggunakan tabel adalah: 1. Kesediaan peneliti menerima risiko, atau dengan kata lain besamya tingkat signifikansi yang akan dipakai. 2. Rumusan hipotesis, dalam hal ini. untuk menentukan arah daerah kurva penyebaran. 3. Derajat kebebasan (d.b.) atau degree of freedom (d.f), yang besarnya dapat dilihat pada waktu peneliti menggunakan rumus. Untuk tiga nomor ini, yang perlu diterangkan lagi adalah nomor 2, yaitu rumusan hipotesis. Di dalam pembicaraan mengenai hipotesis, maka dapat dibedakan hipotesis kerja atau hipotesis altematif (Ha) dan hipotesis nol (H0). Misalnya akan diperbandingkan akurasipria dan wanita di dalam meramu obat‑obatan. Maka hipotesis kerja yang dapat dirumuskan ada 2 macam. 1. Bahwa antara pria dan wanita tentapat perbedaan ketelitian.(dalam hal ini tidak memasalahkan pihak mana yang lebih teliti). Rumusan hipotesis seperti ini disebutkan perumusan dua arah. 2. Bahwa antara pria dan wanita terdapat perbedaan akurasiditegaskan lagi: ‑ Pria lebih teliti dari wanita atau ‑ Wanita lebih teliti dari pria. Rumusan hipotesis ini disebut pernmusan satu arah. 10.3. Analisis Data Manajemen Fungsional 10.3.1.Bidang Strategi Bisnis Misalnya, manajemen ingin mengetahui apakah strategi perusahaan yang memproduksi celana jins merek Americana yang selama ini menggunakan strategi Pertumbuhan melalui Intergasi Vertikal masih sesuai atau sudah harus segera diubah. Alat Analisis Ada berbagai cara untuk menilai implementasi strateginya, misalnya melalui kekuatan produk dari usahanya di antara para pesaing, sekaligus mengetahui bagaimana kemenarikan bisnis ini di pasar industrinya. Alat analisis yang dapat digunakan misalnya konsep Wheelen‑Hunger, di mana konsep ini menggunakan suatu matriks dari General Electric, yaitu matriks GE (General Electric) yang dimodifikasi, sehingga matriks ini disebut sebagai 9 cells Matrix. Bentuk matriks Sembilan Sel adalah seperti tertera be­rikut ini. Kekuatan Bisnis/Posisi Persaingan Kuat Biasa Lemah Tinggi (1) pertumbuhan - konsentrasi via integrasi vertikal (2) Pertumbuhan - konsentrasi via integrasi horizontal (3) Pengurangan - Turn around Kemenarikan Industri Sedang (4) stabilitas - istirahat - hati-hati (5) Tumbuh - konsentrasi via integrasi horizontal (6) pengurangan - captive company - Selling Out Rendah (7) Pertumbuhan - Diversifikasi Konsentrasi (8) pertumbuhan - Diversifikasi Konglomerasi (9) Pengurangan - bangkruptcy - liquidation Penjelasan matriks tersebut dipaparkan berikut ini. Kolom pada matriks digunakan untuk data kekuatan bisnis perusahaan/posisi bersaing perusahaan melalui produk. Nilai posisi pada kolom terbagi tiga, yaitu kuat, biasa, dan lemah. Baris pada matriks digunakan untuk data kemenarikan produk di pasar industrinya, yang akan terdiri alas tiga tingkat kemenarikan, yaitu tinggi, biasa, dan rendah. Sel‑sel dari matriks yang terbentuk akan diisi oleh macam‑macam strategi utama yang akan dipilih untuk dijadikan strategi yang dianggap paling tepat untuk diimplementasikan oleh perusahaan berkenaan dengan keadaan produk mereka. 10.3.2.Bidang Pemasaran Manajemen ingin mengetahui apakah biaya promosi yang selama ini dianggarkan untuk mendapatkan laba telah benar‑benar menghasilkan laba yang optimal atau belum. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk menjawab pertanyaan yang demikian itu. Alat Analisis Di dalam buku manajemen pemasaran karya Philips Kotler, pada edisi‑edisi awal tahun 80‑an sekalipun, di sana dijelaskan bahwa dalam menentukan kombinasi biaya promosi yang dapat menghasiikan laba dapat menggunakan suatu model sebagai berikut: Z = R ‑ C di mana: R = P' x Q C = c x Q – I – F + M Model di atas dapat dirinci menjadi: Z = ((P ‑ K) ‑ c) Q – F ‑ M Seluruh arti peubah‑peubah di atas adalah: Z = laba sebelum pajak R = penjualan C = total biaya c = Maya peubah per satuan produk P' = harga bersih P = harga per satuan produk K = potongan harga per satuan produk Q = jumlah satuan produk retinal F = jumlah Maya tetap per produk M = jumlah biaya pemasaran Untuk kepentingan analisis, model ini akan tetap dipakai karena masih tetap relevan sampai saat ini. 10.3.3. Bidang Perilaku Konsumen Perusahaan membutuhkan informasi dari pelanggan mengenai sikap dan perilaku mereka atas produk yang dihasilkan dan dijual di pasar. Sementara itu, perusahaan berharap bahwa konsumen mau menerima produk yang baik. Bagaimanakah cara analisis untuk mengetahui sikap dan perilaku konsumen tersebut? Dalam contoh ini, yang akan diteliti adalah produk minuman kemasan di botol? Alat Analisis Untuk mengevaluasi sikap dan perilaku konsumen secara ilmiah hendaknya mengacu pada konsep, model, atau rumus, dan sejenisnya. Sebuah model sikap dan perilaku dari Fishbein dapat digunakan untuk evaluasi ini. Mengutip dari Della Bitta dan Loudon, model Fishbein disajikan berikut ini. Model ini digunakan dengan maksud agar diperoleh konsistensi antara sikap dan perilakunya, sehingga model Fishbein ini memiliki dua komponen, yaitu komponen sikap dan komponen norma subyektif yang penjelasannya disajikan berikut ini. (a) Komponen sikap. Komponen ini bersifat internal individu, is berkaitan langsung dengan obyek penelitian dan atribut‑atribut langsungnya yang memiliki peranan yang penting dalam pengukuran perilaku karena akan menentukan tindakan apa yang akan dilakukan dengan tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal. (b) Komponen norma subyektif. Komponen ini bersifat eksternal individu yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu. Komponen ini dapat dihitung dengan cara mengkalikan antara nilai keyakinan normatif individu terhadap atribut dengan motivasi bersetuju terhadap atribut tersebut. Keyakinan normatif mempunyai anti sebagai kuatnya keyakinan normatif seseorang terhadap atribut yang ditawarkan dalam mempengaruhi perilakunya terhadap obyek. Motivasi bersetuju merupakan motivasi seseorang untuk bersetuju dengan atribut yang ditawarkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap perilakunya. Model Sikap di mana: AB = sikap total individu terhadap obyek tertentu bi = kekuatan keyakinan konsumen bahwa obyek memiliki atribut i ei = evaluasi keyakinan individu mengenai atribut i n = jumlah kriteria atribut yang relevan. Model Maksud Perilaku B ‑ BI = w1 (AB) + w2 (SN) di mana: B = perilaku BI = maksud perilaku AB = sikap terhadap pelaksanaan perilaku B SN = norma subyektif w1,w2 = bobot yang ditentukan secara empiris yang menggambarkan pengaruh relatif dari komponen. Mencari nilai SN (Norma Subyektif): di mana: SN = norma subyektif NBi = keyakinan normatif individu MCj = motivasi konsumen m = banyaknya referen yang relevan. Selanjutnya, data yang dibutuhkan untuk menganalisis permasalahan di atas adalah data tentang: ‑ Keyakinan ‑ Evaluasi ‑ Keyakinan Normatif ‑ Motivasi Penentuan bobot w1 dan w2 dijabarkan sebagai berikut: di mana: Ket: GM AB = Grand Mean Nilai Sikap GM SN = Grand Mean Nilai Norma Subyektif 10.3.4.Bidang Sumberdaya Manusia Sumber daya manusia di dalam perusahaan adalah sumber daya terpenting sehingga banyak hal hendaklah direncanakan atau dikendalikan dengan baik. Hal‑hal tersebut antara lain adalah perencanaan tenaga kerja dan produktivitas kerja mereka. Alat Analisis (a) Dalam Hal Perencanaan. Menurut Barry (1994), terdapat beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk melakukan perencanaan SDM. Dua di antaranya adalah: Indeks Perputaran (Turn Over Index) Rumus: IP = (A/B ) x 100% penyusutan di mana: A = jumlah karyawan yang mengundurkan diri tahun itu B = jumlah rata‑rata karyawan yang ada tahun itu Indeks Stabilitas (Stability Index) Rumus: IS = C/D x 100% penyusutan di mana: C = jumlah karyawan yang bekerja minimal 1 tahun D = jumlah karyawan yang bekerja setahun lalu (b) Dalam Hal Produktivitas Kerja. Penghitungan produktivitas dapat dibagi menjadi produktivitas bagian dan produktivitas total. Dua di antaranya dijelaskan berikut ini. Produktivitas Bagian. Suatu pernyataan mengenai perbandingan keluaran dengan salah satu masukan, misalnya tenaga kerja. Rumus: Prod. Tenaga Kerja = A/B di mana: A = jumlah produksi atau penjualan B = jumlah tenaga kerja Produktivitas Total. Suatu pernyataan mengenai perbandingan keluaran bersih dengan sejumlah masukan tenaga kerja dan modal. Rumus: Produktivitas = C/D di mana: C = keluaran bersih (neto) B = total tenaga kerja dan modal kerja semua faktor input 10.3.5.Bidang Akuntansi dan Keuangan Analisis kinerja perusahaan biasanya dilakukan dalam jangka pendek, misalnya dalam jangka waktu satu tahun, kuartalan, bulanan atau mungkin jangka waktu yang lebih pendek lagi. Tetapi, evaluasi kinerja perusahaan yang umumnya dilakukan untuk jangka waktu yang lebih panjang, seperti dalam jangka waktu lima tahunan bukanlah tidak penting. Analisis ini dilakukan misalnya untuk menilai implementasi strategi perusahaan. Analisis kineria perusahaan dapat dilihat dari berbagai sisi, salah satunya dari sisi keuangan. Alat Analisis Menilai kinerja perusahaan dari aspek keuangan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan rasio‑rasio keuangan dan model Altman tentang Kebangkrutan Usaha. (a) Rasio‑rasio Keuangan Menganalisis keuangan dalam rangka analisis kinerja perusahaan memerlukan rasio‑rasio keuangan, misalnya rasio‑rasio likuiditas, efisiensi, dan rasio leverage, dan profitabilitas. Rincian rasio‑rasio beserta formulanya disajikan berikut ini:. Jenis Ratio Formula Liquidity Ratio Current Asset Current Ratio Current Liabilities Quick Ratio Current Asset – Inventory Efficiency Ratio Current Liabilities inventory Turnover Cost of Good Sold Ave. Collect. Period Inventory Fixed Asset turnover Account Receivable Total Asset turnover Average Sales per day Leverage Ratio Sales Debt to Total Asset Net Fixed Asset Debt to Equity Ratio Sales Profitability Ratio Total Assets Gross Profit Margin Total Liabilities Operating Profit Total Asset Net Profit Margin Total Liabilities Return on Invest Owner’s Equity Gross profit Sales Operating Profit Sales Gross profit Total Asset Net profit Total Asset (b) Model Altman tentang Kebangkrutan Usaha Untuk menghitung tingkat kebangkrutan suatu usaha dapat dlakukan dengan menggunakan analisis diskriminan dari Altman dengan model persamaannya: Z = 1,2 (X1) + 1,4 (X2) + 3,3 (X3) + 0,6 (X4) + 1 (X5) di mana: X1 = Working Capital to Total Asset Ratio XZ = Retained Earning to Total Asset Ratio X3 = Earning Before Interest Fr Taxes to Total Asset X4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt X5 = Sales to Total Asset Ratio Koefisien‑koefisien dalam persamaan di atas dapat berubah sesuai dengan data empiris. Analisisnya dapat menggunakan analisis diskriminan. Cara Menganalisis (a) Data Misalkan diketahui laporan keuangan perusahaan untuk lima tahun bermula dari tahun 1999 sampai tahun 2003. Untuk bahasan kali ini, laporan keuangan tersebut sengaja tidak dilampirkan. (b) Pengolahan dan Analisis (Analisis Kebangkrutan Usaha) Analisis diskriminan dengan pendekatan model dari Altman, seperti telah banyak diketahui, bermanfaat untuk meramal tingkat kebangkrutan suatu perusahaan dengan menghitung skor Z-nya. Untuk menghitung Z‑score, terlebih dahulu harus dihitung lima Jenis rasio keuangan, yaitu: Working Capital to Total Asset Ratio (X1) Aktiva Lancar ‑ Hutang Lancar X1 = Total Aktiva Melalui data pada laporan keuangannya, misalkan harga Xl berturut‑turut telah dihitung dan hasilnya disajikan sebagai berikut: Tahun: 1999 2000 2001 2002 2003 X1 : 0,052 0,088 ‑0,017 ‑0,022 ‑0,025 Retained Earning to Total Asset Ratio (X2) Laba ditahan X2 = Total Aktiva Melalui data pada laporan keuangannya, misalkan harga X2 berturut‑turut telah dihitung dan hasilnya disajikan sebagai berikut: Tahun: 1999 2000 2001 2002 2003 X2: 0,013 0,071 0,090 0,107 0,119 Earning Before Interest & Taxes to Total Asset Ratio (X3) Melalui data pada laporan keuangannya, misalkan harga X3 berturut‑turut telah dihitung dan hasilnya disajikan sebagai berikut: Laba Operasi X3 = Total Aktiva Tahun: 1999 2000 2001 2002 2003 X3: 0,062 0,079 0,067 0,061 0,049 Market Value of Equity to Book Value of Debt Ratio (X4) Melalui data pada laporan keuangannya, misalkan harga X4 berturut‑turut telah dihitung dan hasilnya disajikan sebagai berikut: Jumlah Modal Sendiri X4 = Jumlah Hutang Tahun: 1999 2000 2001 2002 2003 X4: 0,956 0,960 0,788 0,738 0,698 Sales to Total Asset Ratio (X5 ) Total Penjualan X5 = Total Aktiva Melalui data pada laporan keuangannya, misalkan harga X5 berturut‑turut telah dihitung dan hasilnya disajikan sebagai berikut: Tahun: 1999 2000 2001 2002 2003 X5 1,188 1,294 1,489 1,598 1,629 Selanjutnya, Z‑score dari Altman ini, dapat dihitung dengan menggunakan model: Z‑score = 1,2 (X1) + 1,4 (X2) + 3,3 (X3) + 0,6 (X4) + 1 (X5) Tahun 1999 Z = 1,2 (0,052) + 1,4 (0,031)+ 3,3 (0,062) +0,6 (0,956) + 1(1,188) = 2,072 Tahun 2000 Z = 1,2 (0,088) + 1,4 (0,071) + 3,3 (0,0% 9) + 0,6 (0,960) + 10,294) = 2,3357 Tahun 2001 Z = 1,2 (‑0,017) + 1,4 (0,090) + 3,3 (0,067) + 0,6 (0,788) + 1(1,489) = 2,2885 Tahun 2002 Z = 1,2(‑0,022) + 1,4 (0,107) + 3,3 (0,061) + 0,6 (0,738) + 1(1,589) = 2,3655 Tahun 2003 Z = 1,2(‑0,025) + 1,4 (0,119) + 3,3 (0,049) + 0,6 (0,698) + 10,629) = 2,3461 Rangkuman: Tahun: 1999 2000 2001 2002 2003 Z‑score: 2,072 2,3357 2,2885 2,3655 2,3461 Hasil Analisis Ternyata, Z‑score perusahaan selama lima tahun masih lebih besar dari 1,81, yang berarti bahwa perusahaan masih tergolong perusahaan yang memiliki resiko kebangkrutan kecil, tetapi juga tidak termasuk perusahaan yang aman, karena Z‑score perusahaan ini tidak berada di atas 3.0, yaitu di antara 1,81 dengan 3,0. BUKU ACUAN Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta. 378 hal Dayan, Anto. 1988. Pengantar Metode Statistika I. LP3ES. Jakarta Sekaran, Uma. 1992. Research Methods for Business: A sklill Building Approach. John Wiley & Sons, Inc., New York Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES: Jakarta, 336 halaman Zikmund, W.G. 1997. Business Research Methods. 5th edition. Dryden Press, USA.1.1. Manusia Mencari Kebenaran Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berusaha mencari hakekat kebenaran mengenai hal-hal yang bersifat hakiki, seperti, kematian, hidup sesudah mati, cinta dan lain-lain. Manusia berusaha mengerti dan menaklukkan alam semesta yang penuh dengan misteri. Sampai jaman yang diwarnai dengan kecanggihan teknologi saat ini, selalu ada usaha untuk mengerti dan memahami rahasia-rahasia alam semesta termasuk rahasia mengenai dirinya sendiri. Pada masa jaman pertengahan, manusia belum menunjukkan minat terhadap studi sistematis mengenai dunia fisik, kondisi tersebut banyak dipengaruhi oleh pendapat filsafat Yunani yang lebih mengutamakan “Yang umum” daripada “Yang khusus”. Pengetahuan yang umum mengacu pada hakekat dan esensi hal-hal yang konkrit, sedang yang khusus membedakan benda satu dengan yang lain. Dalam mitologi Yunani dikenal adanya Dewa Zeus yang selalu dihubungkan dengan persoalan cuaca, hujan dan kilat, Dewa Poseidon yang menguasai lautan dan gempa bumi. Manakala terjadi bencana alam seperti gempa bumi, banjir dan lain-lainnya; manusia selalu menghubungkan dengan hal-hal yang bersifat supranatural. Setelah mengalami berbagai proses, manusia akhirnya berhasil menggunakan daya nalarnya dalam memecahkan persoalannya. Seperti yang terjadi pada Abad Pertengahan dengan penemuan-penemuan ilmiah oleh Copernicus dan Edison. Sebagaimana pendapat seorang filosof Rene Descartes yang mengatakan “COGITO ERGO SUM” (Aku ada karena berpikir) maka manusia mulai menggunakan pikirannya yang luar biasa ajaibnya. Sekalipun demikian perlu dibedakan antara penggunaan akal sehat (common sense) dengan ilmu pengetahuan. Letak perbedaan yang mendasar antara keduanya ialah berkisar pada kata “sistematik” dan “terkendali”. Ada lima hal pokok yang membedakan antara ilmu dan akal sehat yaitu: 1. Ilmu pengetahuan dikembangkan melalui struktur-stuktur teori, dan diuji konsistensi internalnya. Dalam mengembangkan strukturnya dilakukan dengan uji coba ataupun pengujian secara empiris, sedangkan penggunaan akal sehat biasanya tidak. 2. Dalam ilmu pengetahuan, teori dan hipotesis selalu diuji secara empiris. Halnya dengan orang yang bukan ilmuwan dengan cara “selektif”. 3. Adanya pengertian kendali (kontrol) yang dalam penelitian ilmiah dapat mempunyai pengertian yang bermacam-macam. 4. Ilmu pengetahuan menekankan adanya hubungan antara fenomena secara sadar dan sistematis. Pola penghubungnya tidak dilakukan secara asal-asalan. 5. Perbedaan terletak pada cara memberi penjelasan yang berlainan dalam mengamati suatu fenomena. Dalam menerangkan hubungan antar fenomena, ilmuwan melakukan dengan hati-hati dan menghindari penafsiran yang bersifat metafisis. Proposisi yang dihasilkan selalu terbuka untuk pengamatan dan pengujian secara ilmiah. 1.1.1. Berbagai Cara Mencari Kebenaran Dalam sejarah manusia, usaha-usaha untuk mencari kebenaran telah dilakukan dengan berbagai cara seperti: 1. Secara kebetulan: Ada cerita yang kebenarannya sukar dilacak mengenai kasus penemuan obat malaria yang terjadi secara kebetulan. Ketika seorang Indian yang sakit dan minum air dikolam dan akhirnya mendapatkan kesembuhan. Hal itu terjadi berulang kali pada beberapa orang. Akhirnya diketahui bahwa disekitar kolam tersebut tumbuh sejenis pohon yang kulitnya bisa dijadikan sebagai obat malaria yang kemudian berjatuhan di kolam tersebut. Penemuan pohon yang kelak dikemudian hari dikenal sebagai pohon kina tersebut adalah terjadi secara kebetulan saja. 2. Trial and Error: Cara lain untuk mendapatkan kebenaran ialah dengan menggunkan metode “trial and error” yang artinya coba-coba. Metode ini bersifat untung-untungan. Salah satu contoh ialah model percobaan “problem box” oleh Thorndike. Percobaan tersebut adalah sebagai berikut: seekor kucing yang kelaparan dimasukkan kedalam “problem box”—suatu ruangan yang hanya dapat dibuka apabila kucing berhasil menarik ujung tali dengan membuka pintu. Karena rasa lapar dan melihat makanan di luar maka kucing berusaha keluar dari kotak tersebut dengan berbagai cara. Akhirnya dengan tidak sengaja si kucing berhasil menyentuh simpul tali yang membuat pintu jadi terbuka dan dia berhasil keluar. Percobaan tersebut mendasarkan pada hal yang belum pasti yaitu kemampuan kucing tersebut untuk membuka pintu kotak masalah. 3. Melalui Otoritas: Kebenaran bisa didapat melalui otoritas seseorang yang memegang kekuasaan, seperti seorang raja atau pejabat pemerintah yang setiap keputusan dan kebijaksanaannya dianggap benar oleh bawahannya. Dalam filsafat Jawa dikenal dengan istilah ‘sabda pendita ratu” artinya ucapan raja atau pendeta selalu benar dan tidak boleh dibantah lagi. 4. Pemecahan Masalah dengan Cara Spekulasi: Pemecahan masalah dengan metode “trial and error” yang menekankan pada unsur untung-untungan dan tidak pasti dan akurat. 5. Berpikir Kritis/Berdasarkan Pengalaman: Metode lain ialah berpikir kritis dan berdasarkan pengalaman. Contoh dari metode ini ialah berpikir secara deduktif dan induktif. Secara deduktif artinya berpikir dari yang umum ke khusus; sedang induktif dari yang khusus ke yang umum. Metode deduktif sudah dipakai selama ratusan tahun semenjak jamannya Aristoteles. 6. Melalui Penyelidikan Ilmiah: Menurut Francis Bacon Kebenaran baru bisa didapat dengan menggunakan penyelidikan ilmiah, berpikir kritis dan induktif. Bacon merumuskan ilmu adalah kekuasaan. Dalam rangka melaksanakan kekuasaan, manusia selanjutnya terlebih dahulu harus memperoleh pengetahuan mengenai alam dengan cara menghubungkan metoda yang khas, sebab pengamatan dengan indera saja, akan menghasilkan hal yang tidak dapat dipercaya. Pengamatan menurut Bacon, dicampuri dengan gambaran-gambaran palsu (idola): Gambaran-gambaran palsu (idola) harus dihilangkan, dan dengan cara mengumpulkan fakta-fakta secara teliti, maka didapat pengetahuan tentang alam yang dapat dipercaya. Sekalipun demikian pengamatan harus dilakukan secara sistematis, artinya dilakukan dalam keadaan yang dapat dikendalikan dan diuji secara eksperimantal sehingga tersusunlah dalil-dalil umum. Metode berpikir indukatif yang dicetuskan oleh Bacon selanjutnya dilengkapi dengan pengertian pentingnya asumsi teoritis dalam melakukan pengamatan serta dengan menggabungkan peranan matematika semakin memacu tumbuhnya ilmu pengetahuan modern yang menghasilkan penemuan-penemuan baru, seperti pada tahun 1609 Galileo menemukan hukum-hukum tentang planet, tahun 1618 Snelius menemukan pemecahan cahaya dan penemuan-penemuan penting lainnya oleh Boyle dengan hukum gasnya, Hygens dengan teori gelombang cahaya, Harvey dengan penemuan peredaran darah, Leuwenhock menemukan spermatozoid, dan lain-lain. 7. Metode Problem Solving: Metode problem-solving yang dikembangkan oleh Karl. R. Popper pada tahun 1937 merupakan variasi dari metode “trial and error”. 1.1.2. Kriteria Kebenaran Salah satu kriteria kebenaran adalah adanya konsistensi dengan pernyataan terdahulu yang dianggap benar. Sebagai contoh ialah kasus penjumlahan angka-angka berikut ini: 3 + 5: 8; 4 + 4: 8; 6 + 2: 8. Semua orang akan menganggap benar bahwa 3 + 5 = 8, maka pernyataan berikutnya bahwa 4 + 4 = 8 juga benar, karena konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Beberapa kriteria kebenaran diantaranya ialah, 1. Teori Koherensi: suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya ialah matematika yang bentuk penyusunannya, pembuktiannya berdasarkan teori koheren. 2. Teori Korespondensi: Teori korespondensi dipelopori oleh Bertrand Russel. Dalam teori ini suatu pernyataan dianggap benar apabila materi pengetahuan yang dikandung berkorespondensi dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Contohnya ialah apabila ada seorang yang mengatakan bahwa ibukota Inggris adalah London, maka pernyataan itu benar. Apabila dia mengatakan bahwa ibukota Inggris adalah Jakarta, maka pernyataan itu salah; karena secara kenyataan ibukota Inggris adalah London bukan Jakarta. 3. Teori Pragmatis: Tokoh utama dalam teori ini ialah Charles S Pierce. Teori pragmatis mengatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan diukur dengan criteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Kriteria kebenaran didasarkan atas kegunaan teori tersebut. Disamping itu aliran ini percaya bahwa suatu teori tidak akan abadi, dalam jangka waktu tertentu itu dapat diubah dengan mengadakan revisi. 1.2. Dasar-Dasar Pengetahuan Dasar-dasar pengetahuan yang menjadi ujung tombak berpikir ilmiah ialah sebagai berikut: 1. Penalaran: Kegiatan berpikir menurut pola tertentu, menurut logika tertentu dengan tujuan untuk menghasilkan pengetahuan. Berpikir logis mempunyai konotasi jamak, bersifat analistis. Aliran yang menggunakan penalaran sebagai sumber kebenaran ini disebut aliran rasionalisme dan yang menganggap fakta dapat tertangkap melalui pengalaman sebagai kebenaran disebut aliran empirisme. 2. Logika (Cara Penarikan Kesimpulan): Ciri kedua ialah logika atau cara penarikan kesimpulan. Logika ialah “pengkajian untuk berpikir secara sahih (valid). Dalam logika ada dua macam yaitu logika induktif dan deduktif. Contoh menggunakan logika ini ialah model berpikir dengan silogisma, seperti contoh di bawah ini: Silogisma Premis mayor : semua manusia akhirnya mati Premis minor : Amir manusia Kesimpulan : Amir akhirnya akan mati 1.2.1. Sumber Pengetahuan Sumber pengetahuan dalam dunia ini berawal dari sikap manusia yang meragukan setiap gejala yang ada di alam semesta ini. Manusia tidak mau menerima saja hal-hal yang ada termasuk nasib dirinya sendiri. Rene Descarte pernah berkata “DE OMNIBUS DUBITANDUM” yang mempunyai arti bahwa segala sesuatu harus diragukan. Persoalan mengenai kriteria untuk menetapkan kebenaran itu sulit dipercaya. Dari berbagai aliran maka muncullah pula berbagai kriteria kebenaran. 1.2.2. Ontologi Ontologi ialah hakikat apa yang dikaji atau ilmunya itu sendiri. Seorang filosof yang bernama Democritus menerangkan prinsip-prinsip materialisme mengatakan sebagai berikut: Hanya berdasarkan kebiasaan saja maka manis itu manis, panas itu panas, dingin itu dingin, warna itu warna. Artinya, obyek penginderaan sering dianggap nyata, padahal tidak demikian. Hanya atom dan kehampaan itulah yang bersifat nyata. Jadi istilah “manis, panas dan dingin” itu hanyalah merupakan terminologi yang diberikan kepada gejala yang ditangkap dengan pancaindera. Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam semesta ini seperti adanya, oleh karena itu manusia dalam menggali ilmu tidak dapat terlepas dari gejala-gejala yang berada di dalamnya. Sifat ilmu pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang memberikan pedoman terhadap hal-hal yang paling hakiki dari kehidupan ini. Sekalipun demikian sampai tahap tertentu ilmu perlu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi. Sebagai contoh, bagaimana definisi manusia, maka berbagai pengertianpun akan muncul pula. Contoh: Siapakah manusia itu? jawab ilmu ekonomi ialah makhluk ekonomi, sedangkan ilmu politik akan menjawab bahwa manusia ialah political animal dan dunia pendidikan akan mengatakan manusia ialah homo educandum. 1.2.3. Epistimologi Epistimologi ialah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan pengetahuan ialah: 1. Batasan kajian ilmu: secara ontologis ilmu membatasi pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup manusia, tidak dapat mengkaji daerah yang bersifat transcendental. 2. Cara menyusun pengetahuan: untuk mendapatkan pengetahuan menjadi ilmu diperlukan cara untuk menyusunnya yaitu dengan cara menggunakan metode ilmiah. 3. Diperlukan landasan yang sesuai dengan ontologis dan aksiologis ilmu itu sendiri 4. Penjelasan diarahkan pada deskripsi mengenai hubungan berbagai faktor yang tergantung dalam suatu konstelasi penyebab timbulnya suatu gejala dan proses terjadinya. 5. Metode ilmiah harus bersifat sistematik dan eksplisit 6. Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak tergolong pada kelompok ilmu tersebut. 7. Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai alam dan menjadikan kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal. 8. Karakteristik yang menonjol kerangka pemikiran teoritis: a. Ilmu eksakta : deduktif, rasio, kuantitatif b. Ilmu sosial : induktif, empiris, kualitatif   1.3. Beberapa Pengertian Dasar 1. Konsep: adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan gejala secara abstrak, contohnya seperti kejadian, keadaan, kelompok. Diharapkan peneliti mampu memformulasikan pemikirannya kedalam konsep secara jelas dalam kaitannya dengan penyederhanaan beberapa masalah yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Dalam dunia penelitian dikenal dua pengertian mengenai konsep, yaitu (a) konsep yang jelas hubungannya dengan realita yang diwakili, contoh: meja, mobil dll, dan (b) konsep yang abstrak hubungannya dengan realitas yang diwakili, contoh: kecerdasan, kekerabatan, dll. 2. Konstruk: adalah suatu konsep yang diciptakan dan digunakan dengan kesengajaan dan kesadaran untuk tujuan-tujuan ilmiah tertentu. 3. Proposisi: adalah hubungan yang logis antara dua konsep. Contoh: dalam penilitian mengenai mobilitas penduduk, proposisinya berbunyi: “proses migrasi tenaga kerja ditentukan oleh upah“ (Harris dan Todaro). Dalam penelitian sosial dikenal ada dua jenis proposisi; yaitu (a) aksioma atau postulat, dan (b) teorem. Aksioma ialah proposisi yang kebenarannya sudah tidak lagi dalam penelitian; sedang teorem ialah proposisi yag dideduksikan dari aksioma. 4. Teori: Salah satu definisi mengenai teori ialah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena secara sisitematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Definisi lain mengatakan bahwa teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari satu disiplin ilmu. Teori mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut; harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontraksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan. harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimanapun konsistennya apabila tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah. Ada empat cara teori dibangun menurut Melvin Marx: Model Based Theory: teori berkembang adanya jaringan konseptual yang kemudian diuji secara empiris. Validitas substansi terletak pada tahap-tahap awal dalam pengujian model, yaitu apakah model bekerja sesuai dengan kebutuhan peneliti. Teori deduktif: suatu teori dikembangkan melalui proses deduksi. Deduksi merupakan bentuk inferensi yang menurunkan sebuah kesimpulan yang didapatkan melalui penggunaan logika pikiran dengan disertai premis-premsi sebagai bukti. Teori deduktif merupakan suatu teori yang menekankan pada struktur konseptual dan validitas substansialnya. Teori ini juga berfokus pada pembangunan konsep sebelum pengujian empiris. Teori induktif: menekankan pada pendekatan empiris untuk mendapatkan generalisasi. Penarikan kesimpulan didasarkan pada observasi realitas yang berulang-ulang dan mengembangkan pernyataan-pernyataan yang berfungsi untuk menerangkan serta menjelaskan keberadaan pernyataan-pernyataan tersebut. Teori fungsional: suatu teori dikembangkan melalui interaksi yang berkelanjutan antara proses konseptualisasi dan pengujian empiris yang mengikutinya. Perbedaan utama dengan teori deduktif terletak pada proses terjadinya konseptualisasi pada awal pengembangan teori. Pada teori deduktif rancangan hubungan konspetualnya diformulasikan dan pengujian dilakukan pada tahap akhir pengembangan teori. 5. Logika Ilmiah: Gabungan antara logika deduktif dan induktif dimana rasionalisme dan empirisme bersama-sama dalam suatu sistem dengan mekanisme korektif. 6. Hipotesis: adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Hipotesis merupakan saran penelitian ilmiah karena hipotesis adalah instrumen kerja dari suatu teori dan bersifat spesifik yang siap diuji secara empiris. Dalam merumuskan hipotesis pernyataannya harus merupakan pencerminan adanya hubungan antara dua peubah atau lebih. Hipotesis yang bersifat relasional ataupun deskriptif disebut hipotesis kerja (Hk), sedang untuk pengujian statistik dibutuhkan hipotesis pembanding hipotesis kerja dan biasanya merupakan formulasi terbalik dari hipotesis kerja. Hipotesis semacam itu disebut hipotesis nol (H0). 7. Peubah: ialah konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang sedang dipelajari. Contoh: jenis kelamin, kelas sosial, mobilitas pekerjaan dll nya. Ada lima tipe peubah yang dikenal dalam penelitian, yaitu: peubah bebas (independent), peubah tergantung (dependent), peubah perantara (moderate), peubah pengganggu (intervening) dan peubah kontrol (control). Jika dipandang dari sisi skala pengukurannya maka ada empat macam peubah: nominal, ordinal, interval dan rasio. 8. Definisi Operasional: ialah spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur atau memanipulasi suatu peubah. Definisi operasional memberi batasan atau arti suatu peubah dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur peubah tersebut.   1.4. Kerangka Ilmiah 1. Perumusan masalah: pertanyaan tentang obyek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor- faktor yang terkait di dalamnya. 2. Penyusunan kerangka dalam pengajuan hipotesis: - Menjelaskan hubungan antara faktor yang terkait, - Disusun secara rasional, - Didasarkan pada premis-premis ilmiah, - Memperhatikan faktor-faktor empiris yang cocok 3. Pengujian hipotesis: - mencari fakta-fakta yang mendukung hipotesis 4. Penarikan kesimpulan 1.4.1. Sarana Berpikir Ilmiah 1. Bahasa: ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan, syarat-syarat: - bebas dari unsur emotif, - reproduktif, - obyektif, - eksplisit 2. Matematika: adalah pengetahuan sebagai sarana berpikir deduktif sifat: - jelas, spesifik dan informatif, - tidak menimbulkan konotasi emosional, - kuantitatif 3. Statiska: ialah pengetahuan sebagai sarana berpikir induktif sifat: - dapat digunakan untuk menguji tingkat ketelitian, - untuk menentukan hubungan kausalitas antar faktor terkait 1.4.2. Aksiologi Aksiologi ialah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana. II. DEFINISI DAN JENIS PENELITIAN 2.1. Definisi Penelitian Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penelitian merupakan suatu upaya terpadu dan sistematis yang dilakukan oleh seseorang, yang selanjutnya dikenal sebagai peneliti, untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang dia temui di lapangan. Semakin rumit permasalahan yang dia hadapi, semakin besar upaya yang harus peneliti tempuh untuk menemukan jawabannya. Melakukan upaya terpadu mengandung pengertian bahwa peneliti tidak bisa melihat permasalahan hanya dari satu sisi saja. Peneliti harus dapat mengungkapkan jawaban dari permasalahan bukan dengan cara yang sempit. Ini berarti peneliti mungkin tidak hanya melihat suatu permasalahan dengan menggunakan salah satu bidang keilmuan, namun melibatkan pengetahuan tentang berbagai bidang ilmu penunjang. Hal ini juga berimplikasi bahwa seorang peneliti paling tidak harus memiliki wawasan yang lebih daripada sekedar ilmu yang sekarang dia tekuni. Pemahaman terhadap beberapa ilmu penunjang akan memberikan solusi permasalahan yang lebih menyeluruh. Kata sistematis merupakan kata kunci yang berkaitan dengan metode ilmiah yang berarti adanya prosedur yang ditandai dengan keteraturan dan ketuntasan. Karakteristik suatu metode ilmiah sebagai berikut: 1. Metode harus bersifat kritis, analistis, artinya metode menunjukkan adanya proses yang tepat dan benar untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan metode untuk pemecahan masalah tersebut. 2. Metode harus bersifat logik, artinya adanya metode yang digunakan untuk memberikan argumentasi ilmiah. Kesimpulan yang dibuat secara rasional didasarkan pada bukti-bukti yang tersedia. 3. Metode bersifat obyektif, artinya obyektivitas itu menghasilkan penyelidikan yang dapat dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula. 4. Metode harus bersifat konseptual dan teoritis; oleh karena itu, untuk mengarahkan proses penelitian yang dijalankan, peneliti membutuhkan pengembangan konsep dan struktur teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 5. Metode bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan pada kenyataan / fakta di lapangan. Penerapan metode ilmiah dalam penelitian biasanya memerlukan statistika, yaitu suatu cabang ilmu yang dapat memberikan beberapa solusi untuk membantu peneliti memelihara upaya yang dia lakukan tetap berada pada jalur yang benar. Solusi yang ditawarkan oleh statistika dimulai dari awal penelitian hingga sesaat sebelum keputusan dilakukan. Pengetahuan tentang statistika diperlukan oleh peneliti sejak dia merancang penelitiannya. Namun demikian, pola berpikir statistika tidak selalu menjamin penelitian akan berjalan dengan sempurna. 2.2. Jenis Penelitian Secara umum penelitian dapat dibedakan berdasarkan jenis data yang diperlukan, yaitu: penelitian primer dan penelitian sekunder. 1. Penelitian primer: penelitian yang membutuhkan data atau informasi dari sumber pertama, biasanya disebut “responden”. Data atau informasi diperoleh melalui pertanyaan tertulis dengan menggunakan kuesioner atau lisan dengan menggunakan metode wawancara; yang termasuk dalam kategori ini ialah: (a) Studi Kasus: menggunakan individu atau kelompok sebagai bahan studinya. Biasanya studi kasus bersifat longitudinal (b) Survei: merupakan studi yang bersifat kuantitatif yang digunakan untuk meneliti gejala suatu kelompok atau perilaku individu. Pada umumnya survei menggunakan kuesioner sebagai alat pengambil data. Survei menganut aturan pendekatan kuantitatif, yaitu semakin sampel besar, semakin hasilnya mencerminkan populasi. (c) Penelitian Eksperimental: menggunakan individu atau kelompok sebagai bahan studi. Pada umumnya penelitian ini menggunakan dua kelompok atau lebih untuk dijadikan sebagai obyek studinya. Kelompok pertama merupakan kelompok yang diteliti sedang kelompok kedua sebagai kelompok pembanding (control group). Penelitian eksperimental menggunakan rancangan yang sudah baku, terstruktur dan spesifik. 2. Penelitian sekunder menggunakan bahan yang bukan dari sumber pertama sebagai sarana untuk memperoleh data atau informasi untuk menjawab masalah yang diteliti. Penelitian ini juga dikenal dengan penelitian yang menggunakan studi kepustakaan dan yang biasanya digunakan oleh para peneliti yang menganut paham pendekatan kualitatif. 2.3. Penelitian Dasar dan Penelitian Terapan Salah satu alasan manusia untuk melakukan penelitian adalah untuk mengembangkan dan mengevaluasi suatu konsep dan teori. Penelitian dasar (basic research atau pure research) dilakukan untuk memperluas batas‑batas ilmu pengetahuan. Artinya, penelitian dasar tidak ditujukan secara langsung untuk mendapatkan pemecahan bagi sebuah permasalahan yang spesifik. Hasil dari penelitian dasar pada umumnya tidak dapat diimplementasikan secara langsung. Penelitian dasar dilakukan untuk verifikasi terhadap diterimanya (acceptability) teori yang sudah ada atau untuk mengetahui lebih jauh tentang sebuah konsep. Sebagal contoh, penelitian dasar dilakukan untuk menemukan sejauh mana persepsi individu untuk melakukan tugas dengan baik berpengaruh bagi kinerjanya di masa datang. Hasil dari penelitian dasar ini akan memperluas pengetahuan tentang teori perilaku kinerja secara umum. Studi ini dilakukan karena peneliti menganggap bahwa teori yang diuji tersebut dapat bermanfaat bagi lingkungan dan situasi yang lebih luas. Berbeda dengan penelitian dasar, penelitian terapan dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang permasalahan yang spesifik atau untuk membuat keputusan tentang suatu tindakan atau kebijakan khusus. Sebagal contoh, suatu organisasi melakukan penelitian terapan untuk mempelajari waktu yang dihabiskan karyawannya pada komputer pribadi dalam seminggu. Hasil dari penelitian ini digunakan, misalnya, untuk menentukan alokasi komputer, rancangan jaringan komputer, tata letak tempat kerja, dan sebagainya. rosedur dan teknik yang digunakan dalam penelitian dasar dan penelitian terapan secara substansi tidak berbeda. Keduanya menggunakan metode ilmiah (scientific method) untuk menjawab pertanyaan. Secara lebih luas, metode ilmiah dalam penelitian bisnis didefinisikan sebagai teknik dan metode yang membantu peneliti untuk mengetahui dan memahami fenomena bisnis. Metode ilmiah membutuhkan analisis sistematik dan interpretasi logis dari bukti-bukti empiris (kenyataan dari pengamatan atau eksperimen) untuk mengkonfirmasikan atau membuktikan konsepsi awal. Dalam penelitian dasar, hal pertama yang dilakukan adalah pengujian konsep atau hipotesis awal dan kemudian pembuatan kajian lebih dalam serta kesimpulan tentang fenomena tersebut sehingga dihasilkan aturan-aturan umum tentang fenomena yang diamati. Penggunaan metode ilmiah dalam penelitian terapan menjamin obyektivitas dalam mengumpulkan fakta dan menguji ide kreatif bagi alternatif strategi bisnis. Esensi dari penelitian, apakah itu dasar atau terapan, terletak pada metode ilmiah. Secara teknis perbedaan kedua jenis penelitian tersebut lebih banyak terletak pada tingkat permasalahannya daripada substansinya itu sendiri. 2.4. Penelitian Bisnis Penelitian Bisnis merupakan salah satu alat manajerial penting yang berpengaruh pada proses pembuatan keputusan dalam berbagai jenis organisasi. Penelitian Bisnis menjadi fondasi untuk meningkatkan profit perusahaan dan mendorong laju perkembangan perusahaan. Banyak perusahaan, dalam beberapa tahun terakhir ini, melakukan penelitian bisnis dan menemukan hal‑hal yang sebelumnya tidak terpikirkan. Contoh‑contoh berikut ini menggambarkan bahwa penelitian bisnis dapat mengungkapkan hal‑hal yang sebelumnya tak terpikirkan tersebut: 1. Ditemukannya korelasi yang tinggi antara kepuasan pelanggan (faktor eksternal) dan kepuasan pekerja (faktor internal). Dalam penelitian yang dilakukan oleh lembaga‑lembaga penelitian di Eropa ditemukan bahwa ukuran kepuasan pekerja pada umumnya, seperti tingkat keluar‑masuknya pekerja dan tuntutan terhadap kelayakan upah sangat berkaitan dengan kepuasan yang dinikmati pelanggan dan hasil finansial yang diperoleh oleh perusahaan itu sendiri. Artinya, perusahaan dengan tingkat kepuasan pekerja tertinggi juga memiliki skor tertinggi dalam kepuasan pelanggannya. 2. Ditemukan bahwa penetapan target yang lebih tinggi menyebabkan kinerja karyawan yang lebih tinggi pula. Artinya, kinerja pekerja dengan target yang lebih tinggi akan lebih baik daripada pekerja yang targetnya diset relatif lebih mudah dicapai. 2.4.1. Definisi Penelitian Bisnis Setiap hari, manajer membutuhkan informasi untuk melakukan pengembangan dan perencanaan yang menyangkut taktik dan strategi yang akan diterapkan dalam pengelolaan perusahaannya. Informasi yang diolah dari pengalaman manajer sering kali digunakan secara intuitif karena tekanan waktu dalam pengambilan keputusan bisnis atau karena menganggap bahwa masalah yang dihadapi tersebut tidak terlalu penting. Dalam jangka panjang, intuisi tanpa didasari pelaksanaan penelitian akan membawa kekeliruan dalam pengambilan keputusan. Fokus utama dalam penelitian bisnis adalah mengubah proses pembuatan keputusan yang dilakukan berdasarkan proses intuist tesebut menjadi pengambilan keputusan yang didasarkan pada proses investigasi yang sistematik dan obyektif. Tugas utama yang harus dilakukan dalam penelitian bisnis adalah mendapatkan informasi akurat yang akan digunakan dalam proses pembuatan keputusan. Berdasarkan pokok pikiran tersebut, penelitian bisnis didefinisikan sebagai proses pengumpulan, pencatatan, dan analisis data yang sistematik dan obyektif untuk membantu dalam pembuatan keputusan‑keputusan bisnis. Definisi ini mensyaratkan: (a) Informasi penelitian tidak dikumpulkan secara intuitif atau kebetulan. Secara harfiah, penelitian berasal dari kata penelitian (research) yang berarti mencari kembali (search again). Hal ini mengandung konotasi sebagai suatu studi yang cermat yang merupakan proses investigasi yang didasari oleh pengetahuan (scientific investigation) di mana peneliti dengan hati‑hati mengamati data untuk menemukan segala sesuatu yang dapat diketahui tentang subyek studi. (b) Informasi yang didapat atau data yang dikumpulkan dan dianalisis harus akurat, oleh karenanya peneliti harus bersikap obyektif. Hal yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa peneliti berperan untuk menghilangkan bias dalam membuktikan ide yang telah lebih dahulu diketahui. Jika bias memasuki proses penelitian, maka nilai data menjadi berkurang dan penelitian tidak lagi memiliki nilai tambah yang berarti. Definisi Penelitian Bisnis di atas menegaskan bahwa obyektivitas yang dipersyaratkan adalah untuk mendukung proses pengambilan keputusan manajerial bagi semua aspek bisnis: keuangan, pemasaran, personal, produksi, kualitas, dan sebagainya. Fungsi utama yang didukung oleh hasil penelitian adalah minimasi ketidakpastian untuk mengurangi resiko dalam pembuatan keputusan. Oleh karena itu, penelitian bisnis seharusnya digunakan untuk membantu proses managerial judgement, bukan untuk menggantikannya. 2.4.2. Lingkup Penelitian Bisnis Ruang lingkup Penelitian Bisnis dibatasi oleh definisi kata 'bisnis'. Penelitian dalam bidang produksi, keuangan, pemasaran, atau manajemen untuk tujuan pencapaian 'keuntungan' perusahaan berada dalam lingkup Penelitian Bisnis. Definisi 'bisnis' itu sendiri sebenarnya saat ini sudah mengalami perluasan makna. Bisnis tidak lagi diterjemahkan sebagai sebuah usaha yang berorientasi pada keuntungan finansial semata tetapi lebih ditujukan pada segala aktivitas yang memberikan nilai tambah bagi komunitas pemakainya. Organisasi‑organisasi semacam Asosiasi Jantung Indonsia, Kebun Binatang Surabaya, Program Magister Manajemen Agribisnis berdiri untuk memenuhi kebutuhan sosial, dan mereka membutuhkan keterampilan bisnis untuk menghasilkan dan mendistribusikan jasa yang diinginkan masyarakat. Istilah "Penelitian Bisnis" digunakan karena semua tekniknya dapat diterapkan pada setting bisnis. Penelitian Bisnis meliputi fenomena yang luas. Bagi manajer, tujuan penelitian adalah terutama untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan yang menyangkut organisasi, pasar, ekonomi, lingkungan, pekerja, pelanggan, dan sebagainya yang akan mendukung keputusan‑keputusan eksekutif yang harus diambil. Bagi pekerja di level operasional, penelitian yang dilakukan di tempat kerjanya ditujukan untuk memperbaiki proses kerja yang akan meningkatkan kinerja dirinya dan kinerja perusahaan yang akhirnya akan membawa konsekuensi terhadap peningkatan kesejahteraannya. 2.4.3. Jenis Penelitian Bisnis Begitu luasnya variasi aktivitas penelitian sehingga akan sangat membantu jika dapat disusun kategori tipe‑tipe penelitian bisnis berdasarkan teknik maupun fungsinya. Dengan melakukan klasifikasi berdasarkan tujuan atau fungsinya akan membantu pemahaman terhadap karakter permasalahan, yang selanjutnya akan mempengaruhi pemilihan metode penelitian. Karakteristik permasalahan yang dihadapi sangat menentukan apakah penelitian bisnis tersebut termasuk dalam kategori (a) Penjajagan/eksploratoris (exploratory), (b) Deskriptif (descriptive, dan (c) Sebab‑akibat (causal) (a) Penelitian penjajagan/Eksploratoris (Exploratory Research) Penelitian penjajagan atau penelitian eksploratoris dilakukan untuk mengklarifikasi berbagai macam persoalan yang masih bersifat samar‑samar. Manajer mungkin merasakan adanya permasalahan dalam organisasi yang dikelolanya namun untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas terhadap berbagai aspek yang menyangkut permasalahan tersebut diperlukan penelitian awal. Penelitian penjajagan ini biasanya dilakukan dengan harapan akan dilakukan penelitian lanjutan pada proses berikutnya. Oleh karena itu, fakta‑fakta yang akurat untuk dasar pengambilan tindakan tidak harus sudah tersedia pada tahap ini. Merupakan kekeliruan besar jika tergesa‑gesa melakukan survei yang sangat rinci sebelum sumber‑sumber informasi yang lebih andal diidentifikasikan melalui penelitian penjajagan. Sebagai contoh, sebuah organisasi di Malang sedang mempertimbangkan untuk membuka usaha penitipan anak bagi keluarga yang kedua orang tua anak tersebut bekerja. Penelitian penjajagan dengan jumlah sampel kecil yang terdiri dari para keluarga yang kedua orangtuanya bekerja untuk merancang program apa yang akan diberikan bagi anak‑anak yang tinggal dalam penitipan, akan sangat berarti untuk dilakukan. Hal ini akan mengkristalkan persoalan dan sebagai sumber informasi awal untuk penelitian lanjutan. Penelitian penjajagan memiliki tiga tujuan utama, yaitu: Diagnosis Situasi: Penelitian penjajagan akan sangat membantu untuk menghasilkan diagnosis awal dari berbagai dimensi terhadap permasalahan riil yang dihadapi sehingga proyek penelitian berikutnya tepat memenuhi sasaran yang dikehendaki. Hal ini akan membantu dalam penentuan prioritas penelitian lanjutan. Selain itu, penelitian penjajagan juga akan mengarahkan orientasi bagi pihak manajemen yang belum berpengalaman, melalui pengumpulan informasi tentang sebuah subyek permasalahan. Sebagal contoh, wawancara pendahuluan dengan para pekerja akan membantu untuk mendalami isu‑isu yang dihadapi perusahaan saat ini, seperti sistem penggajian yang digunakan, kondisi kerja, kesempatan karier, sistem penghargaan, dan sebagainya. Penyaringan Berbagai Alternatif: Penelitian penjajagan juga berguna untuk menentukan alternatif terbaik dari berbagai pilihan alternatif aktivitas penelitian jika terdapat keterbatasan anggaran sehingga tidak terjadi pemborosan biaya. Melalui penelitian penjajagan dapat ditetapkan daftar berbagai macam alternatif yang disertai dengan perhitungan konsekuensi biaya pelaksanaannya. Perhitungan‑perhitungan dalam penelitian penjajaagan tersebut dapat dilakukan di atas kertas berdasarkan teori yang diketahui atau berlandaskan pada data sekunder atau berdasarkan pengalaman perusahaan itu sendiri di masa lampau maupun pengalaman organisasi lain. Penemuan Berbagai Gagasan Baru: Penelitian penjajagan juga sering dilakukan untuk menggali berbagai macam ide baru agar tidak terjadi stagnasi. Mungkin perusahaan memerlukan saran‑saran dari karyawannya untuk meningkatkan produktivitas, memperbaiki keselamatan kerja, penggunaan audio untuk kenyamanan kerja, dan sebagainya. Mungkin pelanggan menyarankan jenis produk baru yang tidak terpikirkan oleh perusahaan. Dengan melakukan penelitian penjajagan tersebut dapat digali berbagai macam ide tersebut. Pelaksanaan salah satu ide tersebut memerlukan penelitian yang lebih detail dan seksama. (b) Penelitian Deskriptif (Descriptive Research) Tujuan utama penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan karakteristik sebuah populasi atau suatu fenomena yang sedang terjadi. Penelitian deskriptif dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang: siapa (who), apa (what), kapan (when), di mana (where) dan bagaimana (how) yang berkaitan dengan karakteristik populasi atau fenomena tersebut. Sebagi contoh, setiap tahun Biro Pusat Statistik melakukan penelitian deskriptif untuk mengetahul komposisi pengangguran, proporsi usia produktif, jumlah tenaga keria wanita, ada/tidaknya usia di bawah umur dipekerjakan, dan berbagai karakteristik populasi penduduk yang lain. Walaupun penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan utama untuk mendapatkan gambaran, tetapi akurasi merupakan hal terpenting yang harus diutamakan dalam penelitian tersebut. Memang kesalahan atau error tidak dapat dihindarkan sama sekali, namun peneliti yang baik akan mengusahakan hasil penggambaran yang seakurat mungkin. Hasil penelitian yang tidak akurat akan menyesatkan dalam pengambilan keputusan. Misalnya, jika perkiraaan terhadap potensi pasar dari komputer personal yang akan diperkenalkan dilakukan dengan kurang akurat, maka manajer akan keliru dalam menentukan jadwal produksi, penentuan anggaran, penentuan jam lembur, dan lain sebagainya yang akan berpengaruh terhadap proses penjualan komputer itu. (c) Penelitian Sebab‑Akibat (Causal Research) Tujuan utama dari penelitian jenis ini adalah untuk mengidentifikasikan hubungan sebab‑akibat antara berbagai peubah. Idealnya, manajer dapat menentukan dari hasil penelitian ini bahwa sebuah kejadian/peubah merupakan sarana untuk menghasilkan kejadian/peubah yang lain. Atau dengan kata lain, jika dilakukan suatu hal, maka hal lain akan mengikuti sebagai konsekuensi logisnya. Sebagai contoh, kenaikan harga, bentuk pengepakan, dan frekuensi promosi diprediksi akan berpengaruh terhadap hasil penjualan. Apakah semua peubah tersebut berpengaruh sama besarnya, peubah mana yang paling dominan, dan sebagainya harus ditentukan dari hasil penelitian yang riil. Penelitian yang bertujuan untuk menentukan pola sebab‑akibat harus dapat (i) mengenali ada/tidak adanya faktor‑faktor penyebab, (ii) menentukan tingkat sebab‑akibat yang tepat atau rangkaian kejadian, dan (iii) mengukur variasi antara sebab‑akibat. 2.4.4. Nilai Manajerial Penelitian Bisnis Telah diketahui bahwa pelaksanaan penelitian dapat mendukung efektivitas manajemen dalam proses pengambilan keputusan. Nilai manajerial utama dari penelitian bisnis adalah mengurangi ketidakpastian dengan penyediaan informasi yang akurat untuk memperbaiki proses pembuatan keputusan tersebut. Proses pembuatan keputusan yang berhubungan dengan penyusunan dan penerapan strategi terdiri dari tiga tahapan yang saling berkaitan, yaitu, identifikasi masalah atau peluang, seleksi dan penerapan tindakan, dan evaluasi tindakan. Dengan memberikan informasi yang tepat kepada manajer, penelitian bisnis memainkan peranan penting dengan mengurangi ketidakpastian manajerial dalam setiap tahapan tersebut. (a) Identifikasi Masalah atau Peluang Sebelum strategi disusun, suatu organisasi harus menentukan arah dan bagaimana cara mencapai tujuannya. Penelitian Bisnis dapat membantu manajer dalam merencanakan strateginya dengan cara mengidentifikasi masalah yang terdapat dalam organisasi. Penelitian Bisnis dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk memberikan informasi tentang apa yang terjadi di dalam organisasi atau lingkungannya. Deskripsi tentang aktivitas sosial atau ekonomi yang sedang terjadi dapat memberikan pemahaman bagi manajer untuk membantu mereka dalam menentukan langkah‑langkah penyesuaian yang harus diambil untuk mengantisipasinya. Informasi yang dihasilkan melalui penelitian bisnis juga dapat digunakan untuk mengindikasikan ada atau tidaknya suatu permasalahan. Manajer mungkin mengetahui bahwa alternatif yang tersedia sudah cukup untuk membuat suatu keputusan berdasarkan pengalaman atau intuisi yang terasah selama manajer yang bersangkutan bekerja di perusahaan tersebut, namun sering kali penelitian bisnis dibutuhkan untuk mendapatkan informasi tambahan sehingga sang manajer mendapatkan pemahaman yang lebih baik, akurat, dan mendalam yang menyangkut situasi tertentu. (b) Seleksi dan Penerapan Tindakan Setelah berbagai macam alternatif tindak lanjut terhadap suatu permasalahan diidentifikasikan, penelitian bisnis dapat dilakukan untuk memperoleh informasi spesifik yang dapat membantu mengevaluasi alternatif tersebut dan menyeleksi serta menentukan alternatif tindakan terbaik. Sebagai contoh, sebuah perusahaan sepatu harus memutuskan apakah akan membangun pabrik di Malang. Dalam kasus tersebut, penelitian bisnis dapat dirancang untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam menentukan lokasi mana yang terbaik bagi pendirian perusahaan tersebut. Peluang bisnis dapat dievaluasi dengan menggunakan berbagai jenis kriteria kinerja. Sebagai contoh, perkiraan potensi pasar dapat digunakan oleh manajer untuk mengevaluasi pendapatan yang akan dihasilkan dari setiap alternatif peluang yang tersedia. Salah satu teknis memperhitungkan peluang tersebut adalah dengan meng­gunakan peramalan (forecasting). Peramalan yang baik yang dihasilkan melalui penerapan penelitian bisnis akan menjadi informasi dasar bagi proses perencanaan yang sangat berguna bagi manajer. Tentu saja ketepatan 100% dalam proses peramalan tidak mungkin dida­patkan karena perubahan dalam lingkungan bisnis sering berlangsung dengan cepat. Meskipun demikian, informasi obyektif yang dihasilkan melalui penelitian bisnis untuk meramalkan perubahan lingkungan tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi suatu tindakan khusus yang diperlukan. Lebih jelasnya, rencana yang baik dapat gagal jika tidak diimplementasikan dengan benar. Apa lagi jika rencana tersebut ditetapkan tanpa dasar yang dapat di­pertanggungjawabkan, kemungkinan kegagalan akan lebih besar terjadi dalam penerapannya. (c) Evaluasi Tindakan Setelah suatu tindakan diterapkan, penelitian bisnis dapat digunakan sebagai alat untuk menginformasikan kepada manajer apakah rencana yang telah ditetapkan tersebut telah dilaksanakan dengan baik dan apakah mereka telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Dengan kata lain, penelitian bisnis dapat dilakukan untuk memberikan umpan balik dalam mengevaluasi dan mengendalikan taktik dan strategi yang diambil. Dalam hal ini penelitian bisnis disebut sebagai penelitian evaluasi. Penelitian evaluasi adalah proses pengukuran dan penilaian secara obyektif terhadap seluruh kegiatan yang telah dilakukan. Penelitian evaluasi memberikan informasi tentang faktor‑faktor utama yang mempengaruhi tingkat kinerja kegiatan yang diamati. Pada organisasi nirlaba (non profit) di negara‑negara maju, misalnya pada agen‑agen pemerintah, penelitian evaluasi lebih sering dilakukan. Setiap tahun ribuan studi evaluasi dilakukan untuk memperkirakan efek dari program‑program yang diterapkan untuk masyarakat luas. Misalnya, evaluasi terhadap pemberian buah‑buahan secara gratis bagi siswa sekolah dasar sampai dengan kelas 2 di seluruh wilayah Inggris, evaluasi terhadap program siaran TV untuk anak‑anak, dan sebagainya. Penelitian pemantauan kinerja (performance‑monitoring research) adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu tipe khusus dari penelitian evaluasi, yang secara rutin memberikan umpan balik untuk mengevaluasi dan mengontrol kegiatan bisnis yang sering dilakukan. Sebagai contoh, kebanyakan perusahaan secara kontinyu memantau kegiatan penjualan keseluruhan (wholesale) dan ecerannya untuk mendeteksi lebih awal jika terjadi penurunan penjualan atau kejanggalan lainnya. Penelitian pengendalian kinerja merupakan suatu aspek integral dari program Total Quality Management (TQM). TQM adalah filosofi bisnis yang berkeyakinan bahwa proses manajemen harus berfokus pada pengintegrasian kualitas yang diinginkan konsumen (customer‑driven quality) di seluruh organisasi. TQM menekankan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) terhadap kualitas produk dan jasa. Manajer berusaha untuk memperbaiki delivery atau layanan lainnya untuk menjaga perusahaan tetap dapat bersaing. Ketika analisis kinerja menunjukkan bahwa segalanya tidak berjalan seperti yang direncanakan, penelitian bisnis dibutuhkan untuk menjelaskan mengapa sesuatu "berjalan salah". Informasi terperinci tentang kesalahan tertentu atau kegagalan harus selalu dicari. Implementasi program TQM membutuhkan pengukuran yang lebih luas. Seperti secara rutin bertanya kepada pelanggan untuk mengetahui keinginannya, untuk mengukur laju perkembangan perusahaan terhadap pesaingnya, mengukur perilaku pekerja, dan memantau kinerja perusahaan terhadap benchmark standar. Hal ini memerlukan banyak sekali Penelitian Bisnis. Karena itu, Penelitian Bisnis yang dilakukan terhadap pelanggan eksternal dan penelitian bisnis internal dengan memanfaatkan pekerja dalam organisasi merupakan komponen penting dari program TQM. 2.4.5. Kapan Penelitian Bisnis Dibutuhkan Seorang manajer menghadapi permasalahan ketika akan menentukan kapan harus melakukan penelitian, apa yang harus disurvei, berapa biaya yang signifikan untuk dikeluarkan, dan sebagainya. Penentuan perlu tidaknya dan sejauh mana Penelitian Bisnis harus dilakukan didasarkan pada kendala waktu, ketersediaan data, sifat dari keputusan yang harus dibuat, dan nilai informasi dari penelitian bisnis dibandingkan dengan biayanya. (a) Kendala Waktu Penelitian membutuhkan waktu sedangkan dalam beberapa hal keputusan harus dibuat dengan segera, sehingga tidak tersedia waktu yang memadai untuk melakukan penelitian. Sebagai konsekuensinya, keputusan terkadang dibuat tanpa informasi yang cukup atau tidak didasarkan pada pengertian menyeluruh dari situasi yang ada. Salah satu kiat untuk mengatasi hal ini adalah dengan membuat agenda penelitian yang terencana dilengkapi dengan pangkalan data (database) yang komplit termasuk penyediaan paket‑paket pengolahan data yang standar, jenis‑jenis kuesioner yang harus disebarkan, dan sebagainya. (b) Ketersediaan Data Ketika informasi yang mencukupi tidak tersedia, maka penelitian harus dipertimbangkan. Manajer harus bertanya pada diri mereka sendiri "Akankah penelitian yang dilakukan. mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan tentang keputusan ini?" jika data tidak tersedia, penelitian tidak dapat dilakukan. Selain itu, jika sumber data diketahui, manajer selanjutnya harus mengetahui berapa biaya untuk memperoleh data tersebut, bagaimana proses mendapatkannya, dan sebagainya. (c) Sifat Keputusan Nilai penelitian bisnis tergantung pada sifat keputusan manajerial yang dibuat. Keputusan operasional yang rutin seharusnya tidak memerlukan penelitian bisnis yang dirancang khusus. Tingkat keputusan yang lebih taktis dan lebih strategis membutuhkan penelitian bisnis secara terencana. (d) Manfaat dan Biaya Dalam beberapa situasi pada proses pembuatan keputusan, manajer harus mengidentifikasi alternatif‑alternatif tindakan dengan mem­pertimbangkan nilai setiap alternatif terhadap biayanya. Pada saat harus memutuskan dua alternatif, yaitu antara membuat keputusan tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu atau menangguhkan keputusan dan melakukan penelitian bisnis, manajer seharusnya memper­tanyakan, Apakah investasi untuk penelitian tersebut akan ada nilainya?, Akankan informasi dari penelitian bisnis memperbaiki kualitas keputusan?, Apakah pengeluaran untuk penelitian yang diusulkan sepadan de­ngan dana yang dikeluarkan?. Kriteria untuk menentukan kapan sebaiknya penelitian bisnis dilakukan disajikan pada Gambar 1. Kendala waktu Ketersediaan data Sifat keputusan Manfaat vs Biaya Apakah tersedia cukup waktu sebelum keputusan manajerial harus dibuat? Ya Apakah informasi yang didapat cukup untuk membuat keputusan? Ya Apakah keputusan tersebut sangat strategis atau taktis? Ya Apakah nilai informasi dari penelitian melebihi biaya untuk melakukan penelitian? Ya Lakukan penelitian bisnis Tidak Tidak Tidak Tidak Penelitian Bisnis Seharusnya tidak dilakukan Gambar 1. Penentuan Kapan seharus dilakukan penelitian bisnis 2.4.6. Tahapan Penelitian Bisnis Tahapan penelitian bisnis pada dasarnya mengikuti pola umum penelitian yang terdiri dari berbagai tahap. Dalam pelaksanaannya, tahap‑tahap dalam proses penelitian tersebut dapat saling tumpang‑tindih dan memiliki fungsi yang saling ber­kaitan. Kadang‑kadang tahap tertentu bahkan sudah rampung se­belum tahap yang mendahuluinya selesai dilakukan. Bahasan rinci tentang tahapan penelitian bisnis disajikan pada bab-bab berikutnya. (a) Mengidentifikasi Masalah: tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam penelitian, karena semua jalannya penelitian akan dituntun oleh perumusan masalah. Tanpa perumusan masalah yang jelas, maka peneliti akan kehilangan arah dalam melakukan penelitian. (b) Membuat Hipotesis: Hipotesis merupakan jawaban sementara dari persoalan yang diteliti. Perumusan hipotesis biasanya dibagai menjadi tiga tahapan: (i) tentukan hipotesis penelitian yang didasari oleh asumsi penulis terhadap hubungan peubah yang sedang diteliti, (ii) tentukan hipotesis operasional yang terdiri dari Hipotesis 0 (H0) dan (iii) Hipotesis 1 (H1). H0 bersifat netral dan H1 bersifat tidak netral. Perlu diketahui bahwa tidak semua penelitian memerlukan hipotesis, seperti misalnya penelitian deskriptif. (c) Studi Pustaka: Pada tahapan ini peneliti melakukan apa yang disebut dengan kajian pustaka, yaitu mempelajari buku-buku referensi dan hasil penelitian sejenis sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Tujuannya ialah untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah. (d) Mengidentifikasi dan Menamai Peubah: Melakukan identifikasi dan menamai peubah merupakan salah satu tahapan yang penting karena hanya dengan mengenal peubah yang sedang diteliti seorang peneliti dapat memahami hubungan dan makna peubah-peubah yang sedang diteliti. (e) Membuat Definisi Operasional: Definisi operasional adalah definisi yang menjadikan peubah-peubah yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran peubah-peubah tersebut. Definisi operasional memungkinan sebuah konsep yang bersifat abstrak dijadikan suatu yang operasional sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan pengukuran. (f) Memanipulasi dan Mengontrol Peubah: Memanipulasi peubah ialah memberikan suatu perlakuan pada peubah bebas dengan tujuan peneliti dapat melihat efeknya bagi peubah tergantung atau peubah yang dipengaruhinya. Mengontrol peubah ialah melakukan kontrol terhadap peubah tertentu dalam penelitian agar peubah tersebut tidak mengganggu hubungan antara peubah bebas dan peubah tergantung. (g) Menyusun Rancangan Penelitian: Rancangan penelitian khususnya dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif merupakan alat dalam penelitian dimana seorang peneliti tergantung dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian yang sedang dilakukan. Rancangan penelitian bagaikan alat penuntun bagi peneliti dalam melakukan proses penentuan instrumen pengambilan data, penentuan sampel, koleksi data dan analisisnya. Tanpa rancangan yang baik maka penelitian yang dilakukan akan tidak mempunyai validitas yang tinggi. (h) Mengidentifikasi dan Menyusun Alat Observasi dan Pengukuran: Tahap dimana seorang peneliti harus melakukan identifikasi alat apa yang sesuai untuk mengambil data dalam hubungannya dengan tujuan penelitannya. Pada penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif biasanya peneliti menggunakan kuesioner. Mengidentifikasi pengukuran maksudnya peneliti melakukan identifikasi skala pengukuran apa yang akan digunakan untuk mengukur peubah yang diteliti yang sesuai dengan jenis data yang ada atau yang akan dicari. (i) Membuat Kuesioner dan Jadwal Wawancara: Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, kuesioner merupakan salah satu alat yang penting untuk pengambilan data; oleh karena itu, peneliti harus dapat membuat kuesioner dengan baik. Cara membuat kuesioner dapat dibagi dua, yaitu dari sisi format pertanyaan dan model jawaban. Disamping kuesioner, alat pengambilan data juga dapat dilakukan dengan wawancara. Cara-cara melakukan wawancara diatur secara sistematis agar dapat memperoleh informasi dan/atau data yang berkualitas dan sesuai dengan yang diinginkan oleh peneliti.  (j) Melakukan Analisis Statistik: Salah satu ciri yang menonjol dalam penelitian yang menggunanakan pendekatan kuantitatif ialah adanya analisis statistik. Analisis statistik digunakan untuk membantu peneliti mengetahui makna hubungan antar peubah. Sampai saat ini, analisis statistik merupakan satu-satunya alat yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk menghitung besarnya hubungan antar peubah, untuk memprediksi pengaruh peubah bebas terhadap peubah tergantung, untuk melihat besarnya pesentase atau rata-rata besarnya suatu peubah yang diukur. Dengan berkembangnya teknologi komputer yang semakin canggih dan dituntutnya melakukan penelitian secara lebih cepat serta kemungkinan besarnya jumlah data, maka seorang peneliti memerlukan bantuan komputer untuk melakukan analisis data. Banyak perangkat lunak yang telah dikembangkan untuk membantu peneliti dalam melakukan analisis data, baik yang bersifat pengelohan data maupun analisisnya. Salah satu program yang popular ialah program SPSS. (k) Menulis Laporan Hasil Penelitian: Tahap terakhir dalam penelitian ialah membuat laporan mengenai hasil penelitian secara tertulis. Laporan secara tertulis perlu dibuat agar peneliti dapat mengkomunikasikan hasil penelitiannya kepada para pembaca atau penyandang dana. 2.4.7. Topik‑Topik Utama Penelitian Bisnis Begitu beragamnya permasalahan yang dihadapi oleh organisasi bisnis saat ini. Pertanyaannya adalah: aspek apa saja dalam organisasi bisnis tersebut yang harus diteliti untuk memperbaiki kualitas keputusan‑keputusan bisnis? Tabel 1 berikut ini memuat daftar topik utama dalam penelitian bisnis yang sering dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Tentu saja topik penelitian yang akan dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan riil tiap perusahaan dengan mempertimbangkan kondisi masing‑masing. Tabel 1. Topik‑topik Utama Penelitian Bisnis Penelitian Bisnis Secara Umum, Peramalan jangka pendek dan panjang Ekonomi dan Perusahaan Kajian kecenderungan bisnis dan industri Kajian inflasi dan tingkat harga Kajian lokasi pabrik dan gudang Kajian akuisisi perusahaan Penelitian Finansial dan Akuntansi Peramalan kecenderungan tingkat suku bunga bank Prediksi nilai tukar, pinjaman, dan harga komoditas Alternatif pembentukan modal Kajian untuk merger dan akuisisi Kajian trade-off antara risiko dan keuntungan Dampak Pajak Penelitian pada lembaga keuangan non Bank Kajian Tingkat Pengembalian yang diharapkan Modal Risiko Kredit Analisis Ongkos Penelitian Manajemen Manajemen Kualitas Terpadu (TQM) Produksi, Personalia dan Moral dan kepuasan kerja Perilaku Organisasi Gaya kepemimpinan Produktivitas tenaga kerja Efektivitas organisasi Kajian struktur organisasi Tingkat absensi karyawan & keluar-masuk karyawan Iklim organisasi Komunikasi dalam organisasi Kajian lingkungan fisik pekerja Kajian manajemen logistik Penelitian Penjualan dan Pengukuran potensi pasar Pemasaran Analisis pangsa pasar Kajian seginentasi pasar Analisis penjualan Penetapan kuota penjualan Kajian saluran distribusi Pengujian konsep produk baru Kajian pengujian pasar Penelitian periklanan Perilaku pembeli Studi kepuasan pelanggan 2.4.8. Penelitian Pemasaran (a) Esensi dan Arti Penelitian Pemasaran Persaingan bisnis tidak bisa dihindari. Masing-masing perusahaan ingin menguasai pasar dan mengalahkan pesaingnya. Disisi lain tiap-tiap pebisnis ingin eksis, survival, maju dan berkembang. Lingkungan bisnis cepat sekali berubah. Tuntutan konsumen semakin tinggi, baik mengenai kualitas produk maupun pelayanan. Pemasaran merupakan ujung tombak bisnis perusahaan, karena pemasaran bersentuhan langsung dengan para konsumen. Melalui pemasaran merupakan pintu masuk aliran kas, karena hanya melalui pemasaranlah perusahaan dapat menghasilkan uang. Siapa yang menang dalam strategi pemasaran, dialah yang menjadi juara dan leader. Para CEO (Chief Executive Officer), pimpinan perusahaan dan manajer memerlukan informasi yang akurat dalam pengambilan keputusan. Informasi dapat dihasilkan dari Penelitian pemasaran. Informasi dari Penelitian pemasaran dapat menjadi intelijen pemasaran dalam decision support system perusahaan. Penelitian pemasaran merupakan rencana yang sistemastis dan obyektif terhadap pengembangan penyediaan informasi untuk proses pengambilan keputusan dalam manajemen pemasaran. (b) Jaringan Pemasaran (Marketing Net Working) Pemasaran merupakan mesin uang perusahaan, karena hanya melalui aktivitas pemasaranlah perusahaan dapat mendatangkan uang. Sebagai tulang punggung perusahaan, pemasaran bersentuhan langsung dengan para konsumen dan berbagai pihak di luar perusahaan, seperti dengan para distributor, pesaing, masyarakat dan lain-lain. Pihak-pihak yang terkait dalam jaringan aktivitas pemasaran dapat diketahui dari gambar di bawah ini: Jaringan Aktivitas Pemasaran Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa banyak pihak yang terkait dengan fungsi pemasaran, yaitu di samping konsumen, ada para perantara, pesaing, perusahaan lain, supplier, pemerintah dan masyarakat umum. Interaksi yang terjadi antar komponen dijaringan pemasaran, baik pihak internal perusahaan maupun eksternal dapat menjadi sumber informasi bagi pimpinan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu setiap hubungan dijaringan pemasaran dapat pula dijadikan topik dalam penelitian pemasaran. (c) Aktivitas Pemasaran (Marketing Activities) Aktivitas pemasaran pada umumnya dapat berupa kebijakan 4PS yaitu di bidang produk (product), harga (pricing), promosi (promotion), distribusi (place) dan pelayanan (service). Seluruh aktivitas/program pemasaran pada akhirnya akan bermuara pada kinerja pemasaran (marketing performance) yang dicapai. Evaluasi aktivitas pemasaran akan dikaitkan dengan kinerja pemasaran. Ketidak sesuaian rencana/target antara aktivitas/program pemasaran dengan kinerja akan dapat merupakan masalah pemasaran. Dengan demikian setiap permasalahan tersebut dapat dijadikan dasar dalam penelitian pemasaran. Hubungan antara aktivitas pemasaran dengan kinerja dapat dilihat seperti gambar di bawah ini: Dengan mengkaitkan beberapa aktivitas pemasaran, seperti contoh dibahaw ini, dengan beberapa kinerja pemasaran (marketing performance) maka akan dapat dibuat judul-judul penelitian, misalnya: 1. Pengaruh diferensisi produk pada volume penjualan 2. Pengaruh desain produk terhadap jumlah pelanggan 3. Pengaruh kemasan produk pada peningkatan penjualan 1. Pengaruh diskriminasi harga terhadap penjualan 2. Pengaruh pemberian diskon terhadap pangsa pasar 3. Pengaruh perubahan harga terhadap sikat konsumen 1. Aktivitas iklan dalam upaya peningkatan penjualan 2. Pengaruh promosi penjualan terhadap pangsa pasar 3. Hubungan publisitas dan perbaikan citra perusahaan 4. Persepsi konsumen terhadap pesan iklan 1. Efisiensi saluran pemasaran 2. Penentuan jumlah saluran pemasaran 3. Strategi saluran pemasaran dalam mencapai target penjualan 1. Evaluasi kualitas pelayanan dikaitkan dengan kepuasan konsumen 2. Hubungan kualitas pelayanan dengan jumlah konsumen 3. Sikap konsumen terhadap kualitas pelayanan III. PENDEFINISIAN MASALAH 3.1. Pengertian Penelitian umumnya selalu diawali dengan sebuah permasalahan yang muncul karena peneliti mengamati fenomena di lingkungan sekitarnya. Kemampuan ini sangat tergantung dengan kejelian peneliti yang biasanya dipengaruhi oleh pengalaman, kecerdasan, kreativitas dan penguasaan peneliti terhadap bidang terapan yang bersangkutan dengan masalah tersebut. Sebelum peneliti melakukan perancangan penelitian lebih jauh, peneliti harus mampu mengungkapkan permasalahan dalam bahasa yang lugas dan operatif. Pendefinisian masalah untuk diteliti merupakan tahap yang penting dalam melakukan penelitian, karena pada hakikatnya seluruh proses penelitian yang dijalankan adalah untuk menjawab pertanyaan yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam tahap pendefinisian masalah, hal pertama yang harus menjadi fokus utama aktivitasnya adalah 'penemuan' permasalahan yang dihadapi perusahaan, baru kemudian pendefinisian masalah itu sendiri. Hal ini disebabkan karena seringkali peneliti belum memiliki gambaran yang jelas tentang permasalahan yang dihadapi tetapi baru menangkap gejalanya. Sebagai contoh, pihak manajemen menyadari bahwa keuntungan perusahan saat ini sedang mengalami penurunan tetapi belum mengetahui secara pasti apa penyebab penurunan tersebut. Apakah disebabkan oleh kurang gencarnya promosi / iklan, adanya pesaing baru, kualitas pelayanan yang kurang ramah, atau sebab‑sebab lain. Oleh karena itu pada tahap ini sebaiknya pernyataan permasalahan diungkapkan dengan jelas untuk menjaring berbagai alternatif penelitian yang mungkin berkorelasi dengan permasalahan itu. 3.2. Kriteria Masalah 1. Masalah sebaiknya mencerminkan hubungan dua peubah atau lebih, karena pada prakteknya peneliti akan mengkaji pengaruh satu peubah tertentu terhadap peubah lainnya. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui ada dan tidaknya pengaruh “gaya kepemimpinan” (peubah satu) terhadap “kinerja karyawan” (peubah dua). Jika seorang peneliti hanya menggunakan satu peubah dalam merumuskan masalahnya, maka yang bersangkutan hanya melakukan studi deskriptif, misalnya “Gaya kepemimpinan di perusahaan X”. Dalam hal ini, peneliti hanya akan melakukan studi terhadap gaya kepemimpinan yang ada tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan tersebut. Contoh: Hubungan antara motivasi karyawan dan prestasi kerja: Motivasi: peubah satu; prestasi kerja: varaibel dua. 2. Masalah harus dirumuskan secara jelas dan tidak bermakna ganda atau memungkinkan adanya tafsiran lebih dari satu dan dapat dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Contoh: (a) Apakah ada hubungan antara promosi dengan volume penjualan? peneliti ingin mengkaji hubungan peubah promosi dengan peubah volume penjualan (b) Apakah warna sepeda motor Honda mempengaruhi minat beli konsumen? peneliti ingin melakukan studi tentang hubungan peubah “warna sepeda motor Honda” dengan peubah “minat beli” (c) Apakah desain produk telepon seluler mempengaruhi keputusan membeli konsumen? peneliti akan mengkaji hubungan antar peubah “desain produk telepon seluler” dengan peubah “keputusan membeli”. (d) Apakah ada hubungan antara minat baca dengan tingginya indeks prestasi? peneliti akan mengkaji hubungan antar peubah “minat baca” dengan “indeks prestasi”. 3. Masalah harus dapat diuji dengan menggunakan metode empiris, yaitu dimungkinkan adanya pengumpulan data yang akan digunakan sebagai bahan untuk menjawab masalah yang sedang dikaji. Tujuan utama pengumpulan data ialah untuk membuktikan bahwa masalah yang sedang dikaji dapat dijawab jika peneliti melakukan pencarian dan pengumpulan data. Dengan kata lain masalah memerlukan jawaban, jawaban didapatkan setelah peneliti mengumpulkan data di lapangan dan jawaban masalah merupakan hasil penelitian. 4. Masalah tidak boleh merepresentasikan masalah posisi moral dan etika. Sebaiknya peneliti menghindari masalah-masalah yang berkaitan dengan idealisme atau nilai-nilai, karena masalah tersebut lebih sulit diukur dibandingkan dengan masalah yang berhubungan dengan sikap atau kinerja. Misalnya, akan dihadapkan pada kesulitan mengukur masalah-masalah seperti: (a) haruskah semua mahasiswa tidak mencontek dalam ujian?, (b) haruskah semua mahasiswa rajin dalam belajar? Akan lebih baik kalau masalah tersebut dijadikan dalam bentuk seperti hubungan antara kesiapan ujian dan nilai yang diraih, pengaruh kerajinan mahasiswa terhadap kecepatan kelulusan. 3.3. Strategi Pendefinisian Masalah Salah satu cara untuk membuat perumusan masalah yang baik ialah dengan melakukan proses penyempitan masalah dari yang sangat umum menjadi lebih khusus dan pada akhirnya menjadi masalah yang spesifik dan siap untuk diteliti. Berikut ini contoh cara menyempitkan masalah yang berkaitan dengan penelitian dalam dunia bisnis. 1. Mengenali suatu gejala: Munculnya rasa ketidakpuasan diantara para programmer komputer di suatu perusahaan tertentu. Penghasilan perusahaan tersebut terus meningkat dengan baik selama lima tahun terakhir ini. Keluhan-keluhan secara lisan telah diterima dari para karyawan mengenai struktur penggajian yang dianggap sudah tidak memadai lagi. 2. Identifikasi Masalah (a) Melakukan evaluasi terhadap data internal dan eksternal dengan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: Memantau ketidakpuasan tersebut dan penyebaran informasi penghasilan perusahaan Melacak apakah pernah ada rasa ketidakpuasan muncul di masa-masa lalu. Mencari literatur/acuan yang membahas masalah yang mirip dengan kejadian di perusahaan tersebut dengan masalah di perusahaan lain. (b) Melakukan isolasi area masalah Pihak manajemen tidak mempunyai perencanaan alokasi penggajian yang konsisten Berdasarkan wawancara di luar diketahui adanya ketidakpuasan terhadap sistem penggajian Pihak direksi telah menginventarisasi keluhan-keluhan dari karyawan mengenai adanya diskriminasi penggajian. Gambar di bawah ini mengilustrasikan proses penyaringan mulai dari yang umum sampai dengan masalah yang khusus. Masalah dimulai dari adanya pemikiran concern manajerial yang sedang dihadapi atau yang akan dihadapi, kemudian masalah pemikiran tersebut dipersempit menjadi proses penyaringan perumusan masalah dan pada tahap ketiga menjadi penyaringan pemilihan masalah yang akan diteliti dengan disertai tujuan penelitiannya. 3.4. Pertimbangan Khusus dalam Memilih Masalah yang akan Diteliti Dalam melakukan pemilihan masalah dapat mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Dapat Dilaksanakan: Jika dipilih masalah tertentu, maka pertanyaan-pertanyaan di bawah ini bermanfaat untuk dicek ulang apakah penelitian dengan masalah yang telah ditentukan dapat dilakukan atau tidak: (i) apakah masalah tersebut dalam jangkauan peneliti? (ii) apakah peneliti mempunyai cukup waktu untuk melakukan penelitian dengan persoalan tersebut? (iii) apakah peneliti akan mendapatkan akses untuk memperoleh sampel yang akan digunakan sebagai responden sebagai sumber data dan informasi.? (iv) apakah peneliti mempunyai alasan khusus sehingga dia percaya akan dapat memperoleh jawaban dari masalah yang dirumuskan? (v) apakah metode yang diperlukan sudah dikuasai? 2. Jangkauan Penelitiannya: Apakah masalahnya cukup memadai untuk diteliti? Apakah jumlah peubahnya sudah cukup? Apakah jumlah datanya cukup untuk dilaporkan secara tertulis? 3. Keterkaitan: Apakah peneliti tertarik dengan masalah tersebut dan cara pemecahannya? Apakah masalah yang diteliti berkaitan dengan latar belakang pengetahuan atau pekerjaan peneliti? Jika peneliti melakukan penelitian dengan masalah tersebut apakah peneliti akan mendapatkan nilai tambah bagi pengembangan diri peneliti itu sendiri? 4. Nilai Teoritis: Apakah masalah yang akan diteliti akan mengurangi adanya kesenjangan teori yang ada? Apakah pihak-pihak lain, seperti pembaca atau pemberi dana akan mengakui kepentingan studi ini? Apakah hasil penelitiannya nanti akan memberikan sumbangan pengetahuan terhadap ilmu yang dipelajari? Apakah hasil penelitiannya layak dipublikasikan?. Untuk menjawab hal ini peneliti perlu mempelajari buku-buku referensi dan hasil penelitian sejenis sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Tujuannya ialah untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah. 5. Nilai Praktis: Apakah hasil penelitiannya nantinya akan ada nilai-nilai praktis bagi para praktisi di bidang yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti? 3.5. Rumusan Masalah dan Hipotesis Merumuskan permasalahan dengan menyusun pertanyaan penelitian (research questions) dan membuat hipotesis yang akan diuji akan menambah kejelasan permasalahan yang dihadapi. Sebagai contoh, perusahaan membuat penyataan sebagai berikut untuk mendefinisikan permasalahan pelatihan: 1. Permasalahan yang dihadapi adalah menentukan cara terbaik untuk melatih pengguna komputer yang dipasarkan. 2. Permasalahan tersebut melatarbelakangi pertanyaan penelitian berikut ini: (a) Seberapa jauh karyawan yang akan diterjunkan sebagai pelatih menguasai penggunaan software aplikasi untuk komputerl tersebut? (b) Bagaimana sikap para karyawan pelatih penggunaan software itu? (c) Faktor‑faktor apa yang akan dipertimbangkan dalam mengevaluasi penggunaan komputer personal? (d) Seberapa efektif pelatihan yang dilakukan ini akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para pengguna komputer? Setelah masalah dirumuskan, maka langkah berikutnya ialah merumuskan hipotesis. Sebuah hipotesis merupakan proposisi yang belum terbukti atau alternatif pemecahan yang mungkin dari suatu permasalahan. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang sedang diteliti. Pernyataan permasalahan dan hipotesis merupakan dua hal yang mirip. Keduanya saling berkait, tetapi pernyataan permasalahan sering dinyatakan dalam struktur pertanyaan sedangkan hipotesis dinyatakan sebagai sebuah deklarasi. Perbedaan utamanya adalah hipotesis sering lebih spesifik daripada pernyataan permasalahan dan biasanya lebih dekat dengan pengujian dan pelaksanaan penelitian. Hipotesis merupakan pernyataan yang secara empiris dapat diuji. Hipotesis mempunyai karakteristik (a) harus mengekpresikan hubungan antara dua varibel atau lebih, (b) harus dinyatakan secar jelas dan tidak bermakna ganda, dan (c) harus dapat diuji, maksudnya ialah memungkinkan untuk diungkapkan dalam bentuk operasional yang dapat dievaluasi berdasarkan data. Namun demikian, perlu diketahui bahwa tidak semua penelitian memerlukan hipotesis, seperti misalnya penelitian deskriptif. Dikenal 3 macam hipotesis, yaitu (a) Hipotesis penelitian ialah hipotesis yang dibuat dan dinyatakan dalam bentuk kalimat. Contoh: (a) Ada hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan, (b) Ada hubungan antara promosi dan volume penjualan (b) Hipotesis operasional ialah hipotesis yang secara operasional mendefinisikan peubah-peubah yang ada di dalamnya agar dapat dioperasionalisasikan. Misalnya gaya kepemimpinan dioperasionalisasikan sebagai cara memberikan instruksi terhadap bawahan. Kinerja karyawan dioperasionalisasikan sebagai tinggi/ rendahnya pemasukan perusahaan. Hipotesis operasional dibagi menjadi dua, yaitu hipotesis 0 yang bersifat netral dan hipotesis 1 yang bersifat tidak netral. Bunyi hipotesisnya: H0: Tidak ada hubungan antara cara memberikan instruksi terhadap bawahan dengan tinggi/rendahnya pemasukan perusahaan. H1: Ada hubungan antara cara memberikan instruksi terhadap bawahan dengan tinggi/ rendahnya pemasukan perusahaan. (c) Hipotesis statistik ialah hipotesis operasional yang diterjemahkan kedalam bentuk angka-angka statistik sesuai dengan alat ukur yang dipilih oleh peneliti. Dalam contoh ini asumsi kenaikan pemasukan sebesar 30%, maka hipotesisnya berbunyi sebagai berikut: H0: P = 0,3: H1: P ¹ 0,3. Berikut ini contoh‑contoh hipotesis: Terdapat hubungan positif antara belanja lewat Internet dengan hadirnya anak kecil di dalam sebuah keluarga. Pemimpin partai lebih dipengaruhi oleh berita media masa para anggotanya. Manajer dengan latar belakang pendidikan seni akan kurang memperhatikan angka‑angka akuntansi dibandingkan dengan yang berlatar belakang pendidikan Magister Manajemen. IV. IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN PEUBAH   4.1. Definisi Peubah (variable) ialah sesuatu yang berbeda atau bervariasi. Penekanan kata sesuatu yaitu simbol atau konsep yang diasumsikan sebagai seperangkat nilai-nilai. Definisi tersebut akan lebih jelas bila diberi contoh sebagai berikut: (a) hubungan antara kecerdasan dengan prestasi belajar, (b) pengaruh warna terhadap minat beli sepeda motor, (c) hubungan antara promosi dengan volume penjualan. Contoh-contoh peubah ialah: kecerdasan, prestasi belajar, warna, minat beli, promosi dan volume penjualan   4.2. Tipe Peubah 4.2.1. Peubah Bebas (Independent Variable) Peubah bebas merupakan peubah stimulus atau peubah yang mempengaruhi peubah lain. Peubah bebas merupakan peubah yang faktornya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi. Pada contoh di atas, “warna” adalah peubah bebas yang dapat dimanipulasi dan dilihat pengaruhnya terhadap “minat beli”, misalnya apakah warna merah sepeda motor dapat menimbulkan minat beli konsumen terhadap sepeda motor tersebut. 4.2.2. Peubah Tergantung (Dependent Variable) Peubah tergantung adalah peubah yang memberikan reaksi / respon jika dihubungkan dengan peubah bebas. Peubah tergantung adalah adalah peubah yang faktornya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh peubah bebas. Pada contoh pengaruh warna terhadap minat beli sepeda motor, maka peubah tergantungnya ialah “minat beli”. Seberapa besar pengaruh warna merah terhadap minat beli konsumen terhadap sepeda motor tersebut. Untuk meyakinkan pengaruh peubah bebas warna merah terhadap minat beli maka warna merah dapat diganti dengan warna peubah bebas membuktikan adanya hubungan antara peubah bebas warna dan minat beli konsumen. 4.2.3. Hubungan Antara Peubah Bebas dan Peubah Tergantung Pada umumnya orang melakukan penelitian dengan menggunakan peubah bebas dan peubah tergantung. Kedua peubah tersebut kemudian dicari hubungannya. Contoh 1 Hipotesis penelitian: Ada hubungan antara “gaya kepemimpinan” dengan “kinerja” karyawan Peubah bebas: gaya kepemimpinan Peubah tergantung: kinerja Gaya kepemimpinan mempunyai hubungan dengan kinerja karyawan, misalnya gaya kepemimpinan yang sentralistis akan berdampak terhadap kinerja karyawan secara berbeda dengan gaya kepemimipinan yang bersifat delegatif. Contoh 2 Hipotesis penelitian: Ada hubungan antara promosi dengan volume penjualan Peubah bebas: promosi Peubah tergantung: volume penjualan Promosi mempunyai hubungan dengan ada dan tidaknya peningkatan volume penjualan di perusahaan tertentu. 4.2.4. Peubah Moderat (Moderate Variable) Peubah moderat adalah peubah bebas kedua yang sengaja dipilih oleh peneliti untuk menentukan apakah kehadirannya berpengaruh terhadap hubungan antara peubah bebas pertama dan peubah tergantung. Peubah moderat merupakan peubah yang faktornya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk mengetahui apakah peubah tersebut mengubah hubungan antara peubah bebas dan peubah tergantung. Pada kasus adanya hubungan antara warna sepeda motor dengan minat beli, peneliti memilih peubah moderatnya ialah “harga”. Dengan dimasukannya peubah moderat harga, peneliti ingin mengetahui apakah besaran hubungan kedua peubah tersebut berubah. Jika berubah maka keberadaan peubah moderat berperan, sedang jika tidak berubah maka peubah moderat tidak mempengaruhi hubungan kedua peubah yang diteliti. Contoh lain: Hipotesis: Ada hubungan antara promosi di media televisi dengan meningkatnya kesadaran merek telepon seluler Samsung di kalangan konsumen Peubah bebas: promosi Peubah tergantung: kesadaran merek Peubah moderat: media promosi 4.2.5. Peubah Kontrol (Control Variable) Dalam penelitian peneliti selalu berusaha menghilangkan atau menetralkan pengaruh yang dapat menganggu hubungan antara peubah bebas dan peubah tergantung. Suatu peubah yang pengaruhnya akan dihilangkan disebut peubah kontrol. Peubah kontrol didefinisikan sebagai peubah yang faktornya dikontrol oleh peneliti untuk menetralisasi pengaruhnya. Jika tidak dikontrol peubah tersebut akan mempengaruhi gejala yang sedang dikaji. Contoh: Hipotesis: ada pengaruh kontras warna baju terhadap keputusan membeli di kalangan wanita Peubah bebas: kontras warna Peubah tergantung: keputusan membeli Peubah kontrol: wanita (jenis kelamin) Pada kasus penelitian di atas peubah kontrolnya jenis kelamin wanita. Asumsi peneliti hanya wanita saja yang terpengaruh kontras warna baju jika mereka ingin membelinya. 4.2.6. Peubah pengganggu (Intervening Variable) Peubah bebas, tergantung, kontrol dan moderat merupakan peubah-peubah kongkrit. Ketiga peubah tersebut dapat dimanipulasi oleh peneliti dan pengaruh ketiga peubah tersebut dapat dilihat atau diamati. Lain halnya dengan peubah pengganggu, peubah ini tersebut bersifat hipotetikal artinya secara kongkrit pengaruhnya tidak kelihatan, tetapi secara teoritis dapat mempengaruhi hubungan antara peubah bebas dan tergantung yang sedang diteliti. Oleh karena itu, peubah pengganggu didefinisikan sebagai peubah yang secara teoritis mempengaruhi hubungan peubah yang sedang diteliti tetapi tidak dapat dilihat, diukur, dan dimanipulasi; pengaruhnya harus disimpulkan dari pengaruh-pengaruh peubah bebas dan peubah moderat terhadap gejala yang sedang diteliti. Contoh: Hipotesis:Jika minat terhadap tugas meningkat, maka kinerja mengerjakan tugas tersebut akan semakin meningkat Peubah bebas: minat terhadap tugas Peubah tergantung: kinerja dalam mengerjakan tugas Peubah penganggu: proses belajar yang diberikan oleh dosen, maka hasilnya akan baik. Besar kecilnya kinerja dipengaruhi oleh minat; sekalipun demikian hasil akhir pengerjaan tugas tersebut dipengaruhi oleh faktor mahasiswa belajar atau tidak terlebih dahulu dalam mengerjakan tugas tersebut. Dengan minat yang tinggi dan persiapan belajar yang baik, maka kinerjanya akan semakin besar. Contoh 2: Hipotesis: Layanan yang baik mempengaruhi kepuasan pelanggan Peubah bebas: layanan yang baik Peubah tergantung: kepuasan pelanggan Peubah pengganggu: kualitas jasa / produk Pada umumnya layanan yang baik akan memberikan kepuasan yang tinggi terhadap pelanggan; sekalipun demikian kualitas jasa akan mempengaruhi hubungan peubah layanan dengan peubah kepuasan. Layanan baik belum tentu memberikan kepuasan kepada pelanggan jika kualitas jasanya atau produknya rendah. Misalnya sebuah toko sepatu memberikan layanan yang baik kepada pelanggannya. Ketika seorang pembeli mengetahui bahwa sepatunya sobek pada bagian tertentu maka tingkat kepuasannya akan turun. 4.2.7. Skema Hubungan Peubah Skema hubungan antar peubah menunjukkan adanya pengaruh peubah bebas, moderat, kontrol dan pengganggu terhadap peubah tergantung. Skema di bawah ini merupakan model pertama oleh Tuckman pada tahun 1978, yang dapat dibaca sebagai berikut: fokus utama adalah peubah bebas dan peubah tergantung, peneliti dapat juga mempertimbangkan peubah-peubah lainnya yaitu peubah moderat dan peubah kontrol. Hubungan peubah bebas dengan variabeetergantung melalui suatu label yang disebut peubah pengganggu. Peubah ini bersifat hipotetikal, artinya secara fakta tidak nampak tetapi secara teoritis ada dan mempengaruhi hubungan antara peubah bebas dan tergantung.                 Contoh Kasus Mengukur metode dalam pelatihan terhadap prestasi karyawan baru. Asumsi peneliti ialah ada peubah-peubah lain yang mempengaruhi, yaitu kepribadian karyawan baru, jenis kelamin dan sarana formalitas di ruang latihan. Peubah bebas: Metode Peubah tergantung: prestasi latihan Peubah moderator: kepribadian karyawan baru Peubah kontrol: jenis kelamin Peubah pengganggu: sarana formalitas di ruang latihan Keterangan dari kasus di atas adalah sebagai berikut: Peneliti ingin mengetahui ada dan tidaknya pengaruh metode pelatihan dengan prestasi karyawan baru yang dilatih. Metode pelatihan merupakan peubah bebas dan prestasi karyawan merupakan peubah tergantung. Peneliti juga mempertimbangkan adanya faktor lain yang mempengaruhi hubungan dua peubah tersebut, yaitu kepribadian karyawan. Peubah kepribadian karyawan sengaja dipilih untuk menentukan apakah kehadirannya mempengaruhi hubungan antara peubah bebas dan peubah tergantung. Peneliti bermaksud menetralisasi kemungkinan berpengaruhnya faktor jenis kelamin, oleh karena itu jenis kelamin akan dikontrol sebagai peubah kontrol. Tujuannya ialah menghilangkan kemungkinan munculnya kerancuan akibat fakor tersebut. Secara teori sarana formalitas di ruang pelatihan akan mempengaruhi hubungan antara metode pelatihan dan prestasi karyawan yang dilatih. Maka sarana formalitas di ruang pelatihan dijadikan sebagai peubah pengganggu. 4.3. Menyusun Definisi Operasional Peubah Peubah harus didefinisikan secara operasional agar lebih mudah dicari hubungannya antara satu peubah dengan lainnya dan pengukurannya. Tanpa operasionalisasi peubah, peneliti akan mengalami kesulitan dalam menentukan pengukuran hubungan antar peubah yang masih bersifat konseptual. Operasionalisasi peubah bermanfaat untuk: (a) mengidentifikasi kriteria yang dapat diobservasi yang sedang didefinisikan; (b) menunjukkan bahwa suatu konsep atau obyek mungkin mempunyai lebih dari satu definisi operasional; (c) mengetahui bahwa definisi operasional bersifat unik dalam situasi dimana definisi tersebut harus digunakan. 4.3.1. Didasarkan pada Kriteria yang Dapat Diamati Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diamati dari apa yang sedang didefinisikan atau mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain. Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada kata “dapat diamati atau diobservasi”. Apabila seorang peneliti melakukan suatu observasi terhadap suatu gejala atau obyek, maka peneliti lain juga dapat melakukan hal yang sama, yaitu mengidentifikasi apa yang telah didefinisikan oleh peneliti pertama. Lain halnya dengan definisi konseptual yang lebih bersifat hipotetikal dan “tidak dapat diobservasi”. Karena definisi konseptual merupakan suatu konsep yang didefinisikan dengan referensi konsep yang lain. Definisi konseptual bermanfaat untuk membuat logika proses perumusan hipotesis. 4.3.2. Cara-Cara Menyusun Definisi Operasional Ada tiga pendekatan untuk menyusun definisi operasional, yaitu disebut Tipe A, Tipe B dan Tipe C. (a) Definisi Operasional Tipe A: dapat disusun didasarkan pada operasi yang harus dilakukan, sehingga menyebabkan gejala atau keadaan yang didefinisikan menjadi nyata atau dapat terjadi. Dengan menggunakan prosedur tertentu peneliti dapat membuat gejala menjadi nyata. Contoh: “Konflik” didefinisikan sebagai keadaan yang dihasilkan dengan menempatkan dua orang atau lebih pada situasi dimana masing-masing orang mempunyai tujuan yang sama, tetapi hanya satu orang yang akan dapat mencapainya. (b) Definisi Operasional Tipe B: dapat disusun didasarkan pada bagaimana obyek tertentu yang didefinisikan dapat dioperasionalisasikan, yaitu berupa apa yang dilakukannya atau apa yang menyusun karaktersitik-karakteristik dinamisnya. Contoh: “Orang pandai” dapat didefinisikan sebagai seorang yang mendapatkan nilai-nilai tinggi di sekolahnya. (c) Definisi Operasional Tipe C: dapat disusun didasarkan pada penampakan seperti apa obyek atau gejala yang didefinisikan tersebut, yaitu apa saja yang menyusun karaktersitik-karaktersitik statisnya. Contoh: “Orang pandai” dapat didefinisikan sebagai orang yang mempunyai ingatan kuat, menguasai beberapa bahasa asing, kemampuan berpikir baik, sistematis dan mempunyai kemampuan menghitung secara cepat. V. MEMBUAT RANCANGAN PENELITIAN   5.1. Pendahuluan Rancangan penelitian merupakan sebuah rencana induk yang berisi metode dan prosedur untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi yang dibutuhkan. Biasanya rancangan penelitian diwujudkan dalam bentuk penyusunan proposal penelitian. Proposal penelitian merupakan pernyataan tertulis dari rancangan penelitian yang memuat kerangka penelitian yang akan dilakukan yang terdiri dari: tujuan penelitian, metode yang akan digunakan, prosedur yang dipakai di tiap tahap proses penelitian, jadwal pelaksanaan dan biaya yang terlibat di dalamnya. Agar tercapai pembuatan rancangan yang benar, maka peneliti perlu menghindari sumber potensial kesalahan dalam proses penelitian secara keseluruhan. Kesalahan-kesalahan tersebut ialah: 1. Kesalahan dalam Perencanaan: dapat terjadi saat peneliti membuat kesalahan dalam menyusun rancangan yang akan digunakan untuk mengumpulkan informasi. Kesalahan ini dapat terjadi pula bila peneliti salah dalam merumuskan masalah. Kesalahan dalam merumuskan masalah akan menghasilkan informasi yang tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sedang diteliti. Cara mengatasi kesalahan ini ialah mengembangkan proposal yang baik dan benar yang secara jelas menspesifikasikan metode dan nilai tambah penelitian yang akan dijalankan. 2. Kesalahan dalam Pengumpulan Data: terjadi pada saat peneliti melakukan kesalahan dalam proses pengumpulan data di lapangan. Kesalahan ini dapat memperbesar tingkat kesalahan yang sudah terjadi dikarenakan perencanaan yang tidak matang. Untuk menghindari hal tersebut data yang dikumpulkan harus merupakan represntasi dari populasi yang sedang diteliti dan metode pengumpulan datanya harus dapat menghasilkan data yang akurat. Cara mengatasi kesalahan ini ialah kehati-hatian dan ketepatan dalam menjalankan rancangan penelitian yang sudah dirancang dalam proposal. 3. Kesalahan dalam Melakukan Analisis: dapat terjadi pada saat peneliti salah dalam memilih cara menganalisis data. Selanjutnya, kesalahan ini disebabkan pula adanya kesalahan dalam memilih teknik analisis yang sesuai dengan masalah dan data yang tersedia. Cara mengatasi masalah ini ialah membuat justifikasi prosedur analisis yang digunakan untuk menyimpulkan dan mengolah data. 4. Kesalahan dalam Pelaporan: terjadi jika peneliti membuat kesalahan dalam menginterprestasikan hasil-hasil penelitian. Kesalahan seperti ini terjadi pada saat memberikan makna hubungan-hubungan dan angka-angka yang diidentifikasi dari tahap analisis data. Cara mengatasi kesalahan ini ialah hasil analisis data diperiksa oleh orang-orang yang benar-benar ahli dan menguasai masalah hasil penelitian tersebut. 5.2. Tipe Rancangan Penelitian Secara garis besar ada dua macam tipe rancangan, yaitu survei dan eksperimental. Faktor-faktor yang membedakan kedua rancangan tersebut adalah pada rancangan pertama tidak terjadi manipulasi peubah bebas, sedang pada rancangan yang kedua terdapat adanya manipulasi peubah bebas. Tujuan utama penggunaan rancangan yang pertama ialah bersifat eksplorasi dan deskriptif; sedang rancangan kedua bersifat eksplanatori (sebab akibat). Jika dilihat dari sisi tingkat pemahaman permasalahan yang diteliti, maka rancangan pertama menghasilkan tingkat pemahaman persoalan yang dikaji pada tataran permukaan sedang rancangan eksperimental dapat menghasilkan tingkat pemahaman yang lebih mendalam. 5.2.1. Rancangan Studi Lapangan dan Survei (Ex Post Facto) (a) Studi Lapangan: merupakan desain penelitian yang mengkombinasikan antara pencarian literatur, survei berdasarkan pengalaman dan / atau studi kasus dimana peneliti berusaha mengidentifikasi peubah-peubah penting dan hubungan antar peubah tersebut dalam suatu situasi permasalahan tertentu. Studi lapangan umumnya digunakan sebagai sarana penelitian lebih lanjut dan mendalam. (b) Survei: tergantung pada penggunaan jenis kuesioner. Survei memerlukan populasi yang besar jika peneliti menginginkan hasilnya mencerminkan kondisi nyata. Semakin sampelnya besar, survei semakin memberikan hasil yang lebih akurat. Dengan survei seorang peneliti dapat mengukap masalah yang banyak, meski hanya sebatas dipermukaan. Sekalipun demikian, survei bermanfaat jika peneliti menginginkan informasi yang banyak dan beraneka ragam. Metode survei sangat populer karena banyak digunakan dalam penelitian bisnis. Keunggulan survei yang lain ialah mudah melaksanakan dan dapat dilakukan secara cepat. 5.2.2. Rancangan Eksperimental (a) Eksperimen Lapangan: merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan latar yang realistis dimana peneliti melakukan campur tangan dan melakukan manipulasi terhadap peubah bebas. (b) Eksperimen Laboratorium: menggunakan latar tiruan dalam melakukan penelitiannya. Dengan menggunakan rancangan ini, peneliti melakukan campur tangan dan manipulasi peubah-peubah bebas serta memungkinkan peneliti melakukan kontrol terhadap aspek-aspek kesalahan utama. 5.3. Validitas Validitas berkaitan dengan persoalan untuk membatasi atau menekan kesalahan-kesalahan dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh akurat dan berguna untuk dilaksanakan. Ada dua validitas, yaitu validitas internal dan validitas eksternal. 1. Validitas Internal: adalah tingkatan dimana hasil-hasil penelitian dapat dipercaya kebenarannya. Validitas internal merupakan hal yang esensial yang harus dipenuhi jika peneliti menginginkan hasil studinya bermakna. Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang menjadi kendala untuk memperoleh validitas internal Sejarah (History): Faktor ini terjadi ketika kejadian-kejadian eksternal dalam penyelidikan yang dilakukan mempengaruhi hasil-hasil penelitian. Maturasi (Maturation): Adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada diri responden dalam kurun waktu tertentu, seperti tambahnya usia ataupun adanya faktor kelelahan dan kejenuhan. Testing: Efek-efek yang dihasilkan oleh proses yang sedang diteliti yang dapat mengubah sikap ataupun tindakan responden. Instrumentasi: Efek yang terjadi disebabkan oleh perubahan-perubahan alat dilakukan penelitian Seleksi: Efek tiruan dimana prosedur seleksi mempengaruhi hasil-hasil studi Mortalitas: Efek adanya hilangnya atau perginya responden yang diteliti. 2. Validitas Eksternal: ialah tingkatan dimana hasil-hasil penelitian dapat digeneralisasi pada populasi, latar dan hal-hal lainnya dalam kondisi yang mirip. Hal-hal yang menjadi sumber-sumber validitas eksternal ialah: Interaksi Pengujian: pengaruh tiruan yang dibuat dengan menguji responden akan mengurangi generalisasi pada situasi dimana tidak ada pengujian pada responden. Interaksi Seleksi: pengaruh dimana tipe-tipe responden yang mempengaruhi hasil-hasil studi dapat membatasi generalitasnya. Interaksi Setting: pengaruh tiruan yang dibuat dengan menggunakan latar tertentu dalam penelitian tidak dapat direplikasi dalam situasi-situasi lainnya. 5.4. Rancangan Spesifik Survei dan Eksperimental Sebelum membicarakan rancangan spesifik survei dan eksperimental, sistem notasi yang digunakan perlu diketahui terlebih dahulu. Sistem notasi tersebut adalah sebagai berikut: X: Digunakan untuk mewakili pemaparan (exposure) suatu kelompok yang diuji terhadap suatu perlakuan eksperimental pada peubah bebas yang kemudian efek pada peubah tergantungnya akan diukur. O: menunjukkan adanya suatu pengukuran atau observasi terhadap peubah tergantung yang sedang diteliti pada individu, kelompok atau obyek tertentu. R: menunjukkan bahwa individu atau kelompok telah dipilih dan ditentukan secara acak untuk tujuan-tujuan studi. 5.4.1. Survei dan Lapangan Sebagaimana disebut sebelumnya bahwa dalam rancangan survei dan lapangan tidak ada manipulasi perlakukan terhadap peubah bebasnya maka sistem notasinya baik studi lapangan atau survei hanya ditulis dengan O atau O lebih dari satu. Contoh 1: Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua populasi, yaitu Perusahaan A dan Perusahaan B, maka notasinya: O1 O2, dimana O1 merupakan kegiatan observasi yang dilakukan di perusahaan A dan O2 merupakan kegiatan observasi yang dilakukan di perusahaan B. Contoh 2: Secara acak akan diteliti 200 perusahaan dari populasi 1000 perusahaan mengenai sistem penggajiannya. Survei dilakukan dengan cara mengirim kuesioner pada 200 manajer, maka konfigurasi rancangannya adalah: (R)O1, dimana O1 mewakili survei di 200 perusahaan dengan memberikan kuesioner kepada 200 manajer yang dipilih secara acak (R). Apabila sampel yang sama diteliti secara berulang-ulang, misalnya selama tiga kali dalam tiga bulan berturut-turut, maka notasinya adalah: (R)O3, dimana O1 merupakan observasi yang pertama, O2 merupakan observasi yang kedua dan O3 merupakan observasi yang ketiga. 5.4.2. Rancangan-Rancangan Eksperimental Rancangan eksperimental dibagai menjadi dua, yaitu: pre-eksperimental (quasi-experimental) dan rancangan eksperimental sebenarnya (true experimental). Perbedaan kedua tipe rancangan ini terletak pada konsep kontrol. (a) One Shot Case Study Rancangan eksperimental yang paling sederhana disebut One Shot Case Study. Rancangan ini digunakan untuk meneliti pada satu kelompok dengan diberi satu kali perlakuan dan pengukurannya dilakukan satu kali. Diagramnya adalah: X O (b) One Group Pre-test – Post-test Design Rancangan kedua disebut One Group Pre-test – Post-test Design yang merupakan perkembangan dari rancangan di atas. Pengembangannya ialah dengan cara melakukan satu kali pengukuran di depan (pre-test) sebelum adanya perlakuan (treatment) dan setelah itu dilakukan pengukuran lagi (post-test). Rancangannya adalah: O1 X O2 Pada rancangan ini peneliti melakukan pengukuran awal pada suatu obyek yang diteliti, kemudian peneliti memberikan perlakuan tertentu. Setelah itu pengukuran dilakukan lagi untuk yang kedua kalinya. Rancangan tersebut dapat dikembangkan dalam bentuk lainnya, yaitu: rancangan time series. Jika pengukuran dilakukan secara beulang-ulang dalam kurun waktu tertentu. Maka rancangannya menjadi: O1 O2 O3 X O4 O5 O6   Pada rancangan time series, peneliti melakukan pengukuran di depan selama 3 kali berturut, kemudian dia memberikan perlakuan pada obyek yang diteliti. Kemudian peneliti melakukan pengukuran selama 3 kali lagi setelah perlakuan dilakukan. (c) Static Group Comparison Rancangan ketiga adalah Static Group Comparison yang merupakan modifikasi dari rancangan (b). Dalam rancangan ini terdapat dua kelompok yang dipilih sebagai obyek penelitian. Kelompok pertama mendapatkan perlakuan sedang kelompok kedua tidak mendapat perlakuan. Kelompok kedua ini berfungsi sebagai kelompok pembanding / pengontrol. Rancangannya adalah sebagai berikut: X O1 O2 (d) Post Test Only Control Group Design Rancangan ini merupakan rancangan yang paling sederhana dari rancangan eksperimental sebenarnya (true experimental design), karena responden benar-benar dipilih secara acak dan diberi perlakuan serta ada kelompok pengontrolnya. Rancangan ini sudah memenuhi criteria eksperimen sebenarnya, yaitu dengan adanya manipulasi peubah, pemilihan kelompok yang diteliti secara acak dan seleksi perlakuan. Rancangannya adalah:   (R) X O1 (R) O2 Maksud dari rancangan tersebut ialah ada dua kelompok yang dipilih secara acak. Kelompok pertama diberi perlakuan sedang kelompok dua tidak. Kelompok pertama diberi perlakuan oleh peneliti kemudian dilakukan pengukuran; sedang kelompok kedua yang digunakan sebagai kelompok pengontrol tidak diberi perlakukan tetapi hanya dilakukan pengukuran saja. (e) Pre-test – Post – test Control Group Design Rancangan ini merupakan pengembangan rancangan di atas. Perbedaannya terletak pada baik kelompok pertama dan kelompok pengontrol dilakukan pengukuran didepan (pre-test). Rancangannya adalah: (R) O1 X O2 (R) O3 O4 (f) Solomon Four Group Design Rancangan ini merupakan kombinasi rancangan Post Test Only Control Group Design dan Pre test – Post test Control Group Design yang merupakan model rancangan ideal untuk melakukan penelitian eksperimen terkontrol. Peneliti dapat menekan sekecil mungkin sumber-sumber kesalahan karena adanya empat kelompok yang berbeda dengan enam format pengkuran. Rancanganya adalah: (R) O1 X O2 (R) O3 O4 (R) X O5 (R) O6 Maksud rancangan tersebut ialah: Peneliti memilih empat kelompok secara acak. Kelompok pertama yang merupakan kelompok inti diberi perlakuan dan dua kali pengukuran, yaitu di depan (pre-test) dan sesudah perlakuan (post-test). Kelompok dua sebagai kelompok pengontrol tidak diberi perlakuan tetapi dilakukan pengukuran seperti di atas, yaitu: pengukuran di depan (pre-test) dan pengukuran sesudah perlakuan (post-test). Kelompok ketiga diberi perlakuan dan hanya dilakukan satu kali pengukuran sesudah dilakukan perlakuan (post-test) dan kelompok keempat sebagai kelompok pengontrol kelompok ketiga hanya diukur satu kali saja. 5.4.3. Rancangan Eksperimental Tingkat Lanjut (a) Rancangan Acak Sempurna (Completely Randomized Design) Rancangan ini digunakan untuk mengukur pengaruh suatu peubah bebas yang dimanipulasi terhadap peubah tergantung. Pemilihan kelompok secara acak dilakukan untuk mendapatkan kelompok-kelompok yang ekuivalen Contoh: Kasus: Pihak direksi suatu perusahaan ingin mengetahui pengaruh tiga jenis yang berbeda dalam memberikan instruksi yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan. Untuk tujuan penelitian ini dipilih secara acak tiga kelompok masing-masing beranggotakan 25 orang. Instruksi untuk kelompok pertama diberikan secara lisan, untuk kelompok kedua secara tertulis dan untuk kelompok ketiga instruksinya tidak spesifik. Ketiga kelompok diberi waktu sekitar 15 menit untuk memikirkan situasinya. Kemudian ketiganya diberi test obyektif untuk mengetahui seberapa baik mereka memahami pekerjaan yang akan dilakukan. Formulasi masalah kasus ini ialah: Apakah manipulasi peubah bebas mempengaruhi pemahaman para karyawan bawahan dalam melaksanakan pekerjaan mereka? Tujuan studi ini ialah: menentukan jenis instruksi mana yang dapat menciptakan pemahaman yang lebih baik terhadap pekerjaan yang diperintahkan oleh atasan. (b) Rancangan Blok Acak (Randomized Block Design) Rancangan ini merupakan penyempurnaan Rancangan Acak Sempurna di atas. Pada rancangan sebelumnya perbedaan yang terdapat pada masing-masing individu tidak diperhatikan, sehingga menghasilkan kelompok-kelompok yang mempunyai anggota yang bereda-beda karaketrsitiknya. Agar rancangan yang dibuat dapat menghasilkan output yang baik, maka diperlukan memilih anggota kelompok (responden) yang berasal dari populasi yang mempunyai karakteristik yang sama. Oleh karena itu peneliti harus dapat mengidentifikasi beberapa sumber utama perbedaan-perbedaan yang dimaksud secara dini. Rancangan ini dapat diterangkan sebagai berikut: Pada saat studi dilakukan dengan menggunakan rancangan sebelumnya, para anggota dari tiga kelompok berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda. Keterbedaan latar belakang anggota merupakan suatu gangguan atau yang disebut sebagai peubah pengganggu. Untuk itu perlu dilakukan penyamaan para anggota dari masing-masing kelompok. Caranya ialah dengan menciptakan blok yang berfungsi untuk mendapatkan anggota kelompok yang sama. Dalam kasus ini blok ditentukan didasarkan pada departemen (bagian) dimana para anggota kelompok berasal. Selanjutnya pekerja yang berasal dari departemen yang sama dibagi menjadi lima berdasarkan departemen masing-masing. Kemudian masing-masing kelompok mendapatkan perlakuan yang sama, yaitu kelompok pertama mendapatkan instruksi lisan, kelompok kedua mendapatkan instruksi tertulis dan kelompok ketiga instruksi tidak spesifik. Dengan menggunakan rancangan ini maka peneliti akan dapat melihat dampak-dampak yang disebabkan oleh sistem blok per departemen serta interaksi instruksi atas ketiga kelompok tersebut. (c) Rancangan Latin Square (Latin Square Design) Rancangan ini digunakan untuk mengontrol dua peubah pengganggu secara sekaligus. Berkaitan dengan kasus di atas, masih terdapat satu peubah pengganggu lainnya, yaitu “kemampuan para pekerja”. Peubah kemampuan para pekerja dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: kemampuan tinggi, kemampuan menengah dan kemampuan rendah. Ketiga tingkatan peubah kemampuan tersebut kemudian ditempatkan pada baris dan kolom model Latin Square. Rancangan ini terdiri dari tiga baris dan tiga kolom. Kemudian secara acak diambil 3 karyawan dari masing-masing departemen. (d) Rancangan Faktorial Rancangan faktorial digunakan untuk mengevaluasi dampak kombinasi dari dua atau lebih perlakuan terhadap peubah tergantung. Contoh kasus: peneliti ingin melihat dua peubah bebas, yaitu peubah “tingkat kontras” dan “panjang baris” sebuah iklan. Tingkat kontras dimanipulasi menjadi “rendah”, “medium” dan “tinggi’; sedang panjang baris dimanipulasi menjadi “5 cm’, “7 cm” dan “12 cm”. Dengan kata lain, faktor pertama (kontras), terdiri dari tiga level (rendah, medium, tinggi), faktor kedua (panjang baris), terdiri dari tiga level (5 cm, 7 cm, 12 cm). Dari format di atas diperoleh 9 kombinasi yang berbeda. VI. POPULASI DAN SAMPEL 6.1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda‑benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karateristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. populasi yang menjadi minat penelitian ini harus mampu didefinisikan dengan tegas, dalam arti tidak mudah untuk berubah. Misalnya suatu penelitian akan dilakukan di perusahaan X, maka perusahaan X ini merupakan populasi. Perusahaan X mempunyai sejumlah orang/subyek dan obyek yang lain. Hal ini berarti populasi dalam arti jumlah/kuantitas. Tetapi perusahaan X juga mempunyai karateristik orang-orangnya, misalnya motivasi kerjanya, disiplin kerjanya, kepemimpinannya, iklim organisasinya dan lain‑lain; dan juga mempunyai karateristik obyek yang lain, misalnya kebijakan, prosedur kerja, tata ruang, produk yang dihasilkan dan lain‑lain. Hal ini berarti populasi dalam arti karateristik. Satu orangpun dapat digunakan sebagai populasi, karena satu orang itu mempunyai berbagai karateristik, misalnya gaya bicaranya, disiplin pribadi, hobi, cara bergaul, kepemimpinannya dan lain‑lain. Misalnya akan melakukan penelitian tentang penelitian tentang kepemimpinan presiden Y maka kepemimpinan itu merupakan sampel dari semua karateristik yang dimiliki presiden Y. Dalam bidang kedokteran, satu orang sering bertindak sebagai populasi. Darah yang ada pada setiap orang adalah populasi, kalau akan diperiksa cukup diambil sebagian darah yang ada pada orang tersebut. Untuk dapat melakukan pendefinisian dengan baik, upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh peneliti adalah: 1. Mengumpulkan hasil-hasil penelitian terdahulu. Penelitian yang telah dilakukan pada masa yang lalu akan sangat berguna dalam memberikan masukan pembuatan kriteria suatu keanggotaan populasi. Meniru hasil kerja orang lain adalah pekerjaan yang menghemat waktu. Kalau kriteria tersebut sudah pernah disusun oleh orang lain, buat apa harus dimulai dari awal. Memperbaiki yang ada merupakan cara yang lebih sederhana. 2. Menggunakan kriteria yang telah diakui secara luas. Sedapat mungkin digunakan kriteria yang telah diakui penggunaannya di berbagai bidang dan instansi. Kriteria-kriteria seperti yang dikeluarkan oleh BPS mungkin bisa dijadikan acuan. Kriteria tersebut mungkin tidak bisa berlaku secara umum. Ukuran kesejahteraan penduduk di pedesaan mungkin berbeda dengan mereka yang tinggal di perkotaan. 3. Membuat kriteria sekekar mungkin. Jika akhirnya dibuat kriteria yang merupakan gabungan dari berbagai sumber, maka usahakan kriteria itu sulit untuk berubah. Misalkan, jika kota besar didefinisikan sebagai kota yang kepadatannya di atas 200 orang/km2, apakah kota yang karena sesuatu hal penduduknya berpindah massal sehingga tidak memenuhi kriteria itu tetap sebagai kota besar atau tidak. 6.2. Pengertian Sampel Jika suatu penelitian telah menentukan dengan jelas apa dan siapa populasi yang akan menjadi minat penelitian tersebut dan alat ukur telah disiapkan, maka pertanyaan yang muncul berikutnya adalah apa dan siapa saja yang harus diukur. Apakah semua anggota populasi harus diamati? Misalnya, apakah peneliti harus mengamati seluruh petani di Indonesia untuk membuat kesimpulan bagaimana perilaku usahatani mereka?. Pengukuran terhadap semua anggota populasi dikenal sebagai kegiatan sensus, sedangkan pengukuran hanya sebagian saja yaitu sampel disebut sebagai survei. Dalam banyak kasus, peneliti tidak mungkin mengamati seluruh anggota populasi karena beberapa hal: (a) Sumberdaya yang dimiliki peneliti terbatas. Sumberdaya yang dimaksud mungkin berupa dana, waktu dan tenaga. Berapa banyak dana yang harus dikeluarkan untuk mengamati seluruh anggota populasi? Jika untuk mengamati perilaku usahatani seorang petani perlu satu jam, berapa waktu yang diperlukan untuk mengamati seluruh petani di Indonesia? (b) Tidak mungkin bisa mengamati seluruh anggota populasi. Ada populasi tertentu yang tidak mungkin bisa diamati (atau diwawancarai dengan kuesioner) semua anggota populasinya. Jika populasi dari sebuah penelitian adalah mahasiswa di sebuah perguruan tinggi, maka masih dimungkinkan untuk mendapat data dari semua mahasiswa tersebut. Terutama jika peubah yang diperlukan sudah ada pangkalan datanya. Tapi bagaimana peneliti bisa mengumpulkan data semua anggota populasi jika populasinya adalah, misalkan, pengguna produk tertentu yang tersebar luas. Apakah harus dicari semua orang yang pernah menggunakan produk itu? Kapan bisa selesai mengumpulkan data, jika setiap hari ada saja pengguna baru? Dalam kasus terakhir jelas bahwa data populasi tidak mungkin pernah bisa diperoleh. (c) Sebagian pengamatan bersifat merusak. Misalnya, jika untuk mengetahui rasa duku yang dijual dipinggir jalan seorang pembeli mencoba semuanya. Atau untuk memeriksa apakah volume Coca-Cola memenuhi standar harus memeriksa semua botol. Jelas pada ilustrasi tersebut, tidak mungkin melakukan sensus, pemeriksaan harus dilakukan pada sebagian saja. Dengan alasan di atas, akhirnya beberapa penelitian hanya akan berjalan dengan mendapatkan data dari sebagian anggota populasi, yaitu sampel. Jadi, sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul‑betul representatif (mewakili) Bila sampel tidak representatif, maka ibarat orang buta disuruh menyimpulkan karateristik gajah. Satu orang memegang telinga gajah, maka ia menyimpulkan gajah itu seperti kipas. Orang kedua memegang badan gajah, maka ia menyimpulkan gajah itu seperti tembok besar. Satu orang lagi memegang ekornya, maka ia menyimpulkan gajah itu kecil seperti seutas tali. Begitulah kalau sampel yang dipilih tidak representatif, maka ibarat 3 orang buta itu yang membuat kesimpulan salah tentang gajah. Pengambilan sampel sebagai sumber data bukan semata-mata karena alasan di atas, namun karena adanya kemungkinan membuat kesimpulan hanya berdasar sebagian data saja. Kalau dengan sebagian pengamatan bisa membuat kesimpulan dengan benar, untuk apa mengamati semuanya? Bukankan untuk mengetahui rasa jeruk yang dijual di pinggir jalan, pembeli tidak pernah mencoba semua jeruk yang dipajang. Jadi intinya adalah bisakah didapatkan sebagian anggota populasi yang bisa dijadikan landasan pembuatan kesimpulan bagi semua anggota populasi. Dalam bahasa lain, bisakah didapatkan sampel yang mewakili populasi. Sebagai pertimbangan yang lain, tidak bisa dijamin bahwa hasil sensus lebih baik daripada survei. Jika sebuah penelitian menggunakan sensus yang berarti harus mengamati semua, maka ketelitian petugas yang melakukan pengamatan bisa menurun. Kelelahan mungkin menjadi salah satu faktor penting dari mutu data yang dimiliki. Pertanyaan yang sering muncul pada pembahasan teknik pengambilan sampel ini adalah: Berapa banyak yang harus dijadikan sampel? Bagaimana cara mengambil sampel tersebut? 6.3. Teknik Pengambilan Sampel Terdapat dua tipe teknik pengambilan sampel, yaitu pengambilan sampel dengan peluang (probability sampling) dan pengambilan sampel tanpa peluang (nonprobality sampling). Probability Sampling: teknik pengambilan sampel yang memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Nonprobability Sampling: teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Cara pengambilan sampel dengan peluang digunakan ketika ke‑representatif‑an dari sampel dipandang penting untuk melihat populasi secara umum. Ketika waktu atau faktor lain lebih penting dari generalizablelity, cara pengambilan sampel tanpa peluang lebih sering digunakan. 6.3.1. Pengambilan Sampel dengan Peluang (Probability Sampling) Pengambilan sampel dengan peluang dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dan sampel peluang kompleks (complex probability sampling) (a) Pengambilan sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling) Ide dasar dari teknik ini adalah tidak ada unsur subjektivitas peneliti dalam menentukan siapa dan apa yang menjadi bagian dari sampel. Setiap obyek dalam populasi yang ditentukan memiliki peluang yang sama untuk terambil. Daftar yang berisi semua anggota populasi (sampling frame) harus dimiliki oleh peneliti. Cara pengambilan sampel dengan teknik ini ialah dengan memberikan suatu nomor yang berbeda kepada setiap anggota populasi, kemudian memilih sampel dengan menggunakan angka-angka acak. Contohnya, ada 1.000 unsur dalam populasi, sedangkan yang akan dipilih 100, sehingga setiap unsur mempunyai peluang 0,1 untuk terpilih. Keuntungan menggunakan teknik ini ialah peneliti tidak membutuhkan pengetahuan tentang populasi sebelumnya; bebas dari kesalahan-kesalahan klasifikasi yang kemungkinan dapat terjadi; dan dengan mudah data dianalisis serta kesalahan-kesalahan dapat dihitung. Kelemahan dalam teknik ini ialah: peneliti tidak dapat memanfaatkan pengetahuan yang dipunyainya tentang populasi dan tingkat kesalahan dalam penentuan ukuran sampel lebih besar. (b) Pengambilan sampel Peluang Kompleks (Complex Probability Sampling) Sebagai alternatif dari pengambilan sampel acak sederhana, beberapa teknik yang termasuk dalam pengambilan sampel peluang kompleks dapat digunakan. Teknik ini menawarkan cara yang lebih menantang dan kadang‑kadang lebih efisien dari pengambilan sampel acak sederhana. Beberapa metode pengambilan sampel peluang kompleks dibahas berikut ini. (b1) Pengambilan sampel Secara Sistematik (Systematic sampling) Pengambilan sampel secara sistematik melibatkan pengambilan setiap n unsur dari populasi dimulai dengan pengambilan unsur secara acak antara 1 dan n. Misalnya anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dari semua anggota itu diberi nomor urut, yaitu nomor 1 sampai dengan nomor 100. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja, genap saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya kelipatan dari bilangan lima. Untuk ini maka yang diambil sebagai sampel adalah nomor 1, 5, 10, 15, 20, dan seterusnya sampai 100. Misalkan populasinya adalah pengunjung supermarket. Jelas tidak ada daftar yang memuat semua pengunjung supermarket tersebut. Kemudian misalkan peneliti memutuskan untuk mengambil 1 orang dari 5 orang yang masuk. Dilakukan pengacakan dulu apakah orang ke 1, 2, 3, 4 atau 5 yang terambil. Misalkan orang yang ke 4 yang terpilih, selanjutnya dipilih orang urutan masuk ke 9, 14, 19, 24 dan seterusnya yang dipilih sebagai sampel. Contoh lain, ingin diteliti berapa banyak rumah tangga yang menggunakan obat pembasmi nyamuk elektronik. Misalnya diinginkan 35 rumah sebagai satu sampel dari total 260 rumah yang ada dalam sebuah komplek. Sampel dapat diambil setiap 7 rumah dimulai dari nomor acak 1 sampai dengan nomor 7. Misalnya dipilih nomor acak 7, maka rumah nomor 7 dan kelipatannya akan diambil sebagai sampel sampai jumlah seluruh sampel terpenuhi (35 buah rumah). Satu masalah yang harus diperhatikan dalam penerapan metode ini adalah kemungkinan terjadinya bias dalam proses sistematika pengambilan sampel tersebut. Contoh kasus, pada saat peneliti ingin meneliti pengaruh tingkat kebisingan ojek yang lewat di lingkungan perumahan tertentu terhadap temperamen ibu rumah tangga, maka dapat terjadi nomor rumah yang diambil sebagai sampel terletak di pojok jalan. Sehingga data yang diambil akan mempunyai bias. Teknik ini merupakan pengembangan teknik sebelumnya hanya bedanya teknik ini menggunakan urut-urutan alami. Keuntungan menggunakan sampel ini ialah peneliti menyederhanakan proses pengambilan sampel dan mudah di cek; dan menekan keanekaragaman sampel. Kerugiannya ialah apabila interval berhubungan dengan pengurutan periodic suatu populasi, maka akan terjadi keaneka-ragaman sampel. (b2) Pengambilan sampel Acak Bertingkat (Stratified Random Sampling) Pada saat pengambilan sampel untuk mencari parameter populasi ada kalanya terdapat suatu kelompok data dari populasi yang memiliki parameter yang berbeda dengan peubah yang diteliti. Metode sampel acak bertingkat memisahkan tingkatan dari data, yang diikuti dengan mengambil unsur tiap tingkatan secara acak. Metode ini merupakan salah satu cara mengambil sampel yang lebih efisien dan terfokus. Contohnya, sebuah perusahaan akan meneliti apakah dibutuhkan pelatihan lanjutan bagi para karyawan perusahaan tersebut. Pada kenyataannya, kualitas maupun intensitas dari pelatihan yang dibutuhkan oleh level manajer bawah dan manager atas berbeda secara signifikan. Dengan menggunakan sampel acak bertingkat ini, data dikumpulkan dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat pelatihan yang dibutuhkan oleh tiap tingkat manajerial tersebut. Aspek terpenting yang perlu diperhatikan dalam metode pengambilan sampel ini adalah berkenaan dengan level proporsionalitasnya. Setelah dipisahkan data secara bertingkat, anggota sampel dapat diambil dengan cara acak maupun sistematik. Jumlahnya untuk tiap tingkatan dapat ditentukan secara proporsional maupun tidak proporsional. Proposional (Proporsionate): cara pengambilan sampel dilakukan dengan menyeleksi setiap satuan pengambilan sampel yang sesuai dengan ukuran satuan pengambilan sampel. Keuntungannya ialah aspek representatifnya lebih meyakinkan sesuai dengan sifat-sifat yang membentuk dasar satuan-satuan yang mengklasifikasinya, sehingga mengurangi keanekaragamannya. Karakteristik-karakeristik masing-masing strata dapat diestimasikan sehingga dapat dibuat perbandingan. Kerugiannya ialah membutuhkan informasi yang akurat pada proporsi populasi untuk masing-masing strata. Jika hal tersebut diabaikan maka kesalahan akan muncul. Tidak proporsional (Disproportionate): strategi pengambilan sampel sama dengan proporsional. Perbedaanya terletak pada ukuran sampel yang tidak proporsional terhadap ukuran satuan pengambilan sampel karena untuk kepentingan pertimbangan analisis dan kesesuaian. Contohnya, sebuah perusahaan mempunyai karyawan yang terdiri dari: 10 general manager 30 manajer menengah 50 manajer bawah 100 supervisor 500 operasional 20 administratif Dari komposisi karyawan seperti tersebut di atas dibutuhkan sekitar 140 sampel dari total jumlah karyawan sebesar 710 orang. Dengan cara proporsional, peneliti mungkin akan mengambil 20 persen anggota dari tiap tingkatan untuk dijadikan sampel sehingga peneliti akan dapatkan 2 general manajer, 6 manajer menengah, 10 manajer bawah, 20 supervisor, 100 operasional dan 4 administratif. Pada suatu saat, peneliti akan merasa bahwa 2 sampel dari general manajer dan 6 dari manajer menengah terasa tidak mencukupi. Maka dari itu peneliti akan memakai pengambilan sampel secara tidak proporsional yaitu dengan menambah jumlah total sampel dari level yang dirasa kurang dan mengurangi jumlah sampel yang dirasa berlebih tetapi dengan jumlah sampel total sama dengan yang telah ditentukan yaitu 140 anggota sampel. Pengambilan sampel dengan cara tidak proporsional dipakai jika terdapat anggota sampel pada suatu tingkat sampel dirasa terlalu banyak atau terlalu sedikit. (b.3) Pengambilan sampel Berkelompok (Cluster sampling) Strategi pengambilan sampel dilakulan dengan cara memilih satuan-satuan pengambilan sampel dengan menggunakan formulir tertentu pengambilan sampel acak, satuan-satuan akhir ialah kelompok-kelompok tertentu, pilih kelompok-kelompok tertsebut secara acak dan hitung masing-masing kelompok. Sebuah kelompok yang dirasa mempunyai perbedaan dengan anggota kelompok lain yang dipilih, lebih baik diteliti dengan menggunakan sampel berkelompok. Hal ini berbeda dengan memilih beberapa unsur pada populasi seperti pada pengambilan sampel acak sederhana atau memilah dan kemudian memilih anggota dari tiap tingkatan tersebut seperti pada pengambilan sampel acak bertingkat. Pengambilan sampel berkelompok membuat perbedaan pada setiap anggota kelompok yang dipilih dan persamaan dengan grup‑grup yang lain. Hal ini berbeda dari pengambilan sampel dengan tingkatan di mana terjadi persamaan antara anggota grup dan perbedaan antara kelompok-kelompok yang ada. Pengambilan sampel berkelompok jarang dipakai karena dimungkinkan adanya persamaan dari anggota setiap cluster yang ada. Tetapi pada beberapa kasus, cara ini lebih balk digunakan untuk menghemat waktu. Contohnya, lebih baik memeriksa isi beberapa kotak barang (keseluruhan isi kotak) daripada memeriksa beberapa isi kotak dari keseluruhan kotak yang ada. Keuntungan menggunakan teknik ini ialah jika kluster-kluster didasarkan pada perbedaan geografis maka biaya penelitiannya menjadi lebih murah. Karakteristik kluster dan populasi dapat diestimasi. Kelemahannya ialah membutuhkan kemampuan untuk membedakan masing-masing anggota populasi secara unik terhadap kluster, yang akan menyebabkan kemungkinan adanya duplikasi atau penghilangan individu-individu tertentu. (b.4) Pengambilan sampel Daerah (Area sampling) Ketika peneliti ingin mengetahui populasi berdasarkan suatu daerah seperti misalnya bagian tertentu dari sebuah kota atau daerah tertentu dari sebuah negara maka penggunaan pengambilan sampel daerah akan lebih cocok untuk dilakukan. Pengambilan sampel daerah adalah bagian dari pengambilan sampel berkelompok yang khusus melibatkan suatu daerah sampel. Contohnya, jika seseorang ingin mendirikan sebuah toko di suatu kota tertentu, maka dia dapat menggunakan pengambilan sampel daerah untuk menentukan barang apa saja yang sangat dibutuhkan masyarakat kota tersebut. (b.5) Pengambilan sampel Ganda (Double sampling) Jika suatu sampel diambll untuk mendapatkan suatu informasi awal dan kemudian untuk informasi lanjutan yang dibutuhkan lagi diambil dari sampel awal tadi, maka pengambilan sampel ini disebut double sampling. 6.3.2. Pengambilan Sampel Tanpa Peluang (Nonprobability sampling) Pada pengambilan sampel tanpa peluang unsur pada tiap populasi tidak mempunyai peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel. Hal ini berarti tidak dapat ditentukan sifat dari populasi dengan cara pengambilan sampel seperti ini. Jika menggunakan cara ini, biasanya peneliti tidak terlalu memikirkan sifat dari populasi tetapi lebih kepada informasi yang didapat secara cepat dan tidak mahal. Beberapa teknik pengambilan sampel tanpa peluang ini di antaranya adalah: (a) Pengambilan sampel Sewaktu‑waktu (Convenience sampling) Seperti namanya, cara pengambilan sampel sewaktu‑waktu ini adalah dengan mendapatkan informasi dan anggota populasi yang sewaktu‑waktu tersedia untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Contohnya, jika seorang peneliti peneliti dapat membuat suatu acara seperti “tantangan brem Bali" yang nantinya peneliti dapat mengambil informasi dari peserta yang ada. (b) Pengambilan sampel Bertujuan (Purposive sampling) Tidak semua populasi bisa dideteksi dengan jelas dimana mereka berada. Oleh karena itu, kadang‑kadang perlu menggali informasi dari sumber yang tepat dibandingkan dengan hanya sekadar mengumpulkan informasi dari sumber yang sewaktu‑waktu tersedia. Sumber informasi yang tepat ini di antaranya anggota masyarakat yang dipandang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan atau hanya mereka yang dirasa dapat memberikan informasi yang dibutuhkan (para pakar). Contohnya, adalah lebih tepat meminta pendapat kepada pakar ekonomi makro perihal prediksi ekonomi nasional tahun depan dibandingkan dengan menanyakannya ke sembarang orang yang ditemui di sebuah mal. Contoh lain, jika populasinya adalah pengguna rokok tertentu, bagaimana bisa menggunakan tiga cara yang disebutkan di atas. Cara yang termudah adalah melakukan dating ke suatu tempat, jika ketemu orang yang merokok merk yang diinginkan dia dijadikan responden. (c) Pengambilan sampel Pendapat Pelaku (Judgement sampling) Cara ini dilakukan dengan memilih subyek yang dirasa paling dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Contohnya, jika peneliti ingin mengetahui bagaimana seorang manajer wanita mencapai puncak kariernya, maka kelompok masyarakat yang dirasa paling dapat memberikan informasi adalah wanita yang telah mencapai kedudukan tinggi di sebuah perusahaan. (d) Pengambilan sampel Kuota (Quota sampling) Adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri‑ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diiginkan. Sebagai contoh, akan melakukan penelitian tentang pendapat masyarakat terhadap produk industri tertentu. Jumlah sampel yang ditentukan 500 orang. Kalau pengumpulan data belum didasarkan pada 500 orang tersebut, maka penelitian dipandang belum selesai, karena belum memenuhi kouta yang ditentukan. Bila pengumpulan data dilakukan secara kelompok yang terdiri atas 5 orang, maka setiap anggota kelompok harus dapat menghubungi 100 orang anggota sampel, atau 5 orang tersebut harus dapat mencari data dari 500 anggota sampel. (e) Teknik Bola Salju (Snowball Sampling): Memilih satuan-satuan yang mempunyai karakterisitik langka dan satuan-satuan tambahan yang ditunjukkan oleh responden sebelumnya. Keuntungannya ialah hanya digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Kelemahannya ialah keterwakilan dari karakteristik langka dapat tidak terlihat di sampel yang sudah dipilih. (f) Pengambilan sampel aksidental (Accidental Sampling): Adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. Walaupun terdapat berbagai teknik pengambilan sampel, dalam pelaksanaan penelitian nantinya, metode pengambilan sampel yang dipilih mungkin adalah kombinasi dari berbagai teknik dasar. Misalkan kalau populasinya adalah seluruh masyarakat Indonesia, mungkin tahapan pengambilan sampelnya, disekat dulu jadi propinsi (stratified), kemudian disekat lagi jadi kabupaten (stratified), kemudian purposive untuk mendapatkan individunya. Ide utama dari teknik mana yang dipilih adalah, bisa mewakili populasi dan diperoleh dengan cara yang paling mudah dan murah. 6.4. Ketepatan dan Keyakinan dalam Menentukan Ukuran Sampel Setelah membahas beberapa teknik pengambilan sampel, baik yang termasuk dalam lingkup teknik pengambilan sampel dengan peluang maupun tanpa peluang, langkah selanjutnya adalah penentuan ukuran sampel. Jika dipilih 30 orang dari 3.000 populasi menggunakan pengambilan sampel acak sederhana, apakah karakteristik populasi akan dapat diketahui secara meyakinkan? Berapakah ukuran sampel yang diperlukan untuk memperkirakan karakteristik populasi secara meyakinkan tersebut? Sampel yang valid dan dapat diterima akan membuat peneliti dapat memperkirakan karakteristik populasi melalui sampel yang diteliti tersebut. Dengan kata lain, besaran statistik dari sampel harus dapat memperkirakan dengan baik dan mencerminkan parameter dari populasi sedekat‑dekatnya dengan batas kesalahan yang kecil. Tidak ada sampel statistik yang sama persis dengan parameter populasi walau dengan cara yang paling baik dalam pengambilan sampel. Ukuran akurasi yang dapat dijadikan acuan adalah seberapa dekat hasil perkiraan melalui perhitungan besaran statistik sampel yang diteliti terhadap karakteristik populasi yang sebenamya. Biasanya parameter populasi diperkirakan dengan jangkauan tertentu berdasarkan perkiraan sampel. Contoh, pada penelitian sampel yang diambil secara acak yang terdiri dari 50 orang dari total 300 orang akan didapati bahwa rata‑rata produksi per hari tiap orang adalah 50 buah produk (rata‑rata sampel sama dengan 50). Kemudian (dengan melewati berbagai perhitungan) dapat dikatakan bahwa rata‑rata produksi per hari akan berada pada 40 ‑ 60 produk per orang. Sesuai pernyataan tersebut di atas, peneliti mendapati interval perkiraan di mana peneliti mengharapkan rata‑rata populasi sebenarnya berada di dalamnya. Semakin sempit interval tersebut semakin besar ketepatannya. Akurasi merupakan fungsi yang didapat dari keanekaragaman distribusi pengambilan sampel rata‑rata sampel. Jika peneliti mengambil beberapa sampel yang berbeda dari satu populasi dan mencari rata‑rata tiap sampel maka peneliti akan mendapatkan bahwa mereka semua berbeda, berdistribusi normal, dan mempunyai penyebaran. Semakin kecil penyebaran maupun perbedaan tersebut, semakin besar peluang untuk didapatkan rata‑rata sampel akan semakin dekat dengan rata‑rata populasi. Tidak perlu mencari beberapa sampel untuk memperkirakan perbedaan tersebut. Sebagai contoh, meskipun hanya diambil satu sampel dari 30 anggota populasi yang ada, peneliti masih dapat memperkirakan perbedaan yang terjadi pada rata‑rata sampel. Perbedaan ini disebut standard error, ditunjukkan dengan S, di mana: dimana: S = standar deviasi dari sampel, N = ukuran sampel, dan Sx= standard error atau keyakinan akan akurasi sampel. Standard error berbanding terbalik dengan akar kuadrat ukuran sampel. Sebab itu, jika peneliti menginginkan untuk mengurangi standard error pada sampel, maka perlu memperbesar ukuran sampel. Hal lain yang perlu dicatat adalah semakin kecil variasi dalam populasi, semakin kecil standard error‑nya, dengan demikian ukuran sampel tidak perlu besar jika variasi populasi sangat kecil. Tingkat keyakinan (degree of confidence) menunjukkan tingkat kepastian di mana peneliti dapat menyatakan bahwa perkiraan peneliti tentang parameter populasi, berdasarkan statistik sampelnya, adalah benar. Tingkat keyakinan bernilai antara 0% sampal dengan 100%. Tingkat keyakinan sebesar 95% merupakan tingkat keyakinan yang dapat diterima dalam sebagian besar penelitian untuk kepentingan bisnis, yang seringkali ditunjukkan dengan p  0.05. Dengan kata lain, 95 kali dari 100, perkiraan peneliti akan menunjukkan karakteristik populasi dengan benar. Akurasi dan tingkat keyakinan merupakan hal yang penting dalam pengambilan sampel karena ketika peneliti menggunakan data sampel untuk mengambil kesimpulan tentang populasi, yang diharapkan akan sesuai target, ada kemungkinan terdapat beberapa kesalahan. Karena pada perkiraan tidak terdapat ukuran tentang kesalahan, maka digunakan interval estimasi untuk memastikan ketepatan perkiraan yag relatif dari parameter populasi. Sebagai contoh, seorang peneliti ingin memperkirakan jumlah rata-tata uang yang oleh konsumen ketika mereka berbelanja di department stores. Dari 50 konsumen yang diambil sebagai sampel berdasarkan metode pengambilan sampel secara sistematis, mungkin ditemukan rata‑rata sampel sebesar Rp 1.000.000, dan standar deviasi sampel sebesar Rp 10.000. Rata‑rata sampel digunakan untuk memperkirakan rata‑rata populasi. Dapat dibuat selang keyakinan sekitar rata‑rata sampel untuk memperkirakan jangkauan (range) dimana kemungkinan nilai rata‑rata populasi terjadi. Standard error dan persentase tingkat keyakinan diperlukan untuk menentukan lebar interval, di mana dapat ditunjukkan dengan rumus: dengan K adalah statistik t untuk tingkat keyakinan yang di inginkan. Telah diketahua bahwa: sehingga: Dari tabel harga kritis untuk t, dapat diketahui bahwa: Untuk tingkat keyakinan 90%, nilai K adalah 1.645 Untuk tingkat keyakinan 95%, nilai K adalah 1.96 Untuk tingkat keyakinan 99%, nilai K adalah 2.576 jika diinginkan tingkat keyakinan 90% untuk kasus di atas, maka =1.000.000 ± 1.645 (143.000) atau =1.000.000 ± 2.352, dan nilai ± berada antara 764.800 dan 1.235.200. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan ukuran sampel 50, dapat dinyatakan dengan keyakinan 90% bahwa rata‑rata populasi nilai uang yang dibelanjakan konsumen berada antara 764.800 dan 1.235.200. Jika diinginkan keyakinan 99% dari hasil tersebut tanpa meningkatkan ukuran sampel, sehingga didapat  = 1.000.000 ± 2.576 (143.000). Nilai  sekarang berada di antara 631.632 dan 1.368.368. Dengan kata lain, lebar interval naik dan peneliti mendapatkan ketepatan yang berkurang untuk memperkirakan rata‑rata populasi, tapi peneliti lebih yakin terhadap perkiraannya. Tidak terlalau sulit untuk melihat bahwa jika diinginkan akurasi yang tetap untuk meningkatkan keyakinan, atau peneliti ingin meningkatkan akurasi dengan tingkat keyakinan yang tetap, atau peneliti ingin meningkatkan keduanya, peneliti memerlukan ukuran sampel yang lebih besar. Dari pembahasan tersebut di atas, jelas bahwa untuk meningkatkan akurasi atau keyakinan, atau bahkan keduanya, ukuran sampel harus diperbesar, kecuali jika keanekaragaman populasi itu sendiri sangat kecil. Bagaimanapun juga, jika ukuran sampel (n) tidak dapat diperbesar, dengan alasan tertentu, katakanlah peneliti tidak dapat memaksakan jumlah peningkatan pengambilan sampel, dengan n yang sama, hanya dengan jalan menjaga akurasi yang sama dengan mengabaikan tingkat keyakinan peneliti dapat memprediksikan bahwa perkiraannya akan tepat. Keputusan untuk menentukan ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian sebaiknya mempertimbangkan empat aspek berikut ini: 1. Berapa besar akurasi yang diperlukan dalam memperkirakan karakteristik populasi yang diteliti, berapa besar batas kesalahan yang dapat dibuat? 2. Berapa besar tingkat keyakinan yang diperlukan, berapa besar kemungkinan dapat membuat kesalahan dalam memperkirakan parameter populasi? 3. Seberapa besar keanekaragaman karakteristik dalam populasl yang diteliti? 4. Apa manfaat yang didapat dengan meningkatkan ukuran sampel? 6.5. Menentukan Ukuran Sampel Metode uji kecukupan ukuran sampel secara garis besar dibagi menjadi dua jenis yaitu: (1) Metode tabel dan grafik, dan (2) Metode analisis. Metode yang akan dijelaskan di sini adalah metode analisis yaitu dengan menggunakan persamaan‑persamaan matematis. 1. Menentukan Ukuran Sampel untuk Estimasi Nilai Rata-rata Jika digunakan untuk mengestimasi , didapat (1‑)% yakin bahwa error tidak melebihi nilai e tertentu apabila ukuran sampelnya sebesar n, di mana: Apabila nilai  tidak diketahui, dapat digunakan s dari sampel sebelumnya (untuk n  30) yang memberikan estimasi terhadap . Contoh: Indeks prestasi rata‑rata 36 sampel acak mahasiswa Manajemen Agribisnis angkatan 2002 adalah 2.6 dan standar deviasi populasinya adalah 0.3. Berapa ukuran sampel yang diperlukan apabila diinginkan tingkat keyakinan sebesar 95% dan error estimasi kurang dari 0.05? Penyelesaian: Karena  = 0.05 maka Z0.05 = 1.96 Maka diyakini 95% bahwa sampel acak berukuran 139 akan memberikan selisih estimasi X dengan  kurang dari 0.05. 2. Menentukan Ukuran Sampel untuk Estimasi Nilai p Jika p dalah proporsi "sukses" pada sampel acak berukuran n, q =I-p, dan jika p digunakan untuk mengestimasi nilai p, maka didapat (1 ‑ )% yakin bahwa error tidak akan melebihi nilai e tertentu apabila ukuran sampel mendekati: Umumnya tidak praktis untuk mengestimasi nilai p terlebih dahulu. Maka jika P digunakan untuk mengestimasi nilai p, maka didapat sekurang‑kurangnya (1 ‑ (X)% yakin bahwa error tidak akan melebihi nilai e tertentu apabila ukuran sampelnya mendekati: Contoh: Pada sebuah pengambilan sampel acak di Kota Malang, dari 500 keluarga yang memiliki pesawat televisi, 340 di antaranya menonton RCTI. Berapa ukuran sampel yang diperlukan apabila dikehendaki tingkat keyakinan 9596 bahwa estimasinya berkisar 0.02 dari nilai p Penyelesaian 1: Data tersebut memberi estimasi p =340/500 = 0.68. Karena ( = 0.05 maka Z0.05 = 1.96 Penyelesaian 2: Nampak bahwa sampel pendahuluan memungkinkan digunakan ukuran sampel yang lebih kecil dengan tetap mempertahankan akurasi. 3. Menentukan ukuran sampel untuk Uji Hipotesis menyangkut Rata-rata dari distribusi normal (standar deviasi diketahui) Misalnya peneliti ingin menguji hipotesis yang menyangkut satu rata-rata Ho:  = o H1:   o Untuk prosedur dua sisi, persamaan untuk mencari ukuran sampelnya adalah: Contoh: Misalkan ingin menguji hipotesis berat badan dengan struktur hipotesis sebagai berikut: Ho:  = 68 kg H1:   68 kg Untuk berat badan mahasiswa pria Agribisnis Unitri dengan  - 0.05 apabila diketahui  = 5. Tentukan sampel yang dibutuhkan jika tingkat keyakinan 0.95 dan rata-rata sesungguhnya adalah 69 kg. Penyelesaian: Karena  =  = 0.05 maka Z = Z = 1.645 Maka diperlukan 271 data bila uji-t tersebut akan menolak hipotesis nol 95% dari semua sampel jika memang  yang sesungguhnya 69 kg. Prosedur serupa dapat digunakan untuk mencari sampel n=n1=n2, yang dibutuhkan untuk kuasa uji tertentu pada pengujian dua buah rata-rata populasi. Ho: 1 = 2 = d H1: 1 = 2  d Untuk me.nentukan ukuran sampel pada uji satu sisi, n=n1=n2 digunakan persamaan: 4. Menentukan Ukuran Sampel untuk Uji Hipotesis Menyangkut Rata-rata dari Distribusi Normal (Standar Deviasi Tidak Diketahui) Menyangkut satu rata-rata: Mula‑mula dicari nilai dari statistik: Persamaan tersebut dapat digunakan baik pada pengujian dengan satu sisi ataupun dengan dua sisi. Pada kasus di mana diuji dua buah sampel dan variansinya diasumsikan sama besar, ukuran n=n1=n2, diperoleh dengan statistik Selanjutnya, nilai dari ukuran sampel dapat diperoleh dari Tabel Ukuran Sampel Uji‑t Rata-rata Contoh: Dalam membandingkan kinerja dua buah katalis ying mempengaruhi hasil reaksi, dua buah sampel akan diambil dengan  = 0.05. Variansi hasil reaksi antara kedua katalis dianggap sama. Tentukan ukuran sampel dari tiap‑tiap katalis yang diperlukan dalam pengujian hipotesis jika mendeteksi perbedaan sebesar 0.8 dianggap penting dengan peluang sebesar 0.9? Ho: 1 = 2 H1: 1  2 Penyelesaian: Dengan  = 0.05 untuk pengujian dua sisi,  = 0.1, dan  = 0.8, dari tabel didapat ukuran sampel yang diperlukan sebesar n = 34. 6.6. Metode yang Umum Digunakan dalam Uji Kecukupan Data Umumnya asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah bahwa data yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Namun seringkali tidak diketahui variansi dari populasi asal sampel yang diambil tersebut. Untuk keperluan tersebut dapat digunakan statistik t. Peneliti dapat membangun interval akurasidi persentase atau tingkat keyakinan yang telah ditetapkan akan menentukan panjang interval tersebut, yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut: Di mana: K= nilai statistik t untuk tingkat keyakinan yang diinginkan Dari tabel Nilai Kritis Distribusi‑t didapat bahwa: ‑ Untuk tingkat keyakinan 90%, nilai K adalah 1.645 ‑ Untuk tingkat keyakinan 95%, nilai K adalah 1.96 ‑ Untuk tingkat keyakinan 99%, nilai K adalah 2.576 Telah diketahui bahwa: Di mana: N = jumlah data pada populasi n = ukuran sampel yang akan dicari Sx = standard error estimasi rata-rata S = standar deviasi rata-rata sampel Contoh: Seorang manajer ingin yakin 95% bahwa pemasukan bulanan sebuah bank akan berada di dalam interval  $500. Misalkan sebuah penelitian terhadap 185 nasabah mengindikasikan bahwa pemasukan bulanan yang dibuat oleh para nasabah memiliki standar deviasi sebesar $ 3.500. Berapa ukuran sampel yang diperlukan pada kasus ini? Penyelesaian: Karena tingkat keyakinan 95%, maka nilai K = 1.96. Interval estimasi sebesar  $ 500 sama dengan  (1.96 x standard error). Yaitu: 500 = 1.96 x Sx Sx = 500/1.96 = 255.10 Karena: Maka: n = 187 karena ukuran sampel yang diperlukan 187 sedangkan jumlah data pada populasi hanya 185, maka digunakan persamaan koreksi: Maka dapat diambil sampel, sebanyak 94 dari 185 nasabah tersebut. Metode Pengujian Kecukupan Data yang Praktis Standard error rata-rata ----------1 Di mana x = standar deviasi distribusi rata-rata  = standar deviasi populasi N = jumlah data sebenamya --------------2 Dengan menggabungkan. persamaan (1) dan (2) diperoleh jika diinginkan. tingkat akurasi5% dan tingkat keyakinan 95% maka 0.05 X = 2, Sehingga: dan didapat Untuk tingkat akurasi10% dan tingkat keyakinan 95% 0.1X = 2x Dan didapat Contoh soal pengujian jumlah sampel Dalam suatu percobaan, ditemukan bahwa produk yang dapat dirakit oleh pekerja dalam selang waktu 25 menit dapat disajikan dalam bentuk tabel seperti di bawah ini: No Jumlah produk yang dirakit (x) x2 No Jumlah produk yang dirakit (x) x2 1 6 36 16 5 25 2 5 25 17 5 25 3 8 64 18 5 25 4 6 36 19 5 25 5 5 25 20 6 .36 6 5 25 21 6 36 7 6 36 22 6 36 -8 5 25 23 6 36 9 5 25 24 5 25 10 6 36 25 6 36 11 6 36 26 6 36 12 5 25 27 7 49 13 5 25 28 6 36 14 6 36 29 5 25 15 6 36 30 5 25 Jumlah 14 967 Dari data di atas ingin diketahui apakah jumlah data pengamatan tersebut telah mencukupi untuk keperluan analisis dan pengambilan kesimpulan agar bernilai valid. Penyelesaian: Dari hasil perhitungan diperoleh hasil pengamatan yang harus dilakukan adalah sebanyak 25 pengamatan, sedangkan peneliti telah mempunyai data pengamatan sebanyak 30 buah. Jadi data yang dipunyai sudah memenuhi syarat kecukupan dan minimal, sehingga peneliti tidak perlu melakukan pengukuran ulang agar sampel yang ada memenuhi syarat. Uraian di atas hanya membicarakan ukuran sampel pada masalah tingkat akurasi dan keyakinan dengan hanya menggunakan 1 peubah. Pada penelitian yang sesungguhnya, seringkali beberapa peubah harus diteliti sekaligus. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana peneliti dapat menentukan ukuran sampel jika semua faktor tersebut diperhitungkan. Krejcie dan Morgan (1970) membuat panduan untuk menentukan ukuran sampel yang dibutuhkan seperti tertera pada Tabel 2. di bawah ini. Tabel 2. Ukuran Sampel: N (populasi) S (sampel) N S N S N S N S N S N S N S 10 10 80 66 200 132 380 191 900 269 2400 331 20000 377 15 14 85 70 210 136 400 196 950 274 2600 335 30000 379 20 19 90 73 220 140 420 201 1000 278 2800 338 40000 380 25 24 95 76 230 144 440 205 1100 285 3000 341 50000 381 30 28 100 80 240 148 460 210 1200 291 3500 346 75000 382 35 32 110 86 250 152 480 214 1300 297 4000 351 1000000 384 40 36 120 92 260 155 500 217 1400 302 4500 354 45 40 130 97 270 159 550 226 1500 306 5000 357 50 44 140 103 280 162 600 234 1600 310 6000 361 55 48 150 108 290 165 650 242 1700 313 7000 364 60 52 160 113 300 169 700 248 1800 317 8000 367 65 56 170 118 320 175 750 254 1900 320 9000 368 70 59 180 123 340 181 800 260 2000 322 10000 370 75 63 190 127 360 186 850 265 2200 327 15000 375 Ukuran sampel dan cara pengambilannya harus diperhatikan dalam penelitian bisnis. Semakin besar sampel juga dapat menjadi masalah, demikian juga jika ukuran sampel terlalu kecil.peneliti akan memperkirakan nilai rata‑rata dari uang yang dibelanjakan oleh masyarakat, dengan mengambil penelitian terhadap, hipotesis apakah masyarakat membelanjakan uang yang sama pada mal A dan mal B. Pertama, harus ditentukan hipotesis nol di mana tidak ada perbedaan pembelanjaan uang masyarakat, seperti di bawah ini: Ho : mA – mB = 0 Hipotesis tandingannya adalah H1 di mana ada perbedaan dalam pembelanjaan uang di mal A dan mal B tersebut. Dalam notasi hipotesis, perbedaan tersebut dinyatakan sebagai: Ho : mA – mB  0 jika peneliti mengambil sampel sebanyak 20 orang dari setiap mal dan mendapatkan rata‑rata uang yang dibelanjakan adalah $ 105 di mal A dengan standar deviasi $ 10 dan di mal B $ 10 dengan standar deviasi $ 15, diperoleh, XA – XB = 105-100 = 5 Dari hipotesis nol sudah dipastikan tidak ada perbedaan (selisih 0). Apakah kemudian dapat disimpulkan hipotesis tandingan diterima? Artinya, terdapat perbedaan antara uang yang dibelanjaka di mal A dan di mal B? Belum tentu! peneliti harus menentukan peluang atau kecenderungan dari perbedaan rata‑rata 5 pada konteks hipotesis nol. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengubah perbedaan dari rata‑rata sampel menjadi uji t. diketahui bahwa: XA – XB = 5 (selisih rata-rata dari 2 mal) x A x B = 5 (selisih rata‑rata dari dua mall) dan: mA – mB = 0 (dari hipotesis nol) kemudian: Nilai t sebesar 1.209 sangat jauh di bawah nilai yang diperbolehkan yaitu 2.086 untuk tingkat keyakinan 95%. Hal tersebut masih juga di bawah 90% keyakinan. Untuk itu dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan antara uang yang dibelanjakan pada mal A dan mal B. Dari contoh kasus di atas dapat dikaji bahwa data sampel bukan hanya dapat memperkirakan parameter populasi, tetapi juga dapat digunakan untuk uji hipotesis tentang hubungan antarpopulasi. VII. PENGUMPULAN DATA 7.1. Pengertian Pengumpulan data merupakan tahapan penting dalam proses penelitian, karena hanya dengan mendapatkan data yang tepat maka proses penelitian akan berlangsung sampai peneliti mendapatkan jawaban dari perumusan masalah yang sudah ditetapkan. Dari sudut ilmu sistem informasi, data adalah suatu fakta dan angka yang secara relatif belum dapat dimanfaatkan oleh pemakai. Oleh karena itu, data harus ditransformasikan terlebih dahulu agar bisa menjadi informasi. Misalnya, data mengenai jumlah jam kerja karyawan. Data seperti ini tidak bermakna, tetapi jika diproses data tersebut dapat berubah menjadi informasi. Misalnya dengan mengalikan jumlah jam kerja dan upah per jam, sehingga menghasilkan pendapatan kotor. Jika semua pendapatan kotor ini dijumlahkan, maka penjumlahan ini merupakan total biaya gaji karyawan harian. Total biaya gaji ini dapat berfungsi sebagai informasi bagi manajemen, karena telah diketahui berapa rupiah uang gaji yang harus dikeluarkan perusahaan. Pada dasarnya dikenal dua macam data, yaitu; data sekunder dan data primer. 1. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia sehingga peneliti tinggal mencari dan mengumpulkan. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut menjadi bentuk-bentuk seperti tabel, grafik, diagram, gambar, dan sebagainya sehingga lebih informatif oleh pihak lain. Data sekunder ini oleh peneliti diproses lebih lanjut, misalnya laporan keuangan seperti neraca dan rugi‑laba dapat diolah untuk menilai kinerja perusahaan. Namun demikian, perlu diketahui lebih dahulu bagaimana data sekunder itu diproses. Dengan demikian ada kejelasan apakah data sekunder sesuai atau tidak untuk digunakan dalam penelitian. 2. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, misalnya dari individu atau perseorangan. Data ini bisa berwujud hasil wawancara, pengisian kuesioner, atau bukti transaksi seperti tanda bukti pembelian barang dan karcis parkir. Semua data ini merupakan data mentah yang kelak akan diproses untuk tujuan‑tujuan tertentu sesuai dengan kebutuhan. 7.2. Pengumpulan Data Sekunder 7.2.1. Pertimbangan-Pertimbangan dalam Mencari Data Sekunder Meski data sekunder secara fisik sudah tersedia, dalam mencari data tersebut peneliti tidak boleh melakukan secara sembarangan. Untuk mendapatkan data yang tepat dan sesuai dengan tujuan penelitian, diperlukan beberapa pertimbangan, diantaranya sebagai berikut: (a) Jenis data harus sesuai dengan tujuan penelitian yang sudah ditentukan sebelumnya. (b) Data sekunder yang dibutuhkan bukan menekankan pada jumlah tetapi pada kualitas dan kesesuaian; oleh karena itu peneliti harus selektif dan hati-hati dalam memilih dan menggunakannya. (c) Data sekunder biasanya digunakan sebagai pendukung data primer; oleh karena itu kadang-kadang peneliti tidak dapat hanya menggunakan data sekunder sebagai satu-satunya sumber informasi untuk menyelesaikan masalah penelitiannya. 7.2.2. Kegunaan Data Sekunder Data sekunder dapat dipergunakan untuk hal-hal sebagai berikut: (a) Pemahaman Masalah: Data sekunder dapat digunakan sebagai sarana pendukung untuk memahami masalah yang akan diteliti. Sebagai contoh apabila peneliti akan melakukan penelitian dalam suatu perusahaan, perusahaan menyediakan company profile atau data administratif lainnya yang dapat digunakan sebagai pemicu untuk memahami persoalan yang muncul dalam perusahaan tersebut dan yang akan digunakan sebagai masalah penelitian. (b) Penjelasan Masalah: Data sekunder bermanfaat sekali untuk memperjelas masalah dan menjadi lebih operasional dalam penelitian karena didasarkan pada data sekunder yang tersedia, dapat diketahui komponen-komponen situasi lingkungan yang mengelilinginya. Hal ini akan menjadi lebih mudah bagi peneliti untuk memahami persoalan yang akan diteliti, khususnya mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai pengalaman-pengalaman yang mirip dengan persoalan yang akan diteliti (c) Formulasi Alternatif Penyelesaian Masalah yang Layak: Sebelum diambil suatu keputusan, kadang diperlukan beberapa alternatif lain. Data sekunder akan bermanfaat dalam memunculkan beberapa alternatif lain yang mendukung dalam penyelesaian masalah yang akan diteliti. Dengan semakin banyaknya informasi yang didapatkan, maka penyelesaian masalah akan menjadi jauh lebih mudah. (d) Solusi Masalah: Data sekunder disamping memberi manfaat dalam membantu mendefinisikan dan mengembangkan masalah, data sekunder juga kadang dapat memunculkan solusi permasalahan yang ada. Tidak jarang persoalan yang akan diteliti akan mendapatkan jawabannya hanya didasarkan pada data sekunder saja. 7.2.3. Strategi Pencarian Data Sekunder Bagaimana mencari data sekunder? Dalam mencari data sekunder diperlukan strategi yang sistematis agar data yang diperoleh sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Beberapa tahapan strategi pencarian data sekunder adalah sebagai berikut: (a) Mengidentifikasi Kebutuhan: sebelum proses pencarian data sekunder dilakukan, peneliti perlu melakukan identifikasi kebutuhan terlebih dahulu. Identifikasi dapat dilakukan dengan cara membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: (i) Apakah diperlukan data sekunder dalam menyelesaikan masalah yang akan diteliti? (ii) Data sekunder seperti apa yang dibutuhkan? Identifikasi data sekunder yang dibutuhkan akan membantu mempercepat dalam pencarian dan penghematan waktu serta biaya. (b) Memilih Metode Pencarian: peneliti perlu memilih metode pencarian data sekunder apakah itu akan dilakukan secara manual atau dilakukan secara online. Jika dilakukan secara manual, maka peneliti harus menentukan strategi pencarian dengan cara menspesifikasi lokasi data yang potensial, yaitu: lokasi internal dan / atau lokasi eksternal. Jika pencarian dilakukan secara online, maka peneliti perlu menentukan tipe strategi pencarian; kemudian dipiilih layanan-layanan penyedia informasi ataupun pangkalan data yang cocok dengan masalah yang akan diteliti. (c) Menyaring dan Mengumpulkan Data: Setelah metode pencarian data sekunder ditentukan, langkah berikutnya ialah melakukan penyaringan dan pengumpulan data. Penyaringan dilakukan agar hanya didapatkan data sekunder yang sesuai saja, sedang yang tidak sesuai dapat diabaikan. Setelah proses penyaringan selesai, maka pengumpulan data dapat dilaksanakan. (d) Evaluasi Data: Data yang telah terkumpul perlu dievaluasi terlebih dahulu, khususnya berkaitan dengan kualitas dan kecukupan data. Jika peneliti merasa bahwa kualitas data sudah dirasakan baik dan jumlah data sudah cukup, maka data tersebut dapat digunakan untuk menjawab masalah yang akan diteliti. (e) Menggunakan Data: Tahap terakhir strategi pencarian data ialah menggunakan data tersebut untuk menjawab masalah yang diteliti. Jika data dapat digunakan untuk menjawab masalah yang sudah dirumuskan, maka tindakan selanjutnya ialah menyelesaikan penelitian tersebut. Jika data tidak dapat digunakan untuk menjawab masalah, maka pencarian data sekunder harus dilakukan lagi dengan strategi yang sama. 7.2.4. Pencarian / Pengambilan Data secara Manual Sampai saat ini masih banyak organisasi, perusahaan, kantor yang tidak mempunyai pangkalan data lengkap yang dapat diakses secara online. Oleh karena itu, peneliti masih perlu melakukan pencarian secara manual. Pencarian secara manual bisa menjadi sulit jika peneliti tidak tahu metodenya, karena banyaknya data sekunder yang tersedia dalam suatu organisasi, atau sebaliknya karena sedikitnya data yang ada. Cara yang paling efisien ialah dengan melihat buku indeks, daftar pustaka, referensi, dan literature yang sesuai dengan persoalan yang akan diteliti. Data sekunder dari sudut pandang peneliti dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu data internal data yang sudah tersedia di lapangan; dan data eksternal data yang dapat diperoleh dari berbagai sumber lain. (a) Lokasi Internal: Lokasi internal dapat dibagi dua sebagai sumber informasi yang berasal dari pangkalan data khusus dan pangkalan data umum. Pangkalan data khusus biasanya berisi informasi penting perusahaan yang biasanyan dirahasiakan dan tidak disediakan untuk umum, misalnya, data akuntansi, keuangan, sumberdaya manusia, data penjualan dan informasi penting lainnya yang hanya boleh diketahui oleh orang-orang tertentu di perusahaan tersebut. Data jenis ini akan banyak membantu dalam mendeteksi dan memberikan pemecahan terhadap masalah yang akan diteliti di perusahaan tersebut. Sebaliknya, pangkalan data umum berisi data yang tidak bersifat rahasia bagi perusahaan dan boleh diketahui oleh umum. Data jenis ini biasanya dapat diketemukan di perpustakaan kantor / perusaahaan atau disimpan dalam komputer yang dapat diakses secara umum. Data ini diperoleh dari luar perusahaan biasanya berbentuk dokumen-dokumen peraturan pemerintah mengenai perdagangan, berita, jurnal perusahaan, profil perusahaan dan data-data umum lainnya. (b) Lokasi Eksternal: Data eksternal dapat dicari dengan mudah karena biasanya data ini tersimpan di perpustakaan umum, perpustakaan kantor-kantor pemerintah atau swasta dan universitas, biro pusat statistik dan asosiasi perdagangan, dan biasanya sudah dalam bentuk standar yang mudah dibaca, seperti petunjuk penelitian, daftar pustaka, ensiklopedi, kamus, buku indeks, buku data statistik dan buku-buku sejenis lainnya. 7.2.5. Internet Sebagai Sumber Data Kini, internet sebagai salah satu hasil dari kemajuan dunia teknologi, sudah menjadi sumber data dan informasi yang penting untuk melakukan penelitian, khususnya penelitian bidang bisnis. Salah satu fungsi utama internet adalah WWW (World Wide Web). WWW memfasilitasi berbagai jasa internet, seperti e‑mail, telnet, FTP (file transfer protocol), gopher, dan . lain‑lain. Jika peneliti mengakses internet menggunakan Netscape atau internet explorer, maka dia akan dapat melihat dan menelusuri dokumen‑dokumen yang ada di dalam World Wide Web. WWW menyediakan berbagai dokumen yang dapat diakses melalui situs‑situs yang ada dari segala penjuru dunia hanya dengan mengklik pilihan‑pilihan pada menu tertentu, atau masuk ke alamat situs spesifik tertentu. Peneliti dapat mengakses berbagai variasi tipe informasi (teks, gambar, audio, vidio, jasa komputasional) secara relatif mudah. Dengan menggunakan satu web browser, peneliti dapat mengakses bermacam‑macam tipe sistem dan informasi di seluruh duma. Untuk memanfaatkan internet dibutuhkan URL (Uniform Resource Locators) yang merupakan lokasi yang menunjukkan alamat berbagai dokumen dalam WWW Penulisan URL memiliki format tersendiri, yang penulisannya secara umum dapat dilihat di bawah ini. Source type://host domain/path atau directory/filename Contoh URL: http://www.husein/riser/bisnis.html Kode DNS (Domain Name System) dan Domain Negara (Country Domain) bervariasi antara kode yang berlaku di Amerika dan di luar Amerika. Misalnya, situs www.brawijaya.ac.id merupakan alamat lembaga pendidikan, Universitas Brawijya, (.ac) yang berada di Indonesia (.id) sedangkan pada situs www.london.ac.uk adalah alamat lembaga pendidikan, Universitas London (.ac) di Inggris atau United Kingdom) (.uk). Kode DNS dan domain negara selengkapnya ditampilkan pada dua tabel berikut. Kode DNS Arti Kode DNS Kode Domain Beberapa Negara Negara .ac atau .edu Education .au Australia .co atau .com Commercial .id Indonesia .go atau .gov Government .my Malaysia .mil Military .fr Perancis .net Network Provider .ph Filipina .org Organization .th Thailand .arpa Arpanet .sq Singapura .int International Organization .uk Inggris .us Amerika Serikat .nl Belanda Pemanfaatan internet sebagai media penelitian memberikan beberapa keunggulan, di antaranya: (a) Konektivitas dan jangkauan global. Di dunia, jaringan yang terjalin adalah jaringan global. Dengan demikian, akses data dan informasi melampaui batas-batas negara. Contohnya, penduduk Indonesia bisa mengakses data CIA (Central Intelligence Agency) Amerika, Harvard, dan jutaan sumber informasi lainnya. Internet memungkinkan peneliti yang mempunyai fasilitas terbatas untuk mengakses informasi dari database dan perpustakaan yang lengkap di seluruh dunia. Berbagai jurnal langka yang biasanya susah dijumpai di perpustakaan Indonesia, tersedia di jaringan internet. Selain itu, informasi yang tersedia juga berasal dari beraneka ragam sumber, seperti perusahaan, pesaing, universitas, technology provider, institusi keuangan, instansi pemerintah, dan sebagainya. (b) Akses 24 jam. Akses informasi di internet tidak dibatasi waktu, karena lingkup global, dunia yang dihadirkan 'tidak pernah tidur'. Misalnya, saat sebagian besar orang di Malang terlelap di tengah malam, masyarakat di New York justru sedang sibuk‑sibuknya bekerja. Perbedaan zona waktu sudah tidak lagi menjadi kendala untuk menelusuri data. Responden penelitian yang diiakukan lewat internet bisa memberikan responden atau jawaban sesuai dengan kondisi dan situasi yang dikehendaki masing‑masing individu. (c) Kecepatan. Bila dibandingkan dengan sumber data tradisional, penelitian melalui Internet jauh lebih cepat karena bersifat real time. Tinggal mengklik berbagai icon, selanjutnya tinggal menunggu hasil (tentunya tergantung pada fasilitas modem dan ISP atau Internet Service Provider yang dipergunakan). Pencarian informasi secara elektronik melalui mesin pencari (search engines) sangat menghemat waktu, apalagi kalau dibandingkan dengan pencarian lewat katalog perpustakaan di rak‑rak perpustakaan. (d) Kenyamanan. Peneliti yang mengumpulkan data lewat internet tidak harus menghadapi berbagai persoalan birokratis, seperti izin dari berbagai instansi untuk pengumpulan data, ‘kerahasiaan' informasi, dan keharusan untuk datang sendiri ke instansi bersangkutan dan peneliti pun dapat mengakses berbagai situs internet. (e) Kenyamanan akses. Menjamurnya bisnis warnet (warung Internet di Indonesia) khususnya di kota‑kota besar membuat akses terhadap internet menjadi lebih mudah. Persaingan antar warnet dalam hal harga, kecepatan akses, dan fasilitas pendukung lainnya membuat para pengguna internet lebih nyaman dan mudah memanfaarkan internet untuk keperluan riser maupun keperluan lainnya. (f) Biaya relatif murah. Dibandingkan dengan membeli jurnal asli (misalnya McKinsey‑Quarterly), penelusuran informasi lewat internet jauh lebih murah apalagi banyak situs yang menyediakan jasa informasi secara cuma-cuma. Peneliti dapat men‑download lalu mencetak. (g) Interaktivitas dan fleksibilitas. Topik dan hasil penelitian bisa didiskusikan melalui sarana mailing list atau chatting tertentu. Selain itu, peneliti juga bisa mengikuti perkembangan terbaru atau meminta komentar dan penilaian dari berbagai pihak mengenai hasil penelitiannya. Terlepas dari keunggulannya, internet untuk keperluan penelitian juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya: (a) Selektivitas dan anonimitas. Salah satu persoalan dalam penelitian lewat internet adalah sulitnya mengidentifikasi identitas responden. Setiap orang, termasuk yang bukan target respon, bisa mengisi kuesioner secara on‑line tanpa bisa dicegah atau dibatasi. Belum lagi adanya kenyataan bahwa setiap orang bisa memiliki sejumlah alamat e‑mail berbeda dan belum tentu menggunakan identitas asli. Semua ini membuat penelitian secara on‑line harus benar‑benar dilakukan secara selektif dalam menentukan sampel dan cara responden memberikan jawaban. (b) Clutter dan never‑ending search. Informasi yang tersedia di internet sangat besar jumlahnya namun tidak semuanya dibutuhkan. Pencarian tanpa strategi khusus bisa diibaratkan mencari jarum dalam jerami sehingga sang peneliti terjerumus ke dalam belantara informasi tanpa ujung. Ini sering membuat peneliti pemula di internet mengalami frustasi, karena bukannya mendapatkan informasi, tetapi justru menghabiskan waktu dan uang untuk melakukan pencarian data atau informasi yang tak tentu arah. (c) Virus. Salah satu masalah yang juga tak kalah peliknya adalah risiko terkena virus komputer yang mudah menyebar lewat jaringan internet, baik lewat e‑mail maupun files yang di‑download. Contohnya, virus ‘I Love You’ yang di sebarkan lewat e‑mail penah membuat heboh seluruh dunia. (d) Reabilitas dan validitas sumber acuan/hasil penelitian. Setiap orang bebas membuka homepage sendiri dan menampilkan berbagai informasi di sana. Implikasinya tidak semua data dan informasi yang didapatkan lewat internet andal dan valid untuk dijadikan acuan dalam penelitian. Selain itu, sumber informasi di internet mudah berubah. Misalnya homepage yang sudah berubah atau bahkan sudah tidak adalagi. Akibatnya, peneliti harus mencermati perubahan tersebut bila mengutip sumber yang bersangkutan. (e) Karakteristik demografi pemakai internet. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa internet lebih efektif untuk menjangkau responden yang termasuk kelompok berdaya beli atau berpenghasilan dan berpendidikan relatif tinggi. Dengan demikian internet kurang efektif bagi penelitian yang kelompok sampelnya adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. (f) Ketergantungan pada jaringan telepon dan internet service provider (ISP). Fasilitas jaringan telepon dan ISP sangat berpengaruh terhadap biaya pemakaian Internet dan kemungkinan akses secara keseluruhan. Hingga saat ini, biaya penggunaan internet di Indonesia masih relatif mahal karena tarif telepon ditentukan berdasarkan pulsa yang digunakan, bukannya atas dasar jumlah panggilan. Selain itu, saluran telepon di Indonesia masih relatif lambat, yang pada gilirannya menyebabkan waktu akses menjadi lebih lama dan biaya akses menjadi mahal. 7.2.6. Kriteria dalam Mengevaluasi Data Sekunder Ketepatan memilih data sekunder dapat dievaluasi dengan kriteria sebagai berikut: (a) Waktu Keberlakuan: Apakah data mempunyai keberlakuan waktu? Apakah data dapat diperoleh pada saat diutuhkan. Jika saat dibutuhkan data tidak tersedia atau sudah kedaluwarsa, maka sebaiknya jangan digunakan lagi untuk penelitian. (b) Kesesuaian: Apakah data sesuai dengan kebutuhan peneliti? Kesesuaian berhubungan dengan kemampuan data untuk digunakan menjawab masalah yang sedang diteliti. (c) Ketepatan: Apakah peneliti dapat mengetahui sumber-sumber kesalahan yang dapat mempengaruhi ketepatan data, misalnya apakah sumber data dapat dipercaya? Bagaimana data tersebut dikumpulkan atau metode apa yang digunakan untuk mengumpulkan data tersebut? (d) Biaya: Berapa besar biaya untuk mendapatkan data sekunder tersebut? Jika biaya jauh lebih dari manfaatnya, sebaiknya tidak perlu digunakan. 7.3. Pengumpulan Data Primer Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara‑cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Oleh karena itu instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, belum tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel, apabila instrumen tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting‑nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode experiment, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dll. Bila di lihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya. 7.3.1. Interview (Wawancara) Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal‑hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self‑report, atau setidak‑tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan juga kuesioner (angket) adalah sebagai berikut. (a) Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri (b) Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya (c) Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan‑pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. (a) Wawancara Terstruktur Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengurnpul data teiah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan‑pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Pada wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya. Pengumpulan data dapat menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data. Supaya setiap pewawancara mempunyai ketrampilan yang sama, maka diperlukan training kepada calon pewawancara. Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrumen sebagai pedoman untuk wawancara, maka pengurnpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, brosur dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancar. Peneliti bidang pemasaran misalnya, bila akan melakukan penelitian untuk mengetahui respon masyarakat terhadap produk tertentu. maka perlu membawa foto‑foto atau brosur tentang produk tersebut. Berikut ini diberikan contoh wawancara terstruktur, tentang tanggapan masyarakat terhadap Mobil X. Yang diwawancarai adalah sampel yang dipilih secara acak, jumlahnya 15 orang. Pewawancara metingkari salah satu jawaban yang diberikan responden . 1. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap model mobil merk x? (a) Sangat Bagus (b) Bagus (c) Tidak bagus. (d) Sangat tidak bagus 2. Bagaimanakah kualitas mesinnya? (a) Sangat Bagus (b) Bagus (c) Tidak bagus. (d) Sangat tidak bagus 3. Bagaimanakah suara mesinnya? (a) Sangat kasar (b) Kasar (c) Halus (d) Sangat halus 4. Bagaimanakah kecepatan larinya? (a) Bagus sekali (b) Bagus (c) Jelek (d) Sangat jelek 5. Bagaimanakah kenyamanan sewaktu dikendarai dengan kecepatan tinggi? (a) Sangat nyaman (b) Nyaman (c) Tidak nyaman (d) Sangat tidak nyaman (b) Wawancara Tidak Terstruktur Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis‑garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Contoh: bagaimanakah pendapat Bapak/libu terhadap kebijakan pemerintah tentang impor gula saat ini? dan bagaimana dampaknya terhadap pedagang dan petani? Wawancara tidak terstruktur sering digunakan dalam penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam tentang responden. Pada penelitian pendahuluan, peneliti berusaha rnendapatkan informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek, sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau peubah apa yang harus diteliti. Untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang lebih lengkap, maka peneliti perlu rnelakukan wawancara kepada fihak‑fihak yang mewakili berbagai tingkatan yang ada dalam obyek. Misalnya akan melakukan penelitian tentang iklim kerja perusahaan, maka dapat dilakukan wawancara dengan pekerja tingkat bawah, supervisor, dan manajer. Untuk mendapatkan informasi yang lebih dalum tentang responden, maka peneliti dapat juga menggunakan wawancara tidak terstruktur. Misalnya seseorang yang dicurigai sebagai penjahat, maka peneliti akan melakukan wawancara tidak terstruktur secara mendalam, sampai diperoleh keterangan bahwa orang tersebut penjahat atau bukan. Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceriterakan oleh respenden. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban dari responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan. Dalam melakukan wawancara peneliti dapat menggunakan cara "berputar‑putar baru menukik" artinya pada awal wawancara yang dibicarakan adalah hal‑hal yang tidak terkait dengan tujuan, dan bila sudah terbuka kesempatan untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan, maka segera ditanyakan. Wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun yang menggunakan pesawat telepon, akan selalu terjadi kontak pribadi, oleh karena itu pewawancara perlu memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu yang tepat kapan dan di mana harus melakukan wawancara. Pada saat responden sedang sibuk bekerja, sedang mempunyai masalah berat, sedang mulai istirahat, sedang tidak sehat, atau sedang marah, maka harus hati‑hati dalam melakukan wawancara. Kalau dipaksakan wawancara dalam kondisi seperti itu, maka akan menghasilkan data yang tidak valid dan akurat. Bila responden yang akan diwawancarai telah ditentukan orangnya, maka sebaiknya sebelum melakukan wawancara, pewawancara minta waktu tedebih dulu, kapan dan dimana bisa melakukan wawancara. Dengan cara ini, maka suasana wawancara akan lebih baik, sehingga data yang diperoleh akan lebih lengkap dan valid. Informasi atau data yang diperoleh dari wawancara sering bias. Bias adalah menyimpang dari yang seharusnya, sehingga dapat dinyatakan data tersebut subyektif dan tidak akurat. Kebiasan data ini akan tergantung pada pewawancara, yang diwawancarai (responden) dan situasi & kondisi pada saat wawancara. Pewawancara yang tidak dalam posisi netral, misalnya ada maksud tertentu, diberi sponsor akan memberikan interpretasi data yang berbeda dengan apa yang disampaikan oleh responden. Responden akan member data yang bias, bila responden tidak dapat msnangkap dengan jelas apa yang ditanyakan peneliti atau pewawancara. Oleh karena itu peneliti jangan memberipertanyaan yang bias. Selanjutnya situasi dan kondisi seperti yang juga telah dikemukakan di atas, sangat mempengaruhi proses wawancara, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi validitas data. 7.3.2. Kuesioner (Angket) Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti peubah yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan-pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos, atau internet. Bila penelitian dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas, sehingga kuesioner dapat diantarkan langsung dalam waktu tidak terlalu lama, maka pengiriman angket kepada responden tidak perlu melalui pos. Adanya kontak langsung antara peneliti dengan responden akan menciptakan suatu kondisi yang cukup baik, sehingga responden dengan sukarela akan memberikan data obyektif dan cepat. Beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai teknik pengumpulan data yaitu: prinsip penulisan, pengukuran dan penampilan fisik. (a) Prinsip Penulisan Angket: Prinsip ini menyangkut beberapa faktor yaitu: isi dan tujuan pertanyaan, bahasa yang digunakan mudah, pertanyaan tertutup terbuka‑negatif positif, pertanyaan tidak mendua, tidak menanyakan hal‑hal yang sudah lupa, pertanyaan tidak mengarahkan, panjang pertanyaan,dan urutan pertanyaan Isi dan tujuan pertanyaan: Yang dimaksud di sini adalah, apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk pengukuran atau bukan?. Kalau berbentuk pengukuran, maka dalam membuat pertanyaan harus teliti. Bahasa yang digunakan: Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden. Kalau sekiranya responden tidak dapat berbahasa Indonesia, maka kuesioner jangan disusun dengan bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan juga harus memperhatikan jenjang pendidikan, dan keadaan sosial budaya responden. Tipe dan bentuk pertanyaan: Tipe pertanyaan dalam kuesioner dapat terbuka atau tertutup, dan bentuknya dapat menggunakan kalimat positif atau negatif. Pertanyaan terbuka, adalah pertanyaan yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Contoh: bagaimanakah tanggapan anda terhadap iklan‑iklan di TV saat ini? Sebaliknya pertanyaan tertutup, adalah pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Setiap pertanyaan angket yang mengharapkan jawaban berbentuk data nominal, ordinal, interval, dan rasio, adalah bentuk pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup akan membantu responden untuk menjawab dengan cepat, dan juga memudahkan peneliti dalam melakukan analisis data terhadap seluruh angket yang telah terkumpul. Pertanyaan/pernyataan dalam angket perlu dibuat positif dan negatif agar responden dalam memberikan jawaban setiap pertanyaan lebih serius, dan tidak mekanistis. Pertanyaan tidak mendua: Setiap pertanyaan dalam angket jangan mendua sehingga menyulitkan responden untuk memberikan jawaban. Contoh: bagaimana pendapat anda tentang kualitas dan harga barang tersebut? ini adalah pertanyaan yang mendua, karena menanyakan tentang dua hal sekaligus, yaitu kualitas dan harga. Sebaiknya pertanyaan tersebut dijadikan menjadi dua yaitu: bagaimanakah kualitas barang tersebut? Bagaimanakah harga barang tersebut? Tidak menanyakan yang sudah lupa: Setiap pertanyaan dalam instrumen angket, sebaiknya juga tidak menanyakan hal‑hal yang sekiranya responden sudah lupa, atau pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan befikir berat. Contoh misalnya: bagaimanakah kinerja para penguasa Indonesia 30 tahun yang lalu? Menurut anda, bagaimanakah cara mengatasi krisis ekonomi saat ini? (kecuali penelitian yang mengharapkan pendapat para ahli). Kalau misalnya umur responden baru 25 tahun, dan pendidikannya rendah, maka akan sulit memberikan jawaban. Pertanyaan tidak menggiring: Pertanyaan dalam angket sebaiknya juga tidak menggiring ke jawaban yang baik saja atau ke yang jelek saja. Misalnya: bagaimanakah kalau bonus atas jasa pemasaran di tingkatkan? jawaban responden tentu cenderung akan setuju. Bagaimanakah prestasi kerja anda selama setahun terakhir? jawabannya akan cenderung baik. Panjang pertanyaan: Pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu panjang, sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi. Bila jumlah peubah banyak, sehingga memerlukan instrumen yang banyak, maka instrumen tersebut dibuat bervariasi dalam penampilan, model skala pengukuran yang digunakan, dan cara mengisinya. Disarankan empirik jumlah pertanyaan yang memadai adalah antara 20 s/d 30 pertanyaan Urutan pertanyaan Urutan pertanyaan dalam angket, dimulai dari yang umum menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang mudah menuju ke hal yang sulit; atau diacak. Hal ini perlu dipertimbangkan karena secara psikologis akan mempengaruhi semangat responden untuk menjawab. Kalau pada awalnya sudah diberi pertanyaan yang sulit, atau yang spesifik, maka responden akan patah semangat untuk mengisi angket yang telah mereka terima. Urutan pertanyaan yang diacak perlu dibuat bila tingkat kematangan responden terhadap masalah yang ditanyakan sudah tinggi. (b) Prinsip Pengukuran: Angket yang diberikan kepada responden adalah merupakan instrumen penelitian, yang digunakan untuk mengukur peubah yang akan diteliti. Oleh karena itu instrumen angket tersebut harus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang peubah yang diukur. Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliabel, maka sebelum instrumen angket tersebut diberikan pada responden, maka perlu diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dulu. Instrumen yang tidak valid dan reliabel bila digunakan untuk mengumpulkan data, akan menghasilkan data yang tidak valid dan reliabel pula. (c) Penampilan Fisik Angket: Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data akan mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi angket. Angket yang dibuat di kertas buram, akan mendapat respon yang kurang menarik bagi responden, bila dibandingkan angket yang dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna. Tetapi angket yang dicetak di kertas yang bagus dan berwarna akan menjadi mahal. 7.3.3. Observasi Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesionen Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek‑obyek alam yang lain. Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses‑proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala‑gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur. (a) Observasi Berperan serta (Participant observation): Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari‑hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak. Dalam suatu perusahaan misalnya, peneliti dapat berperan sebagai karyawan, ia dapat mengamati bagaimana perilaku karyawan dalam bekerja, bagaimana semangat kerjanya, bagaimana hubungan satu karyawan dengan karyawan lain, hubungan karyawan dengan supervisor dan pimpinan, keluhan dalam melaksanakan pekerjaan dll. (b) Observasi Nonpartisipan: Kalau dalam observasi partisipan peneliti terlibat langsung dengan aktivitas orang‑orang yang sedang diamati, maka dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Misalnya dalam suatu pusat belanja, peneliti dapat mengamati bagaimana perilaku pembeli terhadap barang‑barang, barang‑barang apa saja yang paling diminati pembeli saat itu. Peneliti mencatat, menganalisis dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan tentang perilaku pembeli, dan barang‑barang apa saja yang paling diminati pembeli. Pengumpulan data dengan observasi nonpartisipan ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam, dan tidak sampai pada tingkat makna. Makna adalah nilai-nilai di balik perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis. Dalam suatu proses produksi, peneliti dapat mengamati bagaimana mesin‑mesin bekerja dalam mengolah bahan baku, komponen mesin mana yang masih bagus dan yang kurang bagus, bagaimana kualitas barang yang dihasilkan, dan bagaimana performance tenaga kerja atau operator mesinnya. (c) Observasi Terstruktur: Observasi terstruktur adalah observasi adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, di mana tempatnya. Jadi observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang peubah apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakan instrumen penelitian yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Pedoman wawancara terstruktur, atau angket tertutup dapat juga digunakan sebagai pedoman untuk melakukan observasi. Misalnya peneliti akan melakukan pengukuran terhadap kinerja karyawan bidang pemasaran melalui pengamatan, maka peneliti dapat menilai setiap perilaku dengan menggunakan instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja karyawan tersebut. (d) Observasi Tidak Terstruktur: Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instnumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu‑rambu pengamatan. Dalam suatu pameran produk industri dari berbagai negara, peneliti belum tahu pasti apa yang akan diamati. Oleh karena itu peneliti dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang tertarik, melakukan analisis dan kemudian dibuat kesimpulan. VIII. MENYUSUN KUESIONER   8.1. Kuesioner Sebagai Instrumen Pengambilan data primer memerlukan instrumen. Kuesioner adalah sebuah alat pengumpulan data yang nantinya data tersebut akan diolah untuk menghasilkan informasi tertentu. Sebuah aplikasi penelitian bisa saja membutuhkan lebih dari satu macam kuesioner. Jika, suatu lembaga penelitian tengah melakukan 4 penelitian yang berbeda dan masing‑masing memiliki 5 macam kuesioner, maka dalam saat yang sama akan terdapat 20 macam kuesioner. Oleh karena itu, kode kuesioner beserta penanggungjawab kuesioner penting untuk dicantumkan di lembar kuesioner agar administrasi data menjadi lebih teratur dan terkendali. Proses pengumpulan membutuhkan biaya, waktu, dan tenaga yang besar, padahal data itu dapat menjadi tidak berguna karena kuesioner yang digunakan tidak memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Apakah instrumen yang dipersiapkan untuk mengumpulkan data penelitian benar‑benar mengukur apa yang ingin diukur? Inilah pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap peneliti. Seringkali peneliti bisnis tidak membicarakan di dalam laporan penelitiannya apakah alat pengumpul data yang dipakainya memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Tanpa informasi tersebut pembaca laporan menjadi kurang yakin apakah data yang dikumpulkan betul‑betul menggambarkan fenomena yang ingin diukur. Agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka informasi yang menyangkut validitas dan reliabilitas alat pengukur harus disampaikan. 8.2. Komponen Inti Kuesioner Terdapat 4 komponen inti dari sebuah kuesioner, yaitu: (a) Subyek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian. (b) Ajakan, yaitu permohonan dari peneliti kepada responden untuk turut serta mengisi kuesioner secara aktif dan obyektif. (c) Petunjuk pengisian kuesioner yang mudah dimengerti dan tidak bias. (d) Pertanyaan atau pernyataan beserta tempat mengisi jawaban, baik secara tertutup, semi tertutup, ataupun terbuka. Dalam kuesioner perlu juga disertakan isian untuk identitas responden. 8.3. Kriteria Kuesioner yang Baik Kuesioner yang baik, minimal memenuhi lima kriteria, valid, reliabel, sensitif, obyektif, dan fisibel. 8.3.1. Validitas Validitas adalah pernyataan sampai sajauh mana data yang ditampung pada suatu kuesioner dapat mengukur apa yang ingin diukur. Misalkan seorang peneliti akan mengukur kepuasan kerja karyawan, maka semua pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner semuanya berkaitan dengan kepuasan kerja karyawan. Tidak ada satu pun pertanyaan atau pernyataan yang keluar dari topik itu. Oleh karena itu perlu dilakukan uji validitas kuesioner. Validitas kuesioner ditentukan oleh ketiga kriteria di bibawah ini: Sampai sejauh mana suatu pertanyaan dapat mempengaruhi responden menunjukkan sikap yang positif terhadap hal-hal yang ditanyakan? Sampai sejauh mana suatu pertanyaan dapat mempengaruhi responden agar dengan suka rela membantu peneliti dalam menemukan hal-hal yang akan dicari oleh peneliti? Sampai sejauh mana suatu pertanyaan menggali informasi yang responden sendiri tidak meyakini kebenarannya? 8.3.2. Reliabilitas Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila alat ukur tersebut digunakan berulang kali. Langkah kaki jangan dijadikan alat untuk mengukur panjang karena tiap‑tiap langkah tidak sama panjangnya. Sebaiknya digunakan alat ukur meteran yang standar karena alat ukur ini konsisten untuk digunakan berulang kali. Dalam hal kuesioner, pertanyaan‑pertanyaan yang termuat di dalamnya hendaknya dibuat sedemikian rupa, sehingga jika diisi berulang kali oleh responden hasilnya masih relatif konsisten. 8.3.3. Sensitivitas Dalam penelitian, sensitivitas dijelaskan sebagai kemampuan suatu instrumen untuk melakukan diskriminasi. Bila reliabilitas dan validitas suatu instrumen tinggi, atau dengan kata lain sensitif, perbedaan atas tingkat variasi-variasi karakteristik yang diukur dapat mempertajam. 8.3.4. Obyektivitas Obyektivitas mengacu pada terbebasnya data yang diisikan pada kuesioner dari penilaian yang subyektif, misalnya perasaan responden yang cenderung mempengaruhi obyektivitas data. 8.3.5. Fisibilitas Fisibilitas berhubungan dengan teknis pengisian kuesioner, serta penggunaan sumber daya dan waktu. Ada beberapa pengisian kuesioner yang sederhana, tetapi ada juga yang memerlukan pemikiran yang lebih rumit, sehingga akan memerlukan waktu, tenaga, bahkan biaya yang lebih banyak. Kendala‑kendala seperti ini perlu dipertimbangkan terlebih dahulu agar pelaksanaannya fisibel. 8.4. Format Pertanyaan 8.4.1. Pertanyaan Langsung dan Pertanyaan Tidak Langsung Perbedaan mendasar antara Pertanyaan Langsung dan Pertanyaan Tidak Langsung ialah terletak pada tingkat kejelasan suatu pertanyaan dalam mengungkap informasi khusus dari responden. Pertanyaan Langsung menanyakan informasi khusus secara langsung dengan tanpa basa-basi (direct). Pertanyaan Tidak Langsung menanyakan informasi khusus secara tidak langsung (indirect); sekalipun demikian inti dari pertanyaannya adalah sama. Contoh: Pertanyaan Langsung: Apakah Saudara menyukai pekerjaan saat ini? Pertanyaan Tidak Langsung: Bagaimana pendapat saudara terhadap pekerjaan yang ada saat in? 8.4.2. Pertanyaan Khusus dan Pertanyaan Umum Pertanyaan Khusus menanyakan hal-hal yang khusus terhadap responden yang menyebabkan responden menjadi sadar atau tergugah sehingga yang bersangkutan akan memberikan jawaban yang kurang jujur. Pertanyaan Umum biasanya menanyakan informasi yang dicari dengan cara tidak langsung dan seacara umum, sehingga responden tidak begitu menyadarinya. Contoh: Pertanyaan Khusus: Apakah saudara menyukai pekerjaan mengoperasikan mesin produksi tersebut? Pertanyaan Umum: Apakah saudara suka bekerja di perusahaan tersebut? 8.4.3. Pertanyaan Tentang Fakta dan Pertanyaan Tentang Opini Pertanyaan Tentang Fakta akan menghendaki jawaban dari responden berupa fakta; sedang Pertanyaan Tentang Opini menghendaki jawaban yang bersifat opini. Pada praktiknya dikarenakan responden munkin mempunyai memori yang tidak kuat ataupun dengan sadar yang bersangkutan ingin menciptakan kesan yang khusus; maka Pertanyaan Tentang Fakta belum tentu sepenuhnya menghasilkan jawaban yang bersifat faktual. Demikian halnya dengan pertanyaan yang menanyakan opini belum tentu sepenuhnya menghasilkan jawaban yang mengekspresikan opini yang jujur. Hal ini terjadi karena responden mendistorsi opininya didasarkan pada adanya “tekanan sosial” untuk menyesuaikan diri dengan keinginan social dan lingkungannya. Contoh: Pertanyaan Tentang Fakta: Apakah merek mobil yang saudara punyai saat ini? Pertanyaan Tentang Opini: Mengapa saudara menyukai mobil merek Honda? 8.3.4. Pertanyaan dalam Bentuk Kalimat Tanya dan Pertanyaan dalam Bentuk Kalimat Pernyataan Pertanyaan Dalam Bentuk Kalimat Tanya memberikan pertanyaan langsung kepada responden; sedang Pertanyaan Dalam Bentuk Kalimat Pernyataan menyediakan jawaban persetujuannya. Contoh: Pertanyaan Dalam Bentuk Kalimat Tanya: Apakah saudara setuju dengan kenaikan harga BBM? Pertanyaan Dalam Bentuk Kalimat Pernyataan: Harga BBM akan dinaikkan. Jawabannya: a. setuju, b. tidak setuju 8.5. Bagaimana Pertanyaan Harus Dijawab 8.5.1. Jawaban Tidak Berstruktur Model jawaban ini tidak berstruktur biasanya juga disebut sebagai pertanyaan terbuka. Jawaban ini memeberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab pertanyaan secara bebas dan mengekspresikan pendapatnya. Keuntungan menggunakan model jawaban ini ialah peneliti dapat memperoleh informasi secara lengkap dari responden; sekalipun demikian model ini mempunyai kelemahan-kelemahan diantaranya ialah pihak peneliti akan menagalami kesulitan dalam mengolah informasi karena banyaknya informasi data. Disamping itu pemgolahannya banyak memakan waktu dan peneliti akan kesulitan dalam proses skoring Contoh: Ceritakan perasaan anda mengenai masalah kenaikan harga BBM Apa pendapat anda mengenai kenaikan harga BBM? 8.5.2. Jawaban Isian Model jawaban ini merupakan bentuk transisi dari tidak terstruktur ke model jawaban pertanyaan terstruktur. Meski responden diberi kesempatan untuk memberikan response terbuka tetapi terbatas karena model pertanyaannya. Contoh: Apa pekerjaaan Saudara? Dari universitas mana Saudara lulus? 8.5.3. Jawaban Model Tabulasi Model jawaban ini mirip dengan jawaban isian tetapi lebih terstruktur karena responden harus mengisikan jawaban dalam suatu tabel. Bentuk tabel seperti ini memudahkan peneliti mengorgnaisasi jawaban yang kompleks. Contoh: Responden diminta mengisi pertanyaan-pertanyaan dalam tabel seperti di bawah ini: Jabatan Nama Perusahaan Gaji per tahun Tanggal Sebelumnya Dari - Sampai Berikutnya Dari - Sampai   8.5.4. Jawaban Bentuk Skala Model jawaban ini merupakan model jawaban terstruktur lain dimana responden diminta mengekspresikan persetujuan atau perolehannya terhadap pertanyaan yang diberikan. Contoh 1: Jika anda mengalami kesulitan dalam pekerjaan apa yang akan anda lakukan? Akan berhenti bekerja Mungkin berhenti bekerja Mempertimbangkan secara serius tapi tetap terus bekerja Tidak mempersoalkan Contoh 2: Jika pekerjaan tersebut:   Akan berhenti bekerja Mungkin berhenti bekerja Mempertimbangkan secara serius tapi tetap terus bekerja Tidak mempersoalkan Membahayakan kesehatan         Membutuhkan banyak perjalanan         Diharuskan bekerja           Contoh 3: Bagaimana pendapat anda tentang kebijakan ekonomi pemerintah saat ini? Sangat baik Baik Cukup Jelek Sangat Jelek 8.5.5. Jawaban Membuat Ranking Model jawaban ini meminta responden meranking beberapa pernyataan berdasarkan tingkat kepentingan dalam bentuk urut-urut-an didasarkan atas prioritas. Hasilnya peneliti akan memperoleh data yang bersifat ordinal. Contoh: ranking kegiatan-kegiatan ini dalam kaitannya dengan peluncuran produk baru: melakukan riset pasar- membuat produk - merancang produk -mengiklankan produk - meluncurkan produk 8.5.6. Jawaban Bentuk Checklist Jawaban checklist meminta responden menjawab dengan memilih salah satu dari jawaban-jawaban yang memungkinkan yang telah disediakan. Bentuk jawaban tidak dalam bentuk skala tetapi berbentuk kategori nominal. Bentuk seperti ini banyak menghemat waktu baik bagi responden maupun peneliti. Contoh: Jenis pekerjaan yang paling anda sukai? …. (1) pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan saya sehingga saya dapat bekerja secara optimal. …..(2) pekerjaan yang memaksa saya bekerja dengan keterbatasan kemampuan saya. …..(3) pekerjaan yang banyak menghasilkan uang meski tidak sesuai dengan kemampuan saya. 8.5.7. Jawaban Kategorikal Model jawaban ini mirip dengan jawaban checklist, tetapi bentuknya lebih sederhana dan hanya memberikan dua alternatif jawaban. Jawaban seperti ini akan memberikan data yang bersifat nominal. Contoh: Apakah anda seorang yang bekerja keras? (a) ya, (b) tidak Bekerja secara disiplin dan teratur itu baik. (a) benar, (b) salah   8.6. Memilih Model Jawaban Membuat pertanyaan berdasarkan model jawaban memerlukan pertimbangan berdasarkan pada tipe data yang dibutuhkan dan juga pertimbangan keuntungan dan kerugiannya. Di bawah ini deskripsi mengenai model jawaban, tipe data, keuntungan dan kerugiannya. Model Jawaban Tipe Data Keuntungan Kerugian Mengisi Nominal Bias kecil, fleksibilitas jawaban lebih besar Lebih sulit untuk pembuatan skoringnya Skala Interval Mudah dilakukan skoringnya Banyak menyita waktu dan bias Ranking Ordinal Mudah dilakukan skoringnya Sulit dilakukan dengan tuntas Checklist / Kategorikal Nominal Mudah skoringnya dan mudah dijawab Menghasilkan data yang sedikit dan pilihan yang sedikit   Berdasarkan model jawaban peneliti dapat juga menentukan data yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan skala pengukurannya. Contoh: Bagaimana pendapat Saudara mengenai kenaikan harga bahan pokok makanan? Model Jawaban yang menghasilkan jenis data berskala nominal a. setuju b. tidak setuju Model Jawaban yang menghasilkan jenis data berskala ordinal a. sangat tidak setuju b. tidak setuju c. netral d. setuju e. setuju sekali Model Jawaban yang menghasilkan jenis data berskala interval 1 10 Tidak setuju Setuju Berapa kenaikan harga bahan pokok yang Saudara setujui Model Jawaban yang menghasilkan jenis data berskala interval a. 2% b. 4% c. 6% d. 8% e.10%   Berapa harga tiket kereta api Malang – Jakarta yang Saudara inginkan untuk kelas bisnis dan eksekutif? Model Jawaban yang menghasilkan jenis data berskala rasio Kelas Eksekutif Kelas Bisnis a. Rp.60.000 Rp.40.000 b. Rp.80.000 Rp.40.000 c. Rp.120.000 Rp.40.000 8.7. Uji Validitas Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Jika peneliti menggu­nakan kuesioner dalam pengumpulan data, kuesioner yang disusunnya harus mengukur apa yang ingin diukurnya. Setelah kuesioner tersebut tersusun dan teruji validitasnya, dalam praktek belum tentu data yang terkumpul adalah data yang valid. Banyak hal lain yang akan mengurangi validitas data; misalnya, apakah si pewawancara yang mengumpulkan data betul‑betul mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan dalam kuesioner. Selain itu, validitas data akan ditentukan oleh keadaan responden sewaktu diwawancarai. Bila sewaktu menjawab semua pertanyaan ternyata responden merasa bebas tanpa ada rasa malu atau rasa takut, maka data yang diperoleh akan valid dan reliabel, tetapi bila si responden merasa malu, takut, dan cemas akan jawabannya, maka besar kemungkinan dia akan memberikan jawaban yang tidak benar. Berikut ini dibahas faktor yang mempengaruhi validitas alat pengukur saja, sedangkan faktor pewawancara dan responden yang juga dapat mempengaruhi validitas dan reliabilitas data tidak bicarakan. Berikut ini disajikan cara menguji validitas kuesioner sebagai alat ukur. Sebagai contoh, uji validitas dilakukan dalam hal skala sikap dengan validitas konstruksi. Langkah‑langkah Mengukur Validitas 1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. Konsep yang akan diukur hendaknya dijabarkan terlebih dahulu sehingga operasionalnya dapat dilakukan. 2. Melakukan uji coba pengukur tersebut pada sejumlah responden. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan‑pertanyaan yang ada. Disarankan agar jumlah responden untuk uji coba, minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal 30 orang ini, distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati kurva normal. 3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban. Untuk sekadar ilustrasi: misalnya ada 10 pernyataan yang diisi oleh 9 orang responden. Jawaban yang diberikan responden adalah seperti tertera pada tabel di bawah. 4. Menghitung nilai korelasi antara data pada masingmasing pernyataan dengan skor total memakai rumus teknik korelasi product moment, yang rumusnya seperti berikut: Responden Nomor Kuesioner 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total A 4 3 3 4 4 3 2 4 3 4 34 B 2 1 1 1 3 4 3 2 2 1 19 C 5 5 4 4 3 3 5 4 4 2 39 D 1 2 1 1 2 2 1 3 2 1 16 E 2 3 2 3 3 2 3 1 2 2 23 F 4 4 5 5 4 4 3 3 4 5 41 G 1 2 1 2 2 1 3 2 2 3 23 H 3 3 2 2 3 2 3 2 2 3 25 I 5 5 4 4 5 5 4 4 3 5 44 Berikut ini adalah perhitungan korelasi antara pernyataan nomor satu dan skor total Responden X Y X2 Y2 XY A 4 34 16 1156 136 B 3 19 2 361 38 C 5 39 25 1521 195 D 1 16 1 256 16 E 2 23 4 529 46 F 4 41 16 1681 164 G 1 17 1 289 17 H 3 25 9 625 75 I 5 44 25 1936 220 N = 9 27 258 101 8354 907 Masukkan semua angka ini di atas ke dalam rumus korelasi product moment, diperoleh nilai r = 0,9808. Karena kuesioner memiliki 10 pertanyaan, maka ada 10 nilai korelasi. Ringkaan hasil perhitungan adalah sebagai berikut Pertanyaan No 1 = 0,9608 Pertanyaan No 6 = 0,7082 Pertanyaan No 2 = 0,8987 Pertanyaan No 7 = 0,5722 Pertanyaan No 3 = 0,9662 Pertanyaan No 8 = 0,7038 Pertanyaan No 4 = 0,8475 Pertanyaan No 9 = 0,8705 Pertanyaan No 5 = 0,8923 Pertanyaan No 10 = 0,8541 Selanjutnya dengan metode statistika, nilai korelasi yang diperoleh harus diuji terlbihb dahulu untuk menyatakan apakah nilainya signifikan atau tidak. Caranya adalah dengan melakukan uji korelasi. Misalnya semua nilai korelasi yang ada adalah siginifikan, kecuali untuk pertanyaan No 7. Pertanyaan-pertanyaan yang ada memiliki validitas konstruksi, berarti terdapat konsistensi internal dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut, sehingga pertanyaan-pertanyaan tersebut memang mengukur aspek yang sama. Pertanyaan non 7 tidak signifikan karena angka korelasi yang diperolehnya rendah. Sementara itu jika ada angka korelasi yang negatif, hal ini menunjukkan bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan pertanyaan lainnya. Oleh karenanya pertanyaan tersebut tidak valid atau tidak konsisten dengan pertanyaan yang lain. Apabila dalam perhitungan ditemukan pertanyaan yang tidak valid, kemungkinannya adalah bahwa pertanyaan tersebut penyajiannya kurang baik, susunan kata‑kata atau isi kalimatnya menimbulkan penafsiran yang berbeda (bias), sehingga kuesioner perlu diubah. Catatan tentang Pembobotan Telah dijelaskan di atas bahwa indikator-indikator yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner merupakan penjabaran dari peubah. Peubah merupakan penjabaran dari dimensi, dan dimensi merupakan penjabaran dari konsep yang akan diteliti. Tidak jarang bahwa peneliti menganggap bahwa setiap indikator, peubah, ataupun dimensi memiliki bobot kepentingannya sendiri‑sendiri. Akibatnya, perlu dilakukan perhitungan untuk menilai besar bobotnya. 8.8. Uji Reliabilitas Jika alat ukur telah dinyatakan valid, selanjutnya realibilitas alat ukur tersebut diuji. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Pada alat pengukur untuk fenomena fisik seperti berat dan panjang badan, konsistensi hasil pengukuran bukanlah hal yang sulit dicapai. Namun, untuk mengukur permasalahan bisnis yang mencakup fenomena sosial seperti sikap, opini dan persepsi, pengukuran yang konsisten agak sulit dicapai. Berhubung gejala sosial tidak semantap gejala fisik, maka dalam pengukuran gejala sosial unsur kesalahan pengukuran (measurement error) selalu diperhitungkan. Dalam penelitian sosial, kesalahan pengukuran ini cukup besar. Oleh karena itu, untuk mengetahui hasil pengukuran yang sebenarnya, kesalahan pengukuran ini perlu diperhitungkan. Hasil pengukuran gejala sosial merupakan kombinasi antara hasil pengukuran yang sesungguhnya (true score) ditambah dengan kesalahan pengukuran. Secara matematis, keadaan tersebut digambarkan dalam persamaan berikut ini: X­0 = Xt + Xe di mana: X0 = angka yang diperoleh (obtained score) Xt = angka yang sebenarnya (true score) Xe = kesalahan pengukuran (measurement error) Makin kecil kesalahan pengukuran, makin reliabel alat pengukur. Sebaliknya makin besar kesalahan pengukuran, makin tidak reliabel alat pengukur tersebut. Besar‑kecil kesalahan pengukuran dapat diketahui antara lain dari nilai korelasi antara hasil pengukuran pertama dan kedua. Bila nilai korelasi (r) dikuadratkan, maka hasilnya disebut koefisien determinasi (coefficient of determination) yang merupakan petunjuk besar‑kecil hasil pengukuran yang sebenarnya. Semakin tinggi angka korelasi, makin besar nilai koefisien determinasi, dan makin rendah kesalahan pengukurannya. Misalkan, ditemukan korelasi antara pengukuran pertama dan kedua sebesar r = 0,90, maka hasil pengukuran yang sesungguhnya adalah 0.90 x 0,90 = 81 persen. Bila, angka korelasi (r) yang ditemukan hanya 0,50, maka koefisien determinasinya hanya 0,25. Berarti hanya 25 persen saja hasil pengukuran yang sebenarnya. Terdapat berbagai macam teknik untuk mengukur reliabilitas, diantaranya adalah Teknik Test‑Retest, Teknik Spearman‑Brown, Teknik K‑R 20, Teknik K‑R 21, Teknik Cronbach, dan Teknik Observasi. 1. Teknik Test‑Retest (Pengukuran Ulang) Untuk mengetahui reliabilitas suatu alat pengukur dengan pengukuran ulang (test‑retest), peneliti harus meminta responden yang sama untuk menjawab semua pertanyaan dalam alat pengukur sebanyak dua kali. Selang waktu antara pengukur pertama dan pengukuran kedua sebaiknya tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh. Selang waktu antara 15‑30 hari secara umumnya dianggap memenuhi persyaratan tersebut. Kalau selang waktu terlalu dekat, responden masih ingat dengan jawaban yang diberikannya pada waktu pengukuran pertama. Kalau selang waktu terlalu lama, kemungkinan terjadi perubahan pada fenomena yang diukur. Kedua hal ini akan mempengaruhi hasii pengujian reliabilitas. Hasil pengukuran pertama dikorelasikan dengan teknik korelasi product moment seperti yang telah diterangkan dalam menghitung validitas. Selain itu, dapat pula digunakan teknik korelasi yang lain. Pilihan teknik korelasi ditentukan oleh jenis data yang dikumpulkan. Sebagai contoh, misalkan data pengukuran suatu persepsi hasil dari penilaian pertama dan kedua distribusinya seperti yang termuat dalam tabel di bawah ini. Nilai hasil pengukuran diperoleh dari jumlah rata‑rata tertimbang dari data riap responden. Responden Pengukuran I Pengukuran II A 34 45 B 19 42 C 39 40 D 16 38 R 23 32 F 41 20 G 17 24 H 25 17 I 44 41 Selanjutnya, hasil pengukuran I dikorelasikan dengan pengukuran II dengan menggunakan teknik korelasi product moment. Pengukuran I disebut X dan pengukuran II disebut Y Cara perhitungannya sama dengan contoh pada perhitungan validitas. Bila angka korelasi yang diperoleh signifikan, berarti hasil pengukuran I dan pengukuran II relatif konsisten. Dengan demikian skala pengukur yang disusun adalah reliabel, begitu pula sebaliknya. Teknik pengukuran ulang untuk menghitung reliabilitas dapat pula dilakukan untuk setiap pertanyaan di dalam kuesioner. Caranya adalah dengan mengkorelasikan jawaban pada wawancara pertama dengan jawaban pada wawancara ulang. Bila, terdapat korelasi yang signifikan antara jawaban wawancara pertama dan wawancara ulang, maka jawaban tersebut tergolong reliabel. 2. Teknik Spearman‑Brown Syarat penggunaan teknik ini adalah: Bentuk pertanyaan hanya terdiri atas dua pilihan jawaban, misalnya, Ya diisi dengan 1 dan Tidak diisi dengan 0. Jumlah butir pertanyaan harus genap, agar dapat dibelah. Antara belahan pertama dengan belahan kedua harus seimbang. Belahan instrumen dikatakan seimbang jika jumlah butir pertanyaannya sama dan pertanyaan tersebut mengungkap aspek yang sama. Untuk memperoleh belahan yang seimbang, peneliti harus sudah memperhitungkannya sejak instrumen tersebut disusun. Sebagai usaha hati‑hati, peneliti harus membuat pertanyaan dalam jumlah genap untuk setiap aspek atau faktor. Dengan demikian, letak butir dapar disebar sedemikian rupa agar, kalau dalam analisis data dilakukan pembelahan, sudah diketahui dengan pasti manakah pasangan-pasangan butir pertanyaannya. Karena itu perencanaan penelitian harus terpadu dalam hal peubah, pembuatan instrumen, uji coba, pengujian reliabilitas, analisis data, dan sebagainya. Peneliti perlu membuat tabel analisis butir soal atau butir pertanyaan. Dari analisis ini skor‑skor dikelompokkan menjadi dua berdasarkan belahan bagian awal. Ada dua cara membelah, yaitu belah ganjil‑genap dan belah awal‑akhir. Oleh karena itulah teknik Spearman‑Brown ini disebut teknik belah dua. Kedua teknik dipaparkan berikut ini. Teknik Belah Ganjil-Genap Dengan teknik belah dua ganjil genap peneliti mengelompkkan skor butir bernomor ganjil sebagai belahan pertama dan kelompok skor butir bernomor genap sebagai belahan kedua. Secara teknis caranya adalah: Pertama kali menghitung jumlah jawaban yang bernilai ‘1’ atau ‘ ya’ yang berada pada butir-butir pertanyaan ganjil. Itulah jumlah skor ganjil, sedangkan jumlah skor genap didapat dengan mengurangi skor total dengan skor ganjil. Selanjutnya mengkorelasikan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua, yang akan menunjukkan harga rxy. Karena indeks korelasi yang diperoleh baru menunjukkan hubungan antara belahan instrumen, maka untuk memperoleh indeks realibilitas masih harus menggunakan rumus Spearman-Brown, yaitu: dimana r11 = realibilitas inastrumen r ½ ½ = rxy sebagai indeks korelasi antara belahan instrumen Contoh: Misalnya rxy adalah 0,576, maka Jika telah diperoleh angka reliabilitas, selanjutnya dilakukan uji korelasi. Jika pengujiannya menggunakan tabel r product moment dengan n = 10, maka untuk r t5% didapat r tabel = 0,632 dan untuk r t1% didapat r tabel 0,765. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut reliabel bila ditinjau dari teknik belah dua ganjil-genap untuk 5%. Teknik Belah Awal-Akhir Jika peniliti ingin membelah butir-butir instrumen atas belahan awal-akhir, maka yang dimaksud dengan belahan pertama adalah skor butir dari butir 1 sampai dengan nomor ke ½ dan belahan kedua skor skor butir setengah nomor terakhir. Secara teknis caranya adalah: Jumlah pertanyaan dibagi dua, misalnya masing-masingh terdiri dari 10 pertanyaan. Dari sepuluh pertanyaan belah awal kemudian dihitung yang menjawan ‘11’, maka jumlah ini diisikan untuk nilai skor awal. Skor akhir didapat dengan mengurangi skor total dengan skor awal ini. Setelah skor belahan pertama dikorelasikan dengan skor belahan kedua, lalu reliabilitas instrumen dihitung dengan rumus Spearman-Brown, Reps Butir – butir pertanyaan Skor Ganjil Genap Awal Akhir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 A 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 7 7 0 4 3 B 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 7 0 7 3 4 C 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 10 6 4 5 5 D 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 4 2 2 2 2 E 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 11 7 4 6 5 F 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 12 6 6 6 6 G 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 6 3 3 3 3 H 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 8 4 4 3 5 I 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 11 6 5 7 4 J 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 10 4 6 4 6 86 45 40 43 43 NP 5 6 7 7 6 6 6 6 8 4 7 6 6 6 P 0,5 0,6 0,7 0,7 0,6 0,6 0,6 0,6 0,8 0,4 0,7 0,6 0,6 0,6 Q 0,5 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,4 0,4 0,2 0,6 0,3 0,4 0,4 0,4 Catatan: P : Proporsi subyek yang menjawab betul (max. 100%) Q : Proporsi Proyek yang menjawab tidak betul (100%-P) NP : P dikali dengan jumlah responden PQ : proporsi P dikali proporsi Q Besaran-besaran lain disajikan berikut ini. Untuk cara belah Ganjil-Genap: X = 45 Y = 40 X2 = 240 Y2 = 216 XY = 172 Untuk cara belah awal-akhir: X = 43 Y = 43 X2 = 209 Y2 = 201 XY = 195 Selanjutnya dapat dihitung korelasi antara belahan ganjil-genap dengan rumus: Selanjutnya, dapat dihitung nilai reliabilitas instrumen sebagai berikut: Selanjutnya, lakukan uji hipotesis korelasi untuk menentukan apakah ia reliable atau tidak. Hal yang sama dapat dilakukan untuk teknik belah dua awal-akhir. 3. Teknik Femandes untuk Pengamatan (Observasi) Metode pengamatan atau observasi dilakukan oleh pengamat terhadap benda. Untuk benda diam, sasaran dapat diambil lagi sewaktu‑waktu jika diperlukan, sedangkan benda bergerak membutuhkan alat bantu seperti rekaman video yang dapat menunjukkan proses yang diamati. Kelemahan lain adalah terletak pada diri pengamat yang sulit bersikap netral. Jadi, jika pengamatan dilakukan oleh lebih dari satu orang maka perbedaan hasil pengamatan dapat cukup signifikan. Oleh karena itu, sebelum melakukan pengamatan perlu dilakukan latihan pengamatan. Proses latihan pengamatan untuk menyamakan persepsi perlu dilakukan agar pengamatan yang diperoleh dihasilkan dart upaya menekan semaksimal mungkin unsur subyektivitas pengamat. Untuk menentukan tingkat toleransi perbedaan hasil pengamatan, perlu dilakukan teknik pengetesan reliabilitas pengamatan dengan menggunakan rumus Femandes: dimana: KK = Koefisien kesepakatan S = Sepakat, jumlah kode yang sama untuk obyek yang sama N1 = jumiah kode yang dibuat oleh pengamat I N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II Contoh 1: Format dengan kategori "Ya" dan "Tidak" Untuk data dengan format kategori "Ya" dan "Tidak", perhitungan reliabilitasnya dapat mengikuti prosedur atau langkah‑langkah berikut ini. Langkah 1: Dua formulir isian dari para pengamat disatukan seperti berikut ini. Kategori "Ya" menyatakan setuju atas hal-hal yang positif dan “Tidak" menyatakan sebaliknya dari obyek yang diteliti, yaitu sebuah perusahaan yang bergerak di sektor perbankan. No. Obyek Pengamatan Pengamat I Pengamat II Ya Tidak Ya Tidak 1. Penyaluran Kredit v v 2. Jumlah Nasabah v v 3. Motivasi Karyawan v V 4. Risiko v v 5. Sistem Informasi v v 6. Prosedur v V 7. Program Kerja v V 8. Kepuasan Pelanggan v V 9. Citra (Image) v V 10. Produk Layanan v V Langkah 2: Memasukkan nomor kategori berdasarkan hasil pengamatan (v) ke daiam tabel kontingensi atau tabel dalam bentuk matriks 2x2 sebagai berikut. Tabel Kontinjensi Kesepakatan Pengamat I Ya Tidak Jumlah Pengamat II Ya 3,6,8,9 2,10 6 Tidak 1,4 5,7 4 Jumlah 6 4 10 Langkah 3: Menghitung jumlah sel yang cocok yaitu sel Ya-Ya dan Tidak‑Tidak: 4+2 = 6 Langkah 4: Memasukkan data ke dalam rumus sebagai berikut: Dengan nilai KK = 0,6 dapat diartikan bahwa ada 60 persen pengamatan cocok. Nilai ini akan diterima atau tidak sangat ditentukan oleh kesepakatan awal dari kedua pengamat. Contoh 2: Format dengan enam kategori bergradasi Format ini digunakan untuk data yang lebih halus dari sekadar Ya dan Tidak seperti contoh pertama di atas. Untuk format bergradasi ini, peneliti dapat mengetahui kualitas pernyataannya. Misalnya: Pada contoh pertama jawaban hanya dibagi atas dua kategori. Untuk mendapatkan nilai yang lebih halus, tidak sekadar "Ya" dan "Tidak", maka pilihan jawaban dibagi atas lebih dari dua jawaban, misalnya enam pilihan jawaban seperti berikut: 0 = tidak tahu; 1 = sangat buruk; 2 = buruk; 3 = biasa saja; 4 = baik; 5 = baik sekali Untuk data dengan format bergradasi ini, perhitungan reliabilitasnya dapat mengikuti prosedur atau langkahlangkah berikut ini. Langkah 1: Menggabungkan data isian dari kedua pengamat No. Obyek Pengamatan Pengamat I Pengamat II 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 1. Penyaluran Kredit v v 2. Jumlah Nasabah v V 3. Morivasi Karyawan v v 4. Risiko v v 5. Sistem Informasi v V 6. Prosedur v v 7. Program Keria v V 8. Kepuasan Pelanggan v v 9. Citra (Image) v v 10. Produk Layanan v V Langkah 2: Memasukkan nomor kategori berdasarkan hasil pengamatan (v) dalam tabel kontinjensi atau tabel dalam bentuk matriks 6 sebagai berikut. Tabel Kontingensi Kesepakatan Pengamat II Pengamat I 0 1 2 3 4 5 Jumlah 0 3,9 2 1 8 1 2 6 1 3 1,4 2 4 2 5 10 3 5 7 1 Jumlah 2 0 2 2 2 2 10 Langkah 3: Menghitung banyaknya kecocokan, yang cocok tidak-tidak adalah amatan 3 dan 9 pada sel 0‑0. Baris ke 2 ada satu kecocokan, yaitu amatan nomor 8, di mana pengamat I memilih 4 dan pengamat II memilih 1, demikian seterusnya. Langkah 4: Memasukkan data ke dalam rumus. Angka‑angka yang dijumpai sebagai kecocokan adalah angka‑angka pada sel‑sel yang terletak diagonal dengan sel jumlah. Pada sel‑sel yang dimaksud tertera (3,9), (6), (1,4), (5), dan (7). Seluruhnya ada 7 obyek amatan. Jadi 7 obyek inilah yang dinilai sama (cocok) oleh dua pengamat. Apabila dimasukkan ke dalam rumus akan terdapat angka‑angka sebagai berikut: Sama seperti kasus pertama di atas, dengan nilai KK = 0,7 dapat diartikan bahwa ada 70 persen pengamatan yang cocok. Nilai ini akan diterima atau tidak juga sangat ditentukan oleh kesepakatan awal dari kedua pengamat. Contoh Struktur Data Struktur data, mulai dari konsep hingga indikator, sekaligus skala yang digunakan untuk tiap indikator dengan tolok ukurnya, berguna untuk menjelaskan kepada pembaca bagaimana data terbentuk. Struktur data harus melalui uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu sebelum digunakan. Konsep: Kualitas jasa/Layanan Rumah Sakit Dimensi Peubah/Indikator Bobot Tolok Ukur Keterandalan/Reliabily - Ketepatan pelayanan - Kesesuaian pelayanan dengan janji yang ditawarkan. Kesigapan/Responsiveness - Kesigapan pekerja dalam menangani pasien - Penanganan keluhan pasien Jaminan/Assurance - Keramahan, perhatian, dan kesopanan pekerja - Prestasi dan Reputasi RS Empati/Empatby - Kemudahan menghubungi RS - Kemampuan pekerja berkomunikasi dengan pasien NyatalTangibles - Penampilan fisik gedung - Tempat parkir - Kebersihan, kerapian, kenyamanan ruangan - Penampilan pekerja Catatan (a) Struktur data ini hanya sebuah contoh bagaimana sebuah konsep dipecah atas dimensi‑dimensinya. Lalu dimensi dipecah lagi atas peubahnya. Dapat saja peubah ini dipecah‑pecah lagi atas subpeubah. Akhirnya, struktur data terkecil, yang sering disebut indikator, diberi nilai/ bobot melalui suatu tolok ukur/kriteria. (b) Semua indikator diberi bobot dan kriteria. Untuk contoh ini semua skala pengukurannya adalah interval, yang memiliki bobot dan kriteria sama, misalnya: Bobot Kriteria 1 sangat tidak puas 2 tidak puas 3 biasa saja 4 Puas 5 puas sekali IX. PENGOLAHAN ANALISIS DAN PENYAJIAN DATA   9.1. Pengolahan Data Pengolahan data atau disebut juga proses pra-analisis mempunyai tahap editing data, pengembangan peubah, pengkodean data, cek kesalahan, membuat struktur data, cek preanalisis komputer, dan tabulasi. 1. Langkah 1: Editing Data: Proses editing merupakan proses dimana peneliti melakukan klarifikasi, keterbacaan, konsisitensi dan kelengkapan data yang sudah terkumpul. Proses klarifikasi menyangkut memberikan penjelasan mengenai apakah data yang sudah terkumpul akan menciptakan masalah konseptual atau teknis pada saat peneliti melakukan analisis data. Dengan adanya klarifikasi ini diharapkan masalah teknis atau konseptual tersebut tidak mengganggu proses analisis sehingga dapat menimbulkan bias penafsiran hasil analisis. Keterbacaan berkaitan dengan apakah data yang sudah terkumpul secara logis dapat digunakan sebagai justifikasi penafsiran terhadap hasil analisis. Konsistensi mencakup keajegan jenis data berkaitan dengan skala pengukuran yang akan digunakan. Kelengkapan mengacu pada terkumpulannya data secara lengkap sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang sudah dirumuskan dalam penelitian tersebut. 2. Langkah 2: Pengembangan Peubah: pengembangan peubah ialah spesifikasi semua peubah yang diperlukan oleh peneliti yang tercakup dalam data yang sudah terkumpul atau dengan kata lain apakah semua peubah yang diperlukan sudah termasuk dalam data. Jika belum ini berarti data yang terkumpul belum lengkap atau belum mencakup semua peubah yang sedang diteliti. 3. Langkah 3: Pengkodean Data: Pemberian kode pada data dimaksudkan untuk menterjemahkan data kedalam kode-kode yang biasanya dalam bentuk angka. Tujuannya ialah untuk dapat dipindahkan kedalam sarana penyimpanan, misalnya komputer dan analisis berikutnya. Dengan data sudah diubah dalam bentuk angka-angka, maka peneliti akan lebih mudah mentransfer kedalam komputer dan mencari program perangkat lunak yang sesuai dengan data untuk digunakan sebagai sarana analisis, misalnya apakah data tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan software SPSS? Contoh pemberian kode data ialah, misalnya pertanyaan di bawah ini yang menggunakan jawaban “ya” dan “tidak” dapat diberi kode 1 untuk “ya” dan 2 untuk “tidak”. Pertanyaan: Apakah saudara menyukai pekerjaan saat ini? Jawaban: a. ya b. tidak. Untuk jawaban yang menggunakan skala seperti pertanyaan di bawah ini, maka jawaban “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “netral”, ”setuju” dan “setuju sekali” dapat diberi kode 1,2,3,4 dan 5 untuk masing-masing jawaban. Pertanyaan: Bagaimana pendapat saudara mengenai tarif telepon saat ini? Jawaban: a. sangat tidak setuju b. tidak setuju c. netral d. setuju e. setuju sekali Jika jawaban sudah dalam bentuk numerik, misalnya penghasilan per bulan sebesar Rp. 3,500.000;00 atau frekuensi membaca iklan sebesar 20 kali per bulan; pengkodean tidak perlu dilakukan lagi karena bentuknya sudah numerik. 4. Langkah 4: Cek Kesalahan: Peneliti melakukan pengecekan kesalahan sebelum dimasukkan kedalam komputer untuk melihat apakah langkah-langkah sebelumnya sudah diselesikan tanpa kesalahan yang serius. 5. Langkah 5 Membuat Struktur Data: Peneliti membuat struktur data yang mencakup semua data yang dibutuhkan untuk analisis kemudian dipindahkan kedalam komputer. Penyimpanan data kedalam komputer mempertimbangkan 1) apakah data disimpan dengan cara yang sesuai dan konsisten dengan penggunaan sebenarnya? 2)apakah ada data yang hilang / rusak dan belum dihitung? 3) bagaimana caranya mengatasi data yang hilang atau rusak? 4) sudahkan pemindahan data dilakukan secara lengkap? 6. Langkah 6: Cek Preanalisis Komputer: struktur data yang sudah final kemudian dipersiapkan untuk analisis komputer dan sebelumnya harus dilakukan pengecekan preanalisis komputer agar diketahui konsistensi dan kelengkapan data. 7. Langkah 7: Tabulasi: Tabulasi merupakan kegiatan menggambarkan jawaban responden dengan cara tertentu. Tabulasi juga dapat digunakan untuk menciptakan statistik deskriptif peubah-peubah yang diteliti atau yang peubah yang akan di tabulasi silang. Berikut ini diberikan contoh membuat tabulasi frekuensi dan tabulasi silang:  Tabulasi Frekuensi: untuk pertanyaan “Berapa pengeluaran biaya telepon responden per bulan”   Pengeluaran (dalam ribuan) Frekuensi Persentase 25.000 – 50.000 66 22% >50.000 – 75.000 95 32% >75.000 – 100.000 79 26% > 100.000 60 20% Total 309 100% Tabulasi Silang: Bidang Usaha di tabulasi silang dengan Kesediaan Memasang Promosi di Jalan Sukarno-Hatta   Bidang Usaha Bersedia Promosi Tidak Bersedia Frekuensi Air minum 2 2 Asuransi 3 3 ATK 1 1 Biro jasa 2 2 Jasa siaran 2 2 Fotokopi 3 3 Fastfood 3 3 9.2. Analisis Data Analisis merupakan suata proses kerja dari rangkaian tahapan pekerjaan sebelum penelitian didokumentasikan melalui tahapan penulisan laporan. Analisis dapat dilihat dari berbagai perspektif. Dilihat dari sisi mekanis dan substansif, dapat diuraikan sebagai berikut ini. 1. Secara mekanis; di dalam tahapan analisis akan terjadi: Perubahan angka dan catatan hasil pengumpulan data menjadi informasi yang lebih mudah dipahami. Penggunaan alat analisis bermanfaat untuk membuktikan hipotesis ataupun pendeskripsian peubah penelitian secara benar, bukan kebetulan. Interprestasi atas berbagai informasi itu, dalam kerangka kerja yang lebih luas, atau inferensi ke populasi, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul. 2. Secara substansif; di dalam tahapan analisis melakukan proses membandingkan dan mentes teori atau konsep dengan informasi yang ditemukan, mencari dan menemukan adanya konsep baru dari data yang dikumpulkan, mencari penjelasan apakah konsep baru ini berlaku umum, atau baru terjadi bila ada prakondisi tertentu. Dari berbagai macam teknik analisis data bisa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok sesuai dengan kegunaannya, yaitu: (a) Teknik Analisis untuk Menguji Hipotesis tentang Nilai Tengah Populasi; yang termasuk di dalamnya adalah Uji t-student, Uji Tanda (Sign Test) dan Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon (Wilcoxon Rank Test), Uji Proporsi (b) Teknik Analisis untuk Membandingkan Nilai Tengah Dua atau Lebih Populasi; yang termasuk di dalamnya adalah Uji t-student, ANOVA (Analysis of Variance), Uji Mann-Whitney-Wilcoxon dan Uji Kruskal-Wallis, Uji Beda Proporsi (c) Teknik Analisis untuk Melihat Hubungan Dua atau Lebih Peubah; yang termasuk di dalamnya adalah Korelasi Pearson, Korelasi Peringkat Spearman, Regresi Linear, Regresi Logistik, Tabel Kontingensi (Uji Khi-Kuadrat), ANOVA. (d) Teknik Analisis untuk Melakukan Pendugaan; yang termasuk di dalamnya adalah segala bentuk analisis regresi. Berikut ini hanya disajikan beberapa teknik analisis data yang sering digunakan dalam penelitian bisnis, yaitu: 9.2.1. Uji-t (t-test) Uji-t digunakan untuk membandingkan rata-rata dua populasi dengan data yang berskala interval. Uji ini menghasilkan apa yang disebut statistik uji t-hitung dengan basis penghitungan adalah selisih antara rata-rata yang didapat dari data dengan rata-rata yang dihipotesiskan, dan dibandingkan dengan nilai t-tabel dengan derajat bebas n-1, n adalah ukuran sampel. Contoh: data sampel dan uji hipotesis (lihat Bab VI). Contoh Kasus: Peneliti ingin membandingkan dua kelompok pekerja. Kelompok A merupakan pekerja yang berpengalaman dan kelompok B merupakan pekerja yang belum berpengalaman. Jumlah masing-masing kelompok 10 pekerja. Hipotesis: Hipotesis penelitian: Ada perbedaan rata-rata antara kedua kelompok pekerja tersebut Hipotesis Operasional: i. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata antara kedua kelompok pekerja tersebut ii. H1: Ada perbedaan rata-rata antara kedua kelompok pekerja tersebut Hipotesis Statistik: i. H0: μ1 = μ2 ii. H1: μ1 ≠ μ2 Rumus: untuk sample bebas H0: μ1 = μ2 H1: μ1 ≠ μ2   dimana: x1= pengukuran karakteristik kelompok 1 x2= pengukuran karakteristik kelompok 2   H0 diuji dengan rumus sebagai berikut: dimana: = rata-rata sampel kelompok 1 dan 2 S12 dan S22 = varian rata-rata / estimasi varian popuasi s2   n1 dan n2 = ukuran sampel kelompok 1 dan 2   Derajat Kebebasan (DF): n1 + n2 –2 Aturan Keputusan: Jika t hitung lebih besar daripada t tabel dengan df tertentu dan alfa (a) tertentu, maka H0 ditolak dan H1 diterima Data penelitian Kelompok 1 (berpengalaman) Kelompok 2 ( tidak berpengalaman) 24 24 24 22 24 19 23 18 23 18 22 18 20 16 20 15 19 14 16 14 ∑ x 1 = 215 ∑ x 2 = 178 x1 = 21,5 x2 = 17,8 S12 = 7,167 S22 = 10,844 n1 = 10 n2 = 10 t tabel = df = (n1 + n2 –2) = 18 a = 0,05 t tabel = 2,10   Keputusan: t hitung > t tabel; maka H0 ditolak dan H1 diterima  Atau gambar dengan grafik sbb:                       t hitung jatuh di daerah penolakan, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan: ada perbedaan rata-rata antara kedua kelompok pekerja tersebut Uji t untuk Sampel Tergantung (Paired t) Hipotesis Statistik H0: μ1 - μ2 = 0 H1: μ1 + μ2 = 0 Mencari t tabel Hitung DF = (jumlah pasangan – 1) atau 10 –1 = 9 Tentukan a sebesar 0,05 t tabel: 2,262 Hitung dengan rumus: Keputusan: Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak atau H1 diterima Uji-t untuk menguji koefisien korelasi parsial / individu apakah signifikan atau tidak, digunakan rumus: dimana: t = t hitung r = koefisien korelasi n = jumlah sampel / waktu Untuk menguji signifikansi koefisien regresi digunakan rumus: dimana: bi = koefisien regresi Sbi = standard error 9.2.2. Korelasi Sederhana Analisis korelasi sederhana digunakan untuk menentukan kuat/derajat hubungan antara dua peubah. Ukuran untuk derajat hubungan ini disebut koefisien korelasi (r). dimana: X = peubah bebas Y = peubah tergantung n = jumlah data r = koefisien korelasi 9.2.3. Korelasi Berganda Digunakan untuk mengetahui pengaruh kuat/derajat hubungan antara beberapa peubah bebas (X) dengan satu peubah tergantung (Y). Hubungan antara 2 peubah dengan satu peubah tergantung dapat diketahui dengan rumus korelasi berganda sebagai berikut: dimana: Ry (1,2) = koefisien korelasi berganda a1 = koefisien regresi x2 a2 = koefisien regresi x2 Koefisien korelasi berganda 2 peubah bebas 9.2.4. Regresi Sederhana Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh perubahan satu peubah terhadap peubah lainnya. Dari persamaan garis regresinya akan dapat diketahui variasi perubahan dan peramalan satu peubah dengan peubah lainnya:      Y = a + bX dimana: y = Peubah tergantung X = Peubah bebas a = Konstanta b = Koefisien regresi Interpretasi dari b adalah besarnya perubahan Y jika X naik satu satuan, sedangkan a adalah besarnya nilai Y ketika X bernilai 0. Umumnya a disebut sebagi intersep dan b sebgai kemiringan/slope/gradien garis regresi. Ukuran kebaikan model regresi dinyatakan sebagai R2 (koefisien determinasi), yang besarnya dari 0% hingga 100%. Semakin mendekati 100% maka model regresi yang didapatkan semakin baik. Data yang bisa dianalisis dengan regresi linear adalah Y dan X yang bertipe numerik, dan memiliki sebaran normal. 9.2.5. Korelasi Parsial Untuk mengetahui hubungan beberapa peubah bebas (X) dengan satu peubah tergantung (Y) secara individu/sendiri-sendiri (partial). Rumus korelasi partial adalahs ebagai berikut: 9.2.6. Regresi berganda Digunakan untuk mengetahui pengaruh beberapa peubah bebas (X), terhadap peubah erikat (Y) secara bersama-sama (simultan). Persamaan garis regresi 2 peubah bebas (X): Y = k + a1 X1+ a2 X2 Persamaan garis regresi n peubah bebas (X): Y = k + a1 X1 + a2X2 + anXn Untuk 2 peubah bebas, maka persamaan simultannya: dimana: 9.2.7. Analisis Determinasi Digunakan untuk mengetahui pengaruh suatu peubah bebas (X), terhadap peubah tergantung (Y), yang dinyatakan dalam bentuk persentase. D = r² x 100% dimana: D = Koefisien determinasi r = Koefisien korelasi 9.2.8. Korelasi Rank Spearman Digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua peubah, dimana peubah yang bersangkutan tidak mempunyai nilai distribusi normal, pengukuran secara kuantitatif sulit ditentukan, sehingga biasanya digunakan dengan cara memberi skor/bobot. dimana: r0 = koefisien korelasi Rank Sperman di = perbedaan tiap pasang rank n = jumlah pasangan rank 9.2.9. Analisis Chi-Square Analisis ini digunakan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi adanya suatu hubungan antar peubah-peubah penelitian. dimana: fo = frekuensi observasi fe = frekuensi harapan X2 = nilai Chi Square Frekuensi harapan (ekspektasi) dihitung dengan rumus: Selanjutnya untuk mengetahui besarnya/derajat hubungan dari analisis Chi-Square, maka akan dihitung koefisien kontingensi sebagai berikut: dimana: C = koefisien kontingensi X2 = nilai Chi Square n = jumlah sampel Untuk mengetahui baik buruknya koefisien kontingensi (C), yang diperoleh maka selanjutnya akan dihitung koefisien kontingensi maksimum (Cmax). dimana: m = jumlah terkecil antara jumlah baris dan jumlah kolom 9.2.10.Uji Mean Whitney (U-test) Digunakan untuk mengetahui dari dua peubah bebas yang bersifat non parametrik terhadap peubah tergantung yang mempunyai data kontinyu, serta jumlah sampelnya tidak sama (< 20). Misalnya pengaruh penggunaan musik dan tidak terhadap produktivitas kerja atau pengaruh tingkat pendidik terhadap hasil penjualan. Rumusnya: dimana: n1 = jumlah sampel 1 n2 = jumlah sampel 2 R1 = jenjang/ rank1 R2 = jenjang/ rangk 2 9.2.11.Model Sikap dari Fishbein (Fishbein’s Attitude Model) Digunakan untuk mengetahui sikap seseorang/konsumen terhadap suatu obyek/produk. Rumusnya adalah sebagai berikut: dimana: Ao = sikap keseluruhan terhadap obyek bi = tingkat keyakinan terhadap suatu obyek yang dihgubungkan dengan atribut obyek yang bersangkutan ei = evaluasi atau tingkat perasaan suka dan tidak suka terhadap atribut dari obyek yang bersangkutan 9.2.12.Uji F (F-test) Untuk menguji koefisien korelasi berganda dengan regresi berganda secara bersama-sama (simultan): dimana: R = koefisien korelasi K = jumlah peubah bebas n = jumlah data atau dimana: N = jumlah sampel / data m = jumlah peubah R = koefisen korelasi 9.3. Penyajian Data Teknik-teknik penyajian data diperlukan untuk memberikan gambaran umum informasi yang terkandung data. Disamping itu, teknik penyajian data dimaksudkan untuk memperindah tampilan dari suatu laporan penelitian. Penyajian data yang umum digunakan adalah dalam bentuk tabel adan atau grafik. Penyajian dalam bentuk tabel, memiliki beberapa jenis: 1. Tabel Ringkasan Data: Tabel ini merupak ringkasan statistik dari beberpa kelompok. Misalkan jika seorang peneliti memiliki data pendapatan keluarga di suatu propinsi, dan dia ingin menyajikan rata-rata pendapatan keluarga berdasarkan tingkat pendidikan kepala keluarganya. Dari tabel ini ingin diperoleh informasi umum hubungan antara pendidikan dan pendapatan. Bentuk tabelnya mungkin seperti berikut: Pendidikan Kepala Keluarga Pendapatan Keluarga (juta per bulan) Tidak Sekolah 0.5 SD 0.8 SMP 0.9 SMA 1.1 Diploma 1.3 S1/S2/S3 1.8 Dalam penyajian menggunakan tabel ringkasan ini, mungkin informasi akan lebih lengkap jika tidak hanya menampilkan rata-rata (ukuran pemusatan data) saja. Tambahan informasi tentang simpangan baku akan memberikan pengetahuan yang lebih menyeluruh. Misalnya tabel berikut:  Pendidikan Kepala Keluarga Pendapatan Keluarga (juta per bulan) Simpangan Baku (juta per bulan) Tidak Sekolah 0.5 0.2 SD 0.8 0.3 SMP 0.9 0.4 SMA 1.1 0.6 Diploma 1.3 0.3 S1/S2/S3 1.8 1.0 Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa pendapatan keluarga berpendidikan SMA dan S1/S2/S3 lebih beragam dibandingkan yang lain. Keluarga yang pendidikannya tidak sekolah pendapatannya relatif sama, tapi keluarga yang pendidikannya SMA memiliki pendapatan yang berbeda-beda. 2. Tabel Frekuensi: Tabel ini merupakan gambaran frekuensi atau berapa banyak individu pada berbagai kelompok. Misalkan saja penelitian tentang partisipasi masyarakat suatu kota dalam program Keluarga Berencana. Kemudian peneliti ingin menyajikan gambaran pengguna berbagai macam alat kontrasepsi. Dari tabel frekuensi ini dapat dikeetahui alat kontrasepsi apa yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Seringkali tabel ini disajikan terurut berdasarkan frekuensi, dari yang terbesar ke yang terkecil atau sebaliknya. Bentuk tabelnya mungkin sebagai berikut: Alat Kontrasepsi Frekuensi Persentase Pil 500 50% Kondom 200 20% IUD 150 15% Vasektomi 100 10% Tubektomi 50 5% Total 1000 100% 3. Tabel Kontingensi atau Tabulasi Silang: Tabel ini hampir sama dengan tabel frekuensi namun dilihat dari dua atau lebih peubah. Misalnya jika peneliti ingin mengetahui frekuensi penduduk suatu kota berdasarkan pendidikan, maka tabel frekuensi yang didapatkan adalah sebagai berikut:  Pendidikan Frekuensi Persentase Tidak Sekolah/SD 250 25% SMP/SMA 300 30% Diploma 150 15% S1/S2/S3 300 30% Total 1000 100%   Dan jika peneliti ingin melihat frekuensi pengguna berbagai macam alat kontrasepsi diperoleh tabel seperti pada contoh sebelumnya. Dua tabel ini memberikan gambaran yang terpisah dari kondisi suatu kota. Peneliti bisa menyajikan dua informasi ini dalam bentuk tabel kontingensi dengan informasi yang lebih banyak. Tabel yang diperoleh mungkin berbentuk seperti berikut: Alat Kontrasepsi Pendidikan Tidak Sekolah/SD SMP/SMA Diploma S1/S2/S3 Total Pil 100 150 50 200 500 Kondom 30 20 60 80 200 IUD 40 80 10 20 150 Vasektomi 60 10 30 0 100 Tubektomi 10 40 0 0 50 Total 250 300 150 300 1000 Dari tabel di atas informasi tambahan yang diperoleh antara lain, ternyata orang yang pendidikannya S1/S2/S3 lebih menyuikai menggunakan pil atau kondom. Informasi seperti ini tidak tertangkap oleh tabel frekuensi. Catatan yang perlu diperhatikan ketika membuat tabel adalah upayakan untuk membuat nama kolom maupun baris sejelas mungkin. Misalkan jika kolom itu berisi pendapatan keluarga per bulan, maka jangan lupa menuliskan satuan dari pendapatan itu. Sementara itu banyak orang yang berpendapat bahwa penyajian informasi menggunakan tabel yang berisi angka memiliki keefektifan yang kurang jika dibandingkan dengan grafik. Pesan visual yang diberikan oleh grafik selain lebih menarik untuk dilihat juga mempermudah seseorang dalam membandingkan. Grafik yang banyak digunakan adalah: (a) Diagram Batang: Diagram ini berupa batang-batang yang menggambarkan nilai dari masing-masing kategori. Diagram ini bisa diterapkan pada tabel ringkasan maupun tabel frekuensi dan tabel kontigensi. Pada contoh tabel di atas, jika disajikan dalam bentuk grafik akan berupa: (b) Diagram Lingkaran (Pie Chart): Diagram ini berupa lingkaran yang terbagi-bagi dalam beberapa bagian. Masing-masing bagian merupakan representasi dari berbagai kelompok, dan luas dari bagian itu berdasarkan frekuensi masing-masing kelompok. Jika frekuensi penggunaan alat kontrasepsi di atas disajikan dalam bentuk pie-chart, maka yang diperoleh adalah sebagai berikut: (c) Scatter Plot: Plot ini merupakan grafik yang digunakan untuk melihat hubungan antara dua buah peubah numerik. Misalkan peneliti ingin tahu hubungan antara usia ibu ketika menikah dengan jarak antara menikah dan kelahiran anak pertama. Dari plot ini bisa dilihat apakah pasangan yang menikah pada usia lebih tua memiliki anak setelah menikah lebih lama dibandingkan pasangan yang usia ibu ketika menikah masih lebih muda. Grafik yang diperoleh mungkin akan berupa grafik sebagai berikut: X. PENARIKAN KESIMPULAN 10.1. Interprestasi Data Suatu kesimpulan dalam penelitian bukanlah mempakan suatu karangan atau diambii dari pembicaraan‑pembicaraan lain, akan tetapi hasil suatu proses tertentu yaitu "menarik", dalam arti "memindahkan" sesuatu dari suatu tempat ke ternpat lain. Menarik kesimpulan penelitian selalu harus mendasarkan diri atas semua data yang diperoleh. dalam kegiatan penelitian. Dengan kata lain, penarikan kesimpulan harus didasarkan atas data, bukan atas angan‑angan atau keinginan peneliti. Adalah salah besar apabila kelompok peneliti membuat kesimpulan yang bertujuan menyenangkan hati pemesan, dengan cara manipulasi data. Bagian pokok dan merupakan pengarah kegiatan, penelitian adalah perumusan problematik. Di dalam problematik ini peneliti mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal‑hal yang akan dicari jawabnya melalui kegiatan penelitian. Sehubungan dengan pertanyaan inilah maka peneliti mencoba mencari jawab sementara yang disebut hipotesis, sedangkan kesimpulan yang ditarik berdasarkan data yang telah dikumpulkaa, adalah merupakan jawaban, benar‑benar jawaban yang dicari, walaupun tidak selalu menyenangkan hatinya. Oleh karena itu harus tampak jelas hubungan antara problematik, hipotesis, den kesimpulan. Apabila kesimpulan penelitian merupakan jawaban dari problematik yang dikemukakan, maka isi maupun banyaknya kesimpulan yang dibuat juga harus sama dengan isi dan banyaknya problematik. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan contoh berikut ini Problematik 1. Apakah beberapa kepala devisi dalam suatu perusahaan memberikan motivasi belajar manajemen yang sama dengan para karyawannya? 2. Apakah kepala devisi mempunyai peranan yang sama dengan direktur dalam memberikan motivasi belajar manajemen? Hipotesis 1. Kepala devisi pengembangan memberikan motivasi belajar yang sama besar kepala devisi pemasaran. 2. Kepala devisi dan direktur memberikan motivasi belajar yang sama besar kepada para karyawan. Kesimpulan Penelitian (Salah Satu Kemungkinan) 1. Kepala devisi pemasaran tidak dapat memberikan motivasi belajar sebesar yang diberikan oleh kepala devisi pengembangan. 2. Ada perbedaan signifikan antara kepala devisi dan diurektur di dalam memberikan motivasi belajar manajemen bagi para karyawan perusahaan. 10.2. Kesimpulan penelitian non statistik dan Kesimpulan penelitian statistik 10.2.1.Kesimpulan penelitian non-Statistik Oleh karena kesimpulan peneliti ditarik berdasarkan data, yang dalam hal ini berupa data yang sudah diolah, maka penarikan kesimpulan dilakukan sejalan dengan cara mengolah data. Pengolahan data dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara non-statistik dana cara statistik, yaitu menggunakana berbagai rumus statistik yang ada. Berdasarkan jenisnya, dikenal data kualitatif dan data kuantitatif. Terhadap data yang bersifat kualitatif, maka pengolahannya dibandingkan dengan suatu standar atau kriteria yang telah dibuat oleh peneliti. Sebagai contoh penelitian yang menggunakan data kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk melihat sikap kepemimpinan beberapa kepala devisi suatu perusahaan agroindustri. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengukur sejauh mana sikap kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala-kepala devisi yang dimaksud. Untuk ini dicari dimensi-dimensi sikap kepemimpinan dahulu, antara lain disiplin, demokrasi, bertanggung jawab, toleran, penuh inisiatif, kreatif, dan sebagainya. Dengan menggunakan skala sikap, peneliti mengumpulkan data mengenai tingkat kepemimpinan kepala devisi. Maka kesimpulan yang mungkin dibuat berdasarkan kriteria atau standar yang ditentukan adalah sebagai berikut: sesuai dengan standar. Kurang sesuai dengan standar. Tidak sesuai dengan standar. Terhadap data yang bersifat kuantitatif, peneliti dapat mengolahnya dengan cara statistik dan non-statistik. Apa yang disebutkan sebagai analisis non-statistik adalah mencari proporsi, mencari persentase dan rasio. Terhadap pekerjaan analisis ini, ada orang yang menyebutnya sebagai analisis statistik sederhana. Apabila analisis datanya berupa presentase, proporsi maupun rasio, maka kesimpulan yang dapat diambil, disesuaikan dengan permasalahannya. Contoh: Peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang laboratorium pangan pada devisi pengembangan perusahaan pengalengan nenas. Di dalam pedoman laboratorium yang dikeluarkan oleh Sufofindo tentu sudah dicantumkan persyaratan-persyaratan laboratorium. Maka persyaratan ini dijadikan standar (tolak Ukur) untuk mengukur keadaan laboratorium tersebut. Jadi pengukuran dilakukan dengan menilai aspek laboratorium yang ada dengan angka kuantitatif, maka akan diperoleh nilai persentase, misalnya: Kelengkapan alat : 75% Pengaturan : 70% Penggunaan : 60% Apabila sebelumnya peneliti sudah menentukan standar bahwa 75% baik, antara 60-75% cukup, < 60% kurang baik, maka dari data yang diperoleh diambil kesimpulan bahwa keadaan laboratorium pangan pada devisi pengembangan perusahaan pengalengan nenas cukup. 10.2.2.Kesimpulan Penelitian Statistik Agar berbeda dengan pengolahan data non‑statistik, maka peneliti yang datanya diolah dengan teknik statistik harus mempertimbangkan pengambilan sampel. Pada umumnya penelitian yang diadakan merupakan penelitian sampel. Kesimpulan penelitian yang menggunakan teknik statistik dapat digeneralisasikan pada populasi apabila dari sampel dapat diketahui bahwa populasinya berdistribusi normal (hal ini dapat dilakukan pemeriksaannya dengan checking normalitas). Apabila populasinya tidak berdistribusi normal, maka harus menggunakan statistik non-parametrik. Apabila pengolahan data sudah sampai pada pendapatan penghitungan akhir, misalnya harga X2, harga r dan harga t, maka diteruskan dengan langkah lain yaitu dikonsultasikan dengan tabel. Jika terdapat nilai r, dikonsultasikan dengan tabel r, jika terdapat nilai X2, dikonsultasikan dengan tabel harga kritik X2 dan seterusnya. Apakah arti itu semua? Uraian singkatnya adalah sebagai berikut. Apabila peneliti melakukan penelitian terhadap sampel, maka ia berharap bahwa kesimpulan dapat berlaku untak seIuruh populasi. Dengan rumusan penelitian: Penggunaan teknik statistik inferensial adalah untuk mengadakan estimasi berdasarkan informasi‑informasi yang diperoleh, terhadap parameter. Jika distribusi pengambilan sampel (yang diambil dari populasi) berdistribusi normal, maka hasil statistik S dari sampel, akan berkaitan antara Ms, SDs dengan luasnya daerah generalisasi sebagai berikut. ‑ 1 SDs sampai 1 SDs adalah 68,27% ‑ 2 SDs sampai + 2 SDs adalah 95,45% ‑ 3 SDs sampai + 3 SDs adalah 99,73% Hal ini berhubungan dengan seberapa besar peneliti bisa mempercayai bahwa kesimpulan atau hasil statistik tersebut tepat sesuai dengan seberapa banyak peneliti boleh percaya. Itulah sebabnya maka daerah‑daerah ini disebut daerah keyakinan, dan batas‑batas bilangan standar deviasi ini disebut batas keyakinan. Berdasarkan luasnya daerah keyakinan, atau besarnya persentase ketepatan kesimpulan terhadap seluruh kejadian, maka ditentukan tingkat keyakinan 95% dan 99%, yang artinya adalah peneliti boleh percaya bahwa K akan terletak dalam batas S  1,96 SDs untuk wilayah keyakinan 95% kejadian dan S  2,58 SDs untuk 99% kejadian. Sebagai komplementer tingkat keyakinan adalah tingkat signifikansi. Apabila peneliti bersedia menerima keputusan dengan keyakinan 95%, maka berarti bahwa peneliti bersedia menanggung resiko meleset sebesar 5%. Selanjutnya peneliti percaya kebenaran kesimpulan 99%, berarti menerima risiko meleset 1%. Maka 5% dan 1% ini disebut tingkat signifikansi atau tingkat keberartian. 10.2.3.Penggunaan Tabel Statistik Tabel‑tabel statistik seperti misalnya tabel r, tabel-x2, tabel nilai r, tabel nilai t dan sebagainya digunakan untuk menguji apakah suatu hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Hal‑hal yang perlu dipertimbangkan di dalam rnenggunakan tabel adalah: 1. Kesediaan peneliti menerima risiko, atau dengan kata lain besamya tingkat signifikansi yang akan dipakai. 2. Rumusan hipotesis, dalam hal ini. untuk menentukan arah daerah kurva penyebaran. 3. Derajat kebebasan (d.b.) atau degree of freedom (d.f), yang besarnya dapat dilihat pada waktu peneliti menggunakan rumus. Untuk tiga nomor ini, yang perlu diterangkan lagi adalah nomor 2, yaitu rumusan hipotesis. Di dalam pembicaraan mengenai hipotesis, maka dapat dibedakan hipotesis kerja atau hipotesis altematif (Ha) dan hipotesis nol (H0). Misalnya akan diperbandingkan akurasipria dan wanita di dalam meramu obat‑obatan. Maka hipotesis kerja yang dapat dirumuskan ada 2 macam. 1. Bahwa antara pria dan wanita tentapat perbedaan ketelitian.(dalam hal ini tidak memasalahkan pihak mana yang lebih teliti). Rumusan hipotesis seperti ini disebutkan perumusan dua arah. 2. Bahwa antara pria dan wanita terdapat perbedaan akurasiditegaskan lagi: ‑ Pria lebih teliti dari wanita atau ‑ Wanita lebih teliti dari pria. Rumusan hipotesis ini disebut pernmusan satu arah. 10.3. Analisis Data Manajemen Fungsional 10.3.1.Bidang Strategi Bisnis Misalnya, manajemen ingin mengetahui apakah strategi perusahaan yang memproduksi celana jins merek Americana yang selama ini menggunakan strategi Pertumbuhan melalui Intergasi Vertikal masih sesuai atau sudah harus segera diubah. Alat Analisis Ada berbagai cara untuk menilai implementasi strateginya, misalnya melalui kekuatan produk dari usahanya di antara para pesaing, sekaligus mengetahui bagaimana kemenarikan bisnis ini di pasar industrinya. Alat analisis yang dapat digunakan misalnya konsep Wheelen‑Hunger, di mana konsep ini menggunakan suatu matriks dari General Electric, yaitu matriks GE (General Electric) yang dimodifikasi, sehingga matriks ini disebut sebagai 9 cells Matrix. Bentuk matriks Sembilan Sel adalah seperti tertera be­rikut ini. Kekuatan Bisnis/Posisi Persaingan Kuat Biasa Lemah Tinggi (1) pertumbuhan - konsentrasi via integrasi vertikal (2) Pertumbuhan - konsentrasi via integrasi horizontal (3) Pengurangan - Turn around Kemenarikan Industri Sedang (4) stabilitas - istirahat - hati-hati (5) Tumbuh - konsentrasi via integrasi horizontal (6) pengurangan - captive company - Selling Out Rendah (7) Pertumbuhan - Diversifikasi Konsentrasi (8) pertumbuhan - Diversifikasi Konglomerasi (9) Pengurangan - bangkruptcy - liquidation Penjelasan matriks tersebut dipaparkan berikut ini. Kolom pada matriks digunakan untuk data kekuatan bisnis perusahaan/posisi bersaing perusahaan melalui produk. Nilai posisi pada kolom terbagi tiga, yaitu kuat, biasa, dan lemah. Baris pada matriks digunakan untuk data kemenarikan produk di pasar industrinya, yang akan terdiri alas tiga tingkat kemenarikan, yaitu tinggi, biasa, dan rendah. Sel‑sel dari matriks yang terbentuk akan diisi oleh macam‑macam strategi utama yang akan dipilih untuk dijadikan strategi yang dianggap paling tepat untuk diimplementasikan oleh perusahaan berkenaan dengan keadaan produk mereka. 10.3.2.Bidang Pemasaran Manajemen ingin mengetahui apakah biaya promosi yang selama ini dianggarkan untuk mendapatkan laba telah benar‑benar menghasilkan laba yang optimal atau belum. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk menjawab pertanyaan yang demikian itu. Alat Analisis Di dalam buku manajemen pemasaran karya Philips Kotler, pada edisi‑edisi awal tahun 80‑an sekalipun, di sana dijelaskan bahwa dalam menentukan kombinasi biaya promosi yang dapat menghasiikan laba dapat menggunakan suatu model sebagai berikut: Z = R ‑ C di mana: R = P' x Q C = c x Q – I – F + M Model di atas dapat dirinci menjadi: Z = ((P ‑ K) ‑ c) Q – F ‑ M Seluruh arti peubah‑peubah di atas adalah: Z = laba sebelum pajak R = penjualan C = total biaya c = Maya peubah per satuan produk P' = harga bersih P = harga per satuan produk K = potongan harga per satuan produk Q = jumlah satuan produk retinal F = jumlah Maya tetap per produk M = jumlah biaya pemasaran Untuk kepentingan analisis, model ini akan tetap dipakai karena masih tetap relevan sampai saat ini. 10.3.3. Bidang Perilaku Konsumen Perusahaan membutuhkan informasi dari pelanggan mengenai sikap dan perilaku mereka atas produk yang dihasilkan dan dijual di pasar. Sementara itu, perusahaan berharap bahwa konsumen mau menerima produk yang baik. Bagaimanakah cara analisis untuk mengetahui sikap dan perilaku konsumen tersebut? Dalam contoh ini, yang akan diteliti adalah produk minuman kemasan di botol? Alat Analisis Untuk mengevaluasi sikap dan perilaku konsumen secara ilmiah hendaknya mengacu pada konsep, model, atau rumus, dan sejenisnya. Sebuah model sikap dan perilaku dari Fishbein dapat digunakan untuk evaluasi ini. Mengutip dari Della Bitta dan Loudon, model Fishbein disajikan berikut ini. Model ini digunakan dengan maksud agar diperoleh konsistensi antara sikap dan perilakunya, sehingga model Fishbein ini memiliki dua komponen, yaitu komponen sikap dan komponen norma subyektif yang penjelasannya disajikan berikut ini. (a) Komponen sikap. Komponen ini bersifat internal individu, is berkaitan langsung dengan obyek penelitian dan atribut‑atribut langsungnya yang memiliki peranan yang penting dalam pengukuran perilaku karena akan menentukan tindakan apa yang akan dilakukan dengan tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal. (b) Komponen norma subyektif. Komponen ini bersifat eksternal individu yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu. Komponen ini dapat dihitung dengan cara mengkalikan antara nilai keyakinan normatif individu terhadap atribut dengan motivasi bersetuju terhadap atribut tersebut. Keyakinan normatif mempunyai anti sebagai kuatnya keyakinan normatif seseorang terhadap atribut yang ditawarkan dalam mempengaruhi perilakunya terhadap obyek. Motivasi bersetuju merupakan motivasi seseorang untuk bersetuju dengan atribut yang ditawarkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap perilakunya. Model Sikap di mana: AB = sikap total individu terhadap obyek tertentu bi = kekuatan keyakinan konsumen bahwa obyek memiliki atribut i ei = evaluasi keyakinan individu mengenai atribut i n = jumlah kriteria atribut yang relevan. Model Maksud Perilaku B ‑ BI = w1 (AB) + w2 (SN) di mana: B = perilaku BI = maksud perilaku AB = sikap terhadap pelaksanaan perilaku B SN = norma subyektif w1,w2 = bobot yang ditentukan secara empiris yang menggambarkan pengaruh relatif dari komponen. Mencari nilai SN (Norma Subyektif): di mana: SN = norma subyektif NBi = keyakinan normatif individu MCj = motivasi konsumen m = banyaknya referen yang relevan. Selanjutnya, data yang dibutuhkan untuk menganalisis permasalahan di atas adalah data tentang: ‑ Keyakinan ‑ Evaluasi ‑ Keyakinan Normatif ‑ Motivasi Penentuan bobot w1 dan w2 dijabarkan sebagai berikut: di mana: Ket: GM AB = Grand Mean Nilai Sikap GM SN = Grand Mean Nilai Norma Subyektif 10.3.4.Bidang Sumberdaya Manusia Sumber daya manusia di dalam perusahaan adalah sumber daya terpenting sehingga banyak hal hendaklah direncanakan atau dikendalikan dengan baik. Hal‑hal tersebut antara lain adalah perencanaan tenaga kerja dan produktivitas kerja mereka. Alat Analisis (a) Dalam Hal Perencanaan. Menurut Barry (1994), terdapat beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk melakukan perencanaan SDM. Dua di antaranya adalah: Indeks Perputaran (Turn Over Index) Rumus: IP = (A/B ) x 100% penyusutan di mana: A = jumlah karyawan yang mengundurkan diri tahun itu B = jumlah rata‑rata karyawan yang ada tahun itu Indeks Stabilitas (Stability Index) Rumus: IS = C/D x 100% penyusutan di mana: C = jumlah karyawan yang bekerja minimal 1 tahun D = jumlah karyawan yang bekerja setahun lalu (b) Dalam Hal Produktivitas Kerja. Penghitungan produktivitas dapat dibagi menjadi produktivitas bagian dan produktivitas total. Dua di antaranya dijelaskan berikut ini. Produktivitas Bagian. Suatu pernyataan mengenai perbandingan keluaran dengan salah satu masukan, misalnya tenaga kerja. Rumus: Prod. Tenaga Kerja = A/B di mana: A = jumlah produksi atau penjualan B = jumlah tenaga kerja Produktivitas Total. Suatu pernyataan mengenai perbandingan keluaran bersih dengan sejumlah masukan tenaga kerja dan modal. Rumus: Produktivitas = C/D di mana: C = keluaran bersih (neto) B = total tenaga kerja dan modal kerja semua faktor input 10.3.5.Bidang Akuntansi dan Keuangan Analisis kinerja perusahaan biasanya dilakukan dalam jangka pendek, misalnya dalam jangka waktu satu tahun, kuartalan, bulanan atau mungkin jangka waktu yang lebih pendek lagi. Tetapi, evaluasi kinerja perusahaan yang umumnya dilakukan untuk jangka waktu yang lebih panjang, seperti dalam jangka waktu lima tahunan bukanlah tidak penting. Analisis ini dilakukan misalnya untuk menilai implementasi strategi perusahaan. Analisis kineria perusahaan dapat dilihat dari berbagai sisi, salah satunya dari sisi keuangan. Alat Analisis Menilai kinerja perusahaan dari aspek keuangan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan rasio‑rasio keuangan dan model Altman tentang Kebangkrutan Usaha. (a) Rasio‑rasio Keuangan Menganalisis keuangan dalam rangka analisis kinerja perusahaan memerlukan rasio‑rasio keuangan, misalnya rasio‑rasio likuiditas, efisiensi, dan rasio leverage, dan profitabilitas. Rincian rasio‑rasio beserta formulanya disajikan berikut ini:. Jenis Ratio Formula Liquidity Ratio Current Asset Current Ratio Current Liabilities Quick Ratio Current Asset – Inventory Efficiency Ratio Current Liabilities inventory Turnover Cost of Good Sold Ave. Collect. Period Inventory Fixed Asset turnover Account Receivable Total Asset turnover Average Sales per day Leverage Ratio Sales Debt to Total Asset Net Fixed Asset Debt to Equity Ratio Sales Profitability Ratio Total Assets Gross Profit Margin Total Liabilities Operating Profit Total Asset Net Profit Margin Total Liabilities Return on Invest Owner’s Equity Gross profit Sales Operating Profit Sales Gross profit Total Asset Net profit Total Asset (b) Model Altman tentang Kebangkrutan Usaha Untuk menghitung tingkat kebangkrutan suatu usaha dapat dlakukan dengan menggunakan analisis diskriminan dari Altman dengan model persamaannya: Z = 1,2 (X1) + 1,4 (X2) + 3,3 (X3) + 0,6 (X4) + 1 (X5) di mana: X1 = Working Capital to Total Asset Ratio XZ = Retained Earning to Total Asset Ratio X3 = Earning Before Interest Fr Taxes to Total Asset X4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt X5 = Sales to Total Asset Ratio Koefisien‑koefisien dalam persamaan di atas dapat berubah sesuai dengan data empiris. Analisisnya dapat menggunakan analisis diskriminan. Cara Menganalisis (a) Data Misalkan diketahui laporan keuangan perusahaan untuk lima tahun bermula dari tahun 1999 sampai tahun 2003. Untuk bahasan kali ini, laporan keuangan tersebut sengaja tidak dilampirkan. (b) Pengolahan dan Analisis (Analisis Kebangkrutan Usaha) Analisis diskriminan dengan pendekatan model dari Altman, seperti telah banyak diketahui, bermanfaat untuk meramal tingkat kebangkrutan suatu perusahaan dengan menghitung skor Z-nya. Untuk menghitung Z‑score, terlebih dahulu harus dihitung lima Jenis rasio keuangan, yaitu: Working Capital to Total Asset Ratio (X1) Aktiva Lancar ‑ Hutang Lancar X1 = Total Aktiva Melalui data pada laporan keuangannya, misalkan harga Xl berturut‑turut telah dihitung dan hasilnya disajikan sebagai berikut: Tahun: 1999 2000 2001 2002 2003 X1 : 0,052 0,088 ‑0,017 ‑0,022 ‑0,025 Retained Earning to Total Asset Ratio (X2) Laba ditahan X2 = Total Aktiva Melalui data pada laporan keuangannya, misalkan harga X2 berturut‑turut telah dihitung dan hasilnya disajikan sebagai berikut: Tahun: 1999 2000 2001 2002 2003 X2: 0,013 0,071 0,090 0,107 0,119 Earning Before Interest & Taxes to Total Asset Ratio (X3) Melalui data pada laporan keuangannya, misalkan harga X3 berturut‑turut telah dihitung dan hasilnya disajikan sebagai berikut: Laba Operasi X3 = Total Aktiva Tahun: 1999 2000 2001 2002 2003 X3: 0,062 0,079 0,067 0,061 0,049 Market Value of Equity to Book Value of Debt Ratio (X4) Melalui data pada laporan keuangannya, misalkan harga X4 berturut‑turut telah dihitung dan hasilnya disajikan sebagai berikut: Jumlah Modal Sendiri X4 = Jumlah Hutang Tahun: 1999 2000 2001 2002 2003 X4: 0,956 0,960 0,788 0,738 0,698 Sales to Total Asset Ratio (X5 ) Total Penjualan X5 = Total Aktiva Melalui data pada laporan keuangannya, misalkan harga X5 berturut‑turut telah dihitung dan hasilnya disajikan sebagai berikut: Tahun: 1999 2000 2001 2002 2003 X5 1,188 1,294 1,489 1,598 1,629 Selanjutnya, Z‑score dari Altman ini, dapat dihitung dengan menggunakan model: Z‑score = 1,2 (X1) + 1,4 (X2) + 3,3 (X3) + 0,6 (X4) + 1 (X5) Tahun 1999 Z = 1,2 (0,052) + 1,4 (0,031)+ 3,3 (0,062) +0,6 (0,956) + 1(1,188) = 2,072 Tahun 2000 Z = 1,2 (0,088) + 1,4 (0,071) + 3,3 (0,0% 9) + 0,6 (0,960) + 10,294) = 2,3357 Tahun 2001 Z = 1,2 (‑0,017) + 1,4 (0,090) + 3,3 (0,067) + 0,6 (0,788) + 1(1,489) = 2,2885 Tahun 2002 Z = 1,2(‑0,022) + 1,4 (0,107) + 3,3 (0,061) + 0,6 (0,738) + 1(1,589) = 2,3655 Tahun 2003 Z = 1,2(‑0,025) + 1,4 (0,119) + 3,3 (0,049) + 0,6 (0,698) + 10,629) = 2,3461 Rangkuman: Tahun: 1999 2000 2001 2002 2003 Z‑score: 2,072 2,3357 2,2885 2,3655 2,3461 Hasil Analisis Ternyata, Z‑score perusahaan selama lima tahun masih lebih besar dari 1,81, yang berarti bahwa perusahaan masih tergolong perusahaan yang memiliki resiko kebangkrutan kecil, tetapi juga tidak termasuk perusahaan yang aman, karena Z‑score perusahaan ini tidak berada di atas 3.0, yaitu di antara 1,81 dengan 3,0. BUKU ACUAN Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta. 378 hal Dayan, Anto. 1988. Pengantar Metode Statistika I. LP3ES. Jakarta Sekaran, Uma. 1992. Research Methods for Business: A sklill Building Approach. John Wiley & Sons, Inc., New York Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES: Jakarta, 336 halaman Zikmund, W.G. 1997. Business Research Methods. 5th edition. Dryden Press, USA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar